X. Kelompok Ular

14 2 11
                                    

Suara peluit panjang terdengar di salah satu sudut Hutan Dedet. Itu adalah tempat dimana Macan Ireng dan anak buahnya dihajar oleh Mayang Sari. Tak lama berselang puluhan orang berbaju loreng mendatangi tempat tersebut. Orang-orang itu tentu saja adalah bagian dari kelompok harimau.

"Bajing loncat! Bahkan Kang Macan Ireng dibuat begini!" umpat salah satu orang berpakaian loreng yang baru datang begitu melihat mengenaskannya kondisi Macan Ireng dan anak buahnya. Bagaimana tidak dikatakan mengenaskan, dari sekian orang yang diajak Macan Ireng hanya dua saja yang masih bisa berdiri. Sisanya, sudah terkapar tak berdaya termasuk pimpinan mereka Macan Ireng.

"Kita tidak bisa membiarkan mereka keluar dari hutan ini hidup-hidup atau itu akan mencoreng nama kelompok harimau!" kata orang itu lagi.

"Ya, benar."

"Benar."

"Benar," timpal orang-orang berbaju loreng lainnya.

"Hai, kau, ke arah mana mereka pergi?" tanya orang yang sama pada anak buah Macan Ireng yang tadi meniup peluit.

"Me.. mereka menuju ke utara," jawab orang itu sedikit gagap.

"Kawan-kawan sekalian, kalian sudah dengarkan mereka pergi ke mana? Tunggu apalagi ayo kita beri mereka pelajaran!" seru orang tadi yang langsung mendapatkan sahutan meriah dari kawan-kawannya.

Setelah itu, tanpa banyak menunda lagi, orang-orang berbaju loreng itu langsung berlari ke arah yang telah ditunjukkan oleh sisa-sisa anak buah Macan Ireng. Dimana itu adalah arah menghilangnya Mayang Sari dan Patih Mandala. Pernah diceritakan sebelumnya, jika para penghuni Hutan Dedet, termasuk orang-orang dari kelompok harimau, selain perampok kejam juga merupakan orang-orang dengan berkepandaian silat tinggi. Maka tak mengherankan jika lari orang-orang berpakaian loreng ini begitu cepat. Dan dalam kurun waktu lima belas menit saja mereka sudah melewati jarak delapan kilo. Rasa-rasanya sebelum matahari terbenam orang-orang dari kelompok harimau ini sudah akan mampu menangkap mangsa mereka.

Namun, secara tiba-tiba seseorang diantara mereka berseru. "Berhenti!" Sontak saja rekan-rekannya langsung menghentikan langkah mereka.

"Hei, ada apa? Kenapa harus berhenti?!" tanya salah satu rekannya pada orang yang berseru tadi.

"Kita tidak bisa meneruskan pengejaran." Orang itu menjawab.

"Memang kenapa tidak bisa?" tanya rekannya yang lain gusar.

"Lihat itu." Orang itu menunjuk sepasang batu gunung berukuran besar yang berada di depan gerombolan.

"Itu adalah batas wilayah. Di depan sana bukan lagi wilayah kita, kelompok harimau, kita tidak bisa masuk seenaknya," jelas orang itu.

"Apakah hal itu penting sekarang? Musuh kita ada di sana, tidak peduli itu wilayah siapa, sebelum mendapatkan kepala mereka aku tidak akan mundur!" kata rekannya yang lain lagi dengan menggebu. Lalu orang yang barusan berkata itu kembali berlari mengabaikan peringatan orang yang tadi. Tiga orang yang memiliki pemikiran serupa mengikutinya.

Nasib naas pun menimpa keempat orang itu begitu mereka melewati sepasang batu gunung berukuran besar. Keempatnya tiba-tiba jatuh dan dari mulut mereka keluar busa sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Kejadian itu jelas membuat seluruh anggota kelompok harimau kaget dan juga menjadi waspada.

Tak lama berselang, sekelompok orang turun dari pepohonan di belakang sepasang batu gunung. Tak seperti kelompok harimau yang semuanya memakai pakaian serupa, loreng, orang-orang yang baru muncul tersebut pakaiannya berbeda antar satu dengan lainnya. Namun, masing-masing dari mereka memiliki ular yang melilit di tangan kiri. Tentu itu bukan ular betulan, hanya sebuah tattoo. Mereka tak lain adalah penguasa Hutan Dedet lainnya, yakni kelompok ular.

"Aku beri tahu kalian, hukuman karena telah berani menerobos wilayah kami tanpa izin, adalah mati," kata salah satu dari orang-orang kelompok ular.

