IX. Kekalahan si Congkak

21 5 18
                                    

Hahaha.....

Macan Ireng tertawa jumawa. Meski belum menang sepenuhnya, tapi bisa melukai musuh setelah adu jurus yang begitu sengit sudah tentu membuat mental pria itu di atas angin.

"Gadis cilik, pada serangan selanjutnya akan aku belah kau jadi dua!"

Setelah berkata Macan Ireng langsung menerjang maju. Sambil diayunkannya golok besar dari atas ke bawah dengan kedua tangan. Itu adalah ayunan yang luar biasa mengerikan sebab Macan Ireng telah mengerahkan seluruh tenaganya. Jangankan manusia, batu karang sekalipun akan terbelah bila kena serangan tersebut. Sayangnya, Mayang Sari masih cukup sigap untuk menghindar. Cuma dengan memiringkan badan gadis itu berhasil membuat golok Macan Ireng jatuh menghantam tanah. Hanya saja, saking besarnya kekuatan Macan Ireng, membuat tanah di sekitarnya berhamburan ke udara. Bahkan juga mengakibatkan Mayang Sari terdorong mundur beberapa langkah ke belakang.

Walau serangannya gagal, akan tetapi semangat Macan Ireng masih tinggi. Pria itu kembali mengangkat goloknya, lalu sekali lagi maju menerjang Mayang Sari. Golok besar Macan Ireng terayun penuh tenaga. Mayang Sari yang masih limbung akibat serangan pertama Macan Ireng tadi terpaksa juga mengayunkan pedang untuk menangkis serangan lawan.

Sayangnya, jika dibandingkan Macan Ireng tenaga Mayang Sari masih kalah jauh. Alhasil begitu pedang dan golok beradu, pedang Mayang Sari seketika terlepas. Dan Mayang Sari pun langsung terhempas ke udara akibat terkena angin maha dahsyat dari ayunan golok Macan Ireng. Itu adalah kali kedua Mayang Sari terkena serangan angin dahsyat tersebut. Namun, sama seperti sebelumnya, kali ini pun gadis berbaju putih itu dapat dengan cepat menguasai diri. Usai dua kali bersalto di udara Mayang Sari mendarat di sebuah dahan pohon tanpa kurang suatu apapun. Hanya saja, sekarang ia sudah tidak memiliki pedang yang menjadi senjata utamanya.

"Bersilat itu bukan cuma soal kekuatan, jurus dan senjata, tapi juga gunakan kepalamu." Satu pesan dari sang guru tiba-tiba melintas begitu saja di kepala Mayang Sari.

"Jika tak punya senjata, gunakan benda di sekitar sebagai senjata. Buat kelemahan jadi kekuatan, kekuatan jadi kelemahan. Cari celah, buat kesempatan dan selesaikan dalam satu serangan yang mematikan!" Kata-kata dari seorang pria bersuara parau yang gadis itu panggil guru pun kembali terngiang.

Mayang Sari mengukir senyum tipis di wajahnya. Seolah baru mendapat pencerahan. Sementara itu, di bawah sana, sang lawan, Macan Ireng, berdiri membusungkan dada, begitu sombong dan jumawa. Dan dari mulutnya keluar kalimat cacian yang merendahkan lawan.

"Gadis cilik, ternyata cuma segitu saja kemampuanmu. Rupanya gelar lima pemuda-pemudi unggul cuma omong kosong belaka!"

Tanpa berniat membalas perkataan Macan Ireng, Mayang Sari meraup dedaunan yang ada di pohon. Kemudian, ia lemparkan dedaunan itu ke arah Macan Ireng. Jangan salah, meski cuma daun kalau sudah berada di tangan seorang jago bisa jadi senjata yang berbahaya. Mayang Sari mengaliri dedaunan tadi dengan tenaga dalam sehingga kekerasan dan ketajamannya meningkat setara besi.

Namun, serangan itu bisa ditangkis Macan Ireng mengunakan golok besarnya. Gadis itu kembali meraup dedaunan, lalu ia lemparkan lagi ke Macan Ireng. Dan ditangkis lagi. Setelah itu Mayang Sari melompat ke dahan pohon lain. Sekali lagi ia raup dedaunan, lalu ia lemparkan. Serangan itu pun masih dapat digagalkan Macan Ireng. Kembali Mayang Sari berpindah dahan pohon, meraup dedaunan, lalu di lemparkan. Sayang, masih belum membuahkan hasil juga. Macan Ireng masih mampu menangkis.

Mayang Sari pantang menyerah. Ia berpindah ke dahan pohon lain lagi, meraup dedaunan, lalu dilemparkan ke arah Macan Ireng. Ditangkis lagi oleh Macan Ireng. Berpindah dahan lagi, meraup dedaunan, lalu di lemparkan. Ditangkis lagi. Pindah dahan lagi, meraup dedaunan lagi, lalu dilemparkan. Gagal lagi. Pindah dahan lagi, meraup daun lagi, lalu dilemparkan lagi. Pola serangan yang sama itu terus Mayang Sari lakukan, meski berulang kali pula dapat di tangkis oleh Macan Ireng. Namun, semakin lama serangan itu jadi semakin cepat dan datang dari berbagai arah. Lama kelamaan pun Macan Ireng juga jadi kewalahan. Pria itu turut mempercepat ayunan goloknya guna menangkis serbuan dedaunan Mayang Sari yang datang dari berbagai arah. Setelah berselang lima menit barulah serangan daun Mayang Sari berakhir. Sayangnya, serangan itu sama sekali tidak membuahkan hasil. Jangankan tumbang, tergores pun Macan Ireng tidak.

Macan Ireng tertawa jumawa. Kemudian dengan congkaknya ia berkata, "gadis cilik, kau masih punya ilmu simpanan apalagi? Keluarkan saja semua, biar aku jajal semua ilmumu yang masih cetek itu!"

Bukannya tersinggung, Mayang Sari_ yang berdiri di dahan pohon, justru tersenyum.

"Tak perlu, karena kau sudah kalah," ujar gadis itu yang tentu membuat lawannya heran.

"Aku? Kalah? Jangan bercan__," belum selesai Macan Ireng berkata tiba-tiba pria itu merasakan keanehan pada tubuhnya. Pria itu merasa sekujur badannya kaku dan mati rasa. Bahkan golok besarnya jatuh begitu saja dari genggaman.

"Apa yang...," di tengah kebingungannya Macan Ireng melihat sebuah tusuk konde dengan kepala berbentuk kupu-kupu menancap di pinggangnya. Dan Macan Ireng pun paham apa yang dialami.

Ternyata tadi, selain melemparkan dedaunan Mayang Sari juga sempat melemparkan senjata rahasia berupa tusuk konde berkepala kupu-kupu yang tersembunyi di pinggang gadis itu. Bisa dibilang serangan dedaunan hanyalah tipuan untuk menutupi serangan sesungguhnya, yakni tusuk konde. Yang berbahaya dari tusuk konde Mayang Sari adalah adanya kandungan racun di benda tersebut. Maka tak heran jika sekarang tubuh Macan Ireng jadi kaku dan mati rasa. Sebab begitu kena sasaran racun dari tusuk konde Mayang Sari akan langsung menyebar.

"Anjing laut! rupanya kau begitu licik, pandai bermain racun!" hardik Macan Ireng.

"Jangan khawatir racun itu hanya akan membuatmu lumpuh selama sebulan." Setelah berkata Mayang Sari langsung terbang menuju Macan Ireng, lalu dilayangkannya puluhan tendangan beruntun ke dada.

Begitu tendangan terakhir di layangkan, sekita Macan Ireng melenting ke udara. Lalu tubuhnya membentur pohon sebelum akhirnya jatuh ke tanah dengan berdebam keras. Segala bentu isi perut pun keluar begitu saja dari mulut pria itu.

Setelah urusannya dengan Macan Ireng beres, Mayang Sari mengambil pedangnya kembali. Lalu, perhatiannya beralih ke tempat Patih Mandala. Dimana di sana pejabat kerajaan itu telah dibuat kewalahan oleh lawan-lawannya. Mayang Sari tak tinggal diam. Gadis itu langsung terbang ke tempat Patih Mandala. Kemudian dia berikan tendangan satu persatu pada orang-orang yang mengeroyok Patih Mandala sebelum akhirnya merengkuh tubuh pria itu dan di bawanya terbang.

End....

Legenda Ular HijauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang