Kedua pria yang disebut Ungo dan Uloh tersebut menerjang maju seraya mengayunkan kapak di tangan masing-masing. Segera setelah melihat musuh menerjang, Mayang Sari beringsut mundur beberapa tindak ke belakang. Sehingga serangan dari dua pria yang juga termasuk Sepuluh Bisa dari Kelompok Ular itu, tampak dari kalung tembaga yang melingkar di leher mereka, hanya kena tempat kosong.
Mayang Sari telah bersiap untuk serangan balasan, akan tetapi selusin bunga besi kembali berterbangan ke arahnya. Mayang Sari lantas mengayunkan pedang, menangkis setiap bunga besi yang datang. Sesaat kemudian yang terbang ke arah gadis itu bukan lagi bunga besi, melainkan seorang wanita yang bibir dan kelopak matanya berwarna hitam. Wanita itu tak lain adalah Nyi Welang, orang nomor dua di Kelompok Ular.
Nyi Welang melesat dengan cepat menyongsong Mayang Sari. Dicabutnya pedang yang sedari tadi ia genggam, lalu ia ayunkan.
Trang!
Trang!
Trang!
Pedang Nyi Welang beradu dengan pedang Mayang Sari. Nyi Welang terus merangsek maju sambil terus mengayunkan pedangnya. Menekan lawannya dengan serangan-serangan mematikan. Mendesaknya mundur. Meski begitu, tanda-tanda kemenangan Nyi Welang masih belum terlihat.
Walau sampai terdesak mundur, akan tetapi Mayang Sari masih cukup sigap untuk menangkis setiap serangan yang di layangkan Nyi Welang padannya. Sampai tiba satu momen dimana gadis berbaju putih itu dapat menghentikan laju Nyi Welang. Pedang kedua wanita berbeda umur tersebut saling terpaut, menyilang di depan dada masing-masing. Baik Mayang Sari, maupun Nyi Welang sama-sama mengerahkan tenaga untuk mendorong pedang masing-masing.
"Mayang Sari, si Pendekar Angin Putih, ternyata kau memang kuat seperti yang dirumorkan," berujar Nyi Welang.
"Sebelumnya aku berpikir tiga dari Sepuluh Bisa kami sudah cukup untuk mengurusmu, tapi ternyata aku salah. Setelah melihat dan merasakan sendiri kehebatan ilmu silatmu, aku rasa kau memang pantas jika disebut Pemuda-pemudi Unggul," tambah wanita itu lagi.
"Terima kasih atas pujian Nyai, walau aku tidak tahu siapa Nyai ini dan tidak mau tahu juga," menyahut Mayang Sari ketus.
"Bocah bangsat!" umpat Nyi Welang. "Kalau boleh jujur kami tidak ingin berurusan dengan pendekar sehebat dirimu. Meskipun kami tidak mungkin akan kalah denganmu tapi tidak sedikit pula kerugian yang akan kami dapatkan setelahnya, karena itu aku ingin membuat sebuah penawaran yang tidak akan merugikan kita berdua?"
Dahi Mayang Sari mengerut. "Penawaran?"
"Kau cukup serahkan teman patihmu itu pada kami, selanjutnya anggap saja kita tidak pernah ada urusan apa-apa lagi."
"Jangan harap, aku bukanlah orang rendahan yang rela menjual teman hanya untuk diri sendiri!"
"Aku anggap itu sebagai sebuah penolakan, sayangnya kami tidak pernah menerima sebuah penolakan." Nyi Welang bersiul, tiba-tiba sebuah jala muncul dari kegelapan. Jala tersebut melesat cepat di udara menuju Patih Mandala dan langsung menjerat laki-laki itu.
"Kanda!" pekik Mayang Sari. Seketika saja perhatian gadis itu beralih ke Patih Mandala, dan itu adalah kesalahan fatal.
"Hei, kau lihat kemana?!" Begitu perhatian Mayang Sari teralih Nyi Welang segera memencet tombol rahasia yang berada ganggang pedangnya. Pedang Nyi Welang memiliki ganggang berbentuk kepala ular yang dilengkapi sebuah tombol rahasia. Ketika tombol rahasia tersebut dipencet maka lusinan jarum beracun akan melesat keluar dari mulut ular.
Dengan jarak yang begitu dekat, dalam keadaan siaga saja Mayang Sari mungkin akan mengalami kesulitan untuk menghindari jarum-jarum beracun tersebut, apalagi sekarang ia sedang lengah. Tentu saja jarum-jarum itu telak mengenainya. Belum cukup dengan jarum beracun, Nyi Welang kembali menyerang dengan sebuah tendangan ke perut Mayang Sari yang membuat gadis itu terpental kemudian jatuh di tanah dan tak bergerak lagi.
"Dinda Mayang!" teriak Patih Mandala di kejauhan. Laki-laki itu meronta, mencoba keluar dari jala yang menjeratnya. Namun hal itu sia-sia saja. Bukannya makin longgar justru yang ada jala tersebut makin kencang jeratannya.
Tak lama berselang puluhan laki-laki yang di lengan kirinya melingkar tato ular keluar dari kegelapan. Diantara puluhan laki-laki itu beberapa diantaranya mengenakan kalung tembaga di leher.
"Kita telah berhasil menangkap Patih Mandala, dengan begini hadiah dari Gusti Ra Awu-awu akan jatuh ke Kelompok Ular," kata salah satu laki-laki yang memakai kalung tembaga.
"Ya, sayang, kita harus kehilangan Uro, Ulu, Upat dan sepuluh anggota," sahut Nyi Welang sambil menyarungkan kembali pedangnya.
"Siapa sangka gadis yang masih belia itu ilmu silatnya begitu tinggi," tambah orang nomor dua di kelompok ular tersebut.
"Pengorbanan mereka tidak sia-sia, Nyi. Aku pikir sepadan dengan apa yang akan kita dapatkan nantinya."
"Semoga saja orang itu menepati janjinya. Kalau tidak, kita geruduk saja ke rumahnya."
End.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Legenda Ular Hijau
RandomSetelah Raja Shawarman II mengangkat tiga maha patih agung, Kerajaan Menjangan Agung yang dalam tiga belas tahun terakhir sempat mengalami kemunduran mulai menunjukkan kejayaannya kembali. Sementara itu, pada masa yang sama, di dunia persilatan yang...