Yang berkata itu adalah seorang wanita dengan penampilan unik. Usia wanita itu sebenarnya sudah lebih dari empat puluh tahun, tapi karena tidak terlihat kerutan di wajahnya ia seolah seperti seseorang yang baru menginjak usia tiga puluhan. Bibir dan kelopak mata wanita itu diwarnai dengan warna hitam kelam. Rambutnya yang panjang digelung ke atas, warnanya hitam dan ada sedikit garis-garis kuning. Dan di tangan kirinya tergenggam sebilah pedang dengan ujung ganggang berbentuk kepala ular.

Semua orang yang berada di tempat itu, baik dari kelompok harimau apalagi kelompok ular, sudah tahu betul identitas wanita tersebut. Ia adalah orang nomor dua di kelompok ular. Nyi Welang namanya.

"Hei, kalian para cecunguk dari kelompok harimau, untuk apa kalian beramai-ramai datang ke tempat ini? Dan bahkan berani lancang menerobos wilayah kami?!" damprat Nyi Welang lagi.

"Maaf, Nyi, kami bukannya mau bermaksud lancang, kami hanya mengejar musuh yang kebetulan lari ke wilayah kalian," terang orang dari kelompok harimau yang tadi menghentikan teman-temannya.

Nyi Welang mendengus, lalu berkata, "lantas, kalian bisa seenaknya masuk ke wilayah kami begitu?!" Habis berkata ditendangnya satu dari empat mayat anggota kelompok harimau yang tewas karena menerobos batas wilayah. Mayat itu pun melenting ke udara dan jatuh tepat di tengah-tengah gerombolan kelompok harimau. Seketika amarah dari orang-orang kelompok harimau pun tersulut

"Kurang ajar! Ini penghinaan namanya!" umpat anggota kelompok harimau yang lain.

"Tidak bisa dibiarkan! Musuh yang lari harus  didapatkan, siapa yang berani merintangi, sekalian saja kita adu nyawa dengan mereka!" seru anggota yang lain lagi sambil mencabut dan mengangkat tinggi-tinggi golok miliknya.

"Ya!"

"Ya!"

"Ya!" sahut seluruh rekannya yang sudah turut mencabut golok mereka masing-masing.

Di pihak kelompok ular pun juga telah memegang ganggang pedang masing-masing. Siap ditarik kapanpun musuh datang. Begitu kata "serang" terdengar orang-orang dari kelompok harimau langsung menyerbu. Namun, sebelum bentrok antara dua kelompok penguasa Hutan Dedet itu terjadi seseorang berteriak.

"Berhenti!" Seketika saja orang-orang dari kelompok harimau menghentikan langkah mereka.

Menyusul kemudian seorang pria dengan golok besar menggantung di punggung muncul dari belakang barisan kelompok harimau. Pria itu tak lain adalah Macan Loreng satu dari tiga pemimpin kelompok harimau.

"Apa ini? Tak jadi perangnya? Membosankan!" kata Nyi Welang seraya memasukkan kembali pedangnya  yang baru ia cabut setengahnya.

"Nyi, maaf atas ketidak sopanan bawahanku, tapi masalah ini kita sudahi di sini saja," ujar Macan Loreng begitu ia berdiri di hadapan Nyi Welang.

"Tapi Kang mereka telah membunuh orang-orang kita," protes salah satu anggota kelompok harimau.

"Diam! Siapa suruh mereka menerobos wilayah orang sembarangan!" bentak Macan Loreng yang seketika membuat orang tadi terdiam.

"Cukup sudah kita dibuat malu oleh gadis sialan itu! Jangan menambah aib kelompok harimau lagi karena melanggar perjanjian wilayah!" tambah Macan Loreng.

"Kalian semua simpan senjata dan mundur!" titah pria itu yang langsung dipatuhi oleh anak buahnya.

"Tunggu! Jangan lupa bawa mereka," kata Nyi Welang sambil menunjuk dengan dagunya mayat-mayat kelompok harimau yang tadi menerobos wilayah kelompok ular.

"Nyi, bagaimana kita mengurus si angin putih dan Patih Mandala yang telah masuk ke wilayah kita?" tanya salah satu anggota kelompok ular setelah orang-orang kelompok harimau sudah tak kelihatan lagi.

"Aku pikir anggota biasa tidak akan sanggup menangkapnya, malah akan menambah korban lagi," tambah orang itu lagi.

"Berapa penjaga tempat ini yang si angin putih lumpuhkan saat memasuki wilayah kita?" tanya Nyi Welang balik.

"Sepuluh orang yang selalu menjaga wilayah perbatasan ini berhasil dia lumpuhkan semua, Nyi," jawab orang itu.

"Sialan!" umpat Nyi Welang. "Rupanya gelar pemuda-pemudi unggul yang dimilikinya tidak omong kosong belaka."

"Kirim tiga dari sepuluh bisa untuk menangkap mereka!" titah Nyi Welang kemudian.

End....

Legenda Ular HijauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang