XII. Berada Dalam Kepungan 2

25 4 22
                                    

Upat melompat ke udara, begitu dekat Mayang Sari ia angkat kaki kanannya tinggi-tinggi. Kilatan cahaya terlihat di ujung sepatunya. Kemudian dengan cepat ia ayunkan ke bawah.

"Kanda, menjauhlah!" seru Mayang Sari sambil mencabut pedang, lalu pedang itu ia rintangkan di atas kepala untuk menahan serangan Upat.

Trang!

Bunyi tatkala pedang Mayang Sari dan ujung sepatu Upat bertemu. Rupanya kilatan cahaya yang terlihat di ujung sepatu Upat adalah bilah pisau yang menempel di ujung sepatu pria itu. Bilah pisau tersebut bukan hanya ada di ujung sepatu kaki kanannya saja tapi juga ada di ujung sepatu kaki satunya lagi. Begitu serangan kaki kanannya ditangkis, kaki kiri Upat langsung berayun ke depan. Menusukkan bilah pisau di ujung sepatunya ke perut Mayang Sari.

Beruntung Mayang Sari cukup sigap. Dengan sekali hentak gadis itu mundur beberapa langkah ke belakang dan berhasil lolos dari serangan Upat. Serangan Upat tadi baru terhitung satu jurus, tapi rekannya yang lain sudah ikut maju. Dia adalah Ulu. Pria itu melompat ke udara. Di tangan kanan pria bernama Ulu tersebut terdapat senjata berupa besi pengait yang ketajamannya tak kalah dari pedang. Begitu Ulu menukik turun menerjang Mayang Sari pria itu langsung mengayunkan pengaitnya. Sasarannya adalah kepala Mayang Sari.

Namun, serangan tersebut hanya mengenai udara kosong belaka. Sebab dengan cepat menundukkan kepala untuk menghindari serangan itu. Belum juga kaki Ulu menginjak tanah, pria yang terakhir, yakni Uro, juga ikut menerjang Mayang Sari. Di tangan kanan pria itu tergenggam sebuah senjata yang terbilang unik. Berupa besi hitam sepanjang tiga puluh centi dengan ujung pipih, runcing dan tentu tajam. Pria bernama Uro itu menggerakkan senjatanya lurus ke depan, menyasar dada kanan Mayang Sari. Namun, serangan itupun berhasil diluputkan oleh Mayang Sari cuma dengan memiringkan badan.

Tiga orang, tiga serangan, beruntun pula, tapi sama sekali tak membuahkan hasil. Sudah tentu membuat Uro, Ulu dan Upat penasaran. Ketiga manusia itu lalu berpencar ke tiga arah dan mengepung Mayang Sari. Kemudian, dengan satu tanda dari Uro, ketiganya menyerang secara serempak. Uro menerjang sambil  menusukkan besi hitamnya ke perut Mayang Sari. Upat melompat ke udara seraya melakukan tendangan sambil berputar ke arah kepala Mayang Sari. Sedang Ulu bergerak menyusur tanah sambil mengayunkan pengaitnya ke kaki Mayang Sari. Serangan dari tiga arah berbeda, menyasar tempat yang berbeda, tapi dilakukan secara bersamaan dan sama-sama mematikan mematikan.

Dari kejauhan Patih Mandala, yang sebelumnya telah menjauh begitu Mayang Sari berseru tadi, menyaksikan pertarungan itu dengan hati khawatir. Bagaimana tidak, soalnya lawan Mayang Sari adalah orang-orang yang tidak mengenal ampun. Melawan seorang gadis saja, mereka tak segan main keroyok dengan jurus-jurus mematikan. Yang melihat khawatir, sementara yang bertarung, yang tak lain Mayang Sari, justru tenang-tenang saja. Sesuatu yang menurut orang berbahaya, seolah hanya hal sepele saja bagi gadis itu.

Sesaat sebelum serangan Uro bertiga kena sasaran, Mayang Sari melompat ke udara. Gerakan yang dilakukan Mayang Sari ini sangat cepat luar biasa dan sulit ditangkap mata. Maka tak heran jika ketiga lawannya jadi kaget bukan main, sebab Mayang Sari bagi mereka seolah lenyap tiba-tiba.

"Di atas sini!" seru Mayang Sari.

Sontak ketiganya mendongak ke atas. Saat itu barulah mereka sadar jika musuh mereka bukannya lenyap melainkan lompat ke udara. Sayangnya, hal itu sudah agak terlambat, sebab Mayang Sari telah menyerang balik. Gadis berbaju putih tersebut menukik turun dengan posisi kaki di atas, kepala di bawah serta ujung pedang yang menjulur lurus ke lawan-lawannya. Akan tetapi reaksi dari ketiga lawannya juga tak kalah sigap.

Dengan cepat mengangkat kaki kanannya ke atas, menghadapkan ujung sepatunya yang berpisau ke udara. Begitu pula Uro yang juga telah mengacungkan besi hitamnya ke udara. Pun dengan Ulu dengan besi pengaitnya.

Trang!

Bunyi tatkala ujung pedang Mayang Sari bertabrakan dengan ujung senjata Ulu, Uro dan Upat. Sesaat Uro bertiga berpikir telah berhasil mengantisipasi serangan Mayang Sari. Sayangnya, serangan yang dilayangkan Mayang Sari itu hanyalah tipuan untuk menutupi serangan sesungguhnya. Satu tangan gadis itu memegang pedang, sedang tangan satunya mengambil tiga buah tusuk konde berbentuk kupu-kupu yang tersembunyi di pinggangnya, lalu dilemparkan ke arah musuh.

Jleb...

Jleb...

Jleb...

Masing-masing dari tusuk konde Mayang Sari berhasil mengenai ketiga targetnya dengan sempurna. Tak menunggu lama racun yang terdapat pada tusuk-tusuk konde tersebut langsung menyebar ke sekujur tubuh Uro, Ulu dan Upat. Seketika saja ketiga pria itu merasakan sekujur badannya jadi kaku, kebas, dan mati rasa. Untuk menutup serangannya, Mayang Sari mengumpulkan tenaga dalam di tangannya yang bebas. Kemudian ia hantamkan tangannya itu ke gagang pedang. Tenaga dari tangan turun ke pedang dan di ujung pedang tenaga tersebut menciptakan ledakan energi yang mampu menghempaskan Uro, Ulu dan Upat sekaligus. Setelahnya Mayang Sari mendarat di tanah dengan kedua kakinya.

Uro, Ulu dan Upat telah tumbang, akan tetapi bahaya masih belum berakhir. Selusin kilatan cahaya terlihat dari kejauhan. Dan mendekat dengan kecepatan tinggi. Segera saja Mayang Sari mengayunkan pedangnya untuk menangkis datangnya kilatan cahaya itu.

Trang...

Trang...

Trang...

Rupanya kilatan-kilatan cahaya itu adalah bunga-bunga yang dilemparkan seseorang. Bunga-bunga besi itu kini telah bergeletakan di tanah setelah kalah beradu dengan pedang Mayang Sari.

"Kalian yang masih penasaran denganku lebih baik tunjukkan wajah jangan hanya bersembunyi seperti tikus!" Menghardik Mayang Sari.

"Kami? Tikus? Sayang sekali di sini kamulah tikusnya," kata seseorang dari dalam kegelapan. Dari suaranya dia adalah seorang wanita.

"Sedangkan kami adalah ular yang akan memangsamu!" berkata wanita misterius itu lagi. "Ungo, Uloh Maju!"

Sedetik kemudian dua orang pria berwajah serupa keluar dari kegelapan. Di lengan kiri kedua pria itu terdapat tato ular dan di lehernya ada kalung tembaga. Di tangan kedua pria itu masing-masing memegang kapak. Bedanya, yang satu memegang dengan tangan kiri sedang satunya lagi dengan tangan kanan. Tanpa banyak kata, kedua pria itu langsung menerjang maju sambil mengayunkan kapak masing-masing.

End....
Note :

Ungo : ulo songo (ular sembilan)

Uloh : ulo sepuluh (ular sepuluh)

Legenda Ular HijauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang