XIV. Guru Datang

19 5 30
                                    

"Lepaskan aku!" ronta Patih Mandala ketika sejumlah anggota Kelompok Ular menyeretnya ke hadapan Nyi Welang. Namun, hal itu tentu sia-sia karena jala yang membungkus sekujur badannya layaknya kepompong. Matanya menatap tajam ke arah Nyi Welang begitu wanita itu berada di depannya.

"Aku dengar kalian menyebut nama Ra Awu-awu, apa dia dalang di balik kejadian ini?!" tanya Patih itu kemudian.

Nyi Welang menatap balik Patih Mandala datar. "Uji, apa menurutmu pertanyaannya harus aku jawab?"

"Jawab saja Nyi, kasihan dia nanti kalau sampai mati harus jadi hantu penasaran," sahut pria bernama Uji itu yang merupakan pemimpin Sepuluh Bisa sekaligus tangan kanan Nyi Welang.

"Memang benar Ra Awu-awu lah yang menginginkan kematianmu, tapi hubungan kami dengannya tidak sesederhana yang ada dalam pikiranmu. Dia bukan tuan kami dan kami juga bukan pesuruhnya," terang Nyi Welang pada Patih Mandala.

"Kau juga tidak perlu terlalu sedih, setidaknya malaikat maut akan mempersatukanmu dengan si angin putih yang kau cintai itu," lanjut Nyi Welang yang sudah memegang gagang pedang.

Namun tiba-tiba, sesosok bayangan berkelebat dari arah samping kanan wanita itu. Bersamaan dengan datangnya bayangan tersebut Nyi Welang juga merasakan seberkas angin dingin mendatanginya. Dengan cepat Nyi Welang mencabut pedang dari sarungnya, lalu ia silangkan bilahnya di arah datangnya serangan.

Trang!

Bunyi ketika bilah pedang Nyi Welang bertemu dengan ujung pedang penyerangnya. Begitu terkejutnya Nyi Welang begitu melihat sosok penyerangnya. Orang itu tak lain adalah Mayang Sari.

"Kau? Bagaimana bisa__." Belum selesai Nyi Welang berkata tahu-tahu kaki Mayang Sari sudah menghantam perutnya. Membuat wanita itu terpental sebelum akhirnya jatuh terjengkang ke tanah.

Melihat itu seluruh anggota kelompok ular pun langsung mencabut senjata masing-masing dan menyerbu Mayang Sari. Segera Mayang Sari mengambil selusin tusuk konde kupu-kupu miliknya yang beracun, lalu ia lemparkan ke segala arah. Tidak semua tusuk konde Mayang Sari tersebut mengenai sasaran, akan tetapi cukup untuk membuat repot para penyerangnya. Sementara orang-orang yang terkena tusuk konde seketika tubuh mereka jadi lumpuh.

Kemudian Mayang Sari mengayunkan pedangnya, membabat jala yang menjerat Patih Mandala. Setelah Patih Mandala terbebas dari jeratan jala segera Mayang Sari raih tubuh pria itu untuk selanjutnya ia bawa melesat ke udara.

"Jangan biarkan mereka lolos!" teriak Nyi Welang yang masih rebah di tanah.

Mendengar itu Uji segera melesat ke udara, mengejar Mayang Sari dan Patih Mandala. Di kedua tangan pria itu masing-masing menggenggam sebilah pisau sepanjang 30 cm. Jarak dengan Mayang Sari yang tidak ada setengah tombak membuat Uji tanpa sungkan menikamkan pisaunya ke punggung Mayang Sari. Merasa ada bahaya mengancam dari belakang, Mayang Sari segera berbalik dan mengayunkan pedangnya.

Trang!

Pedang dan pisau saling beradu. Serangan Uji berhasil ditangkis. Sesaat setelahnya giliran Mayang Sari menyerang. Gadis berbaju putih tersebut ganti menikam dada Uji dengan pedangnya. Uji pun juga tak kalah tangkas dalam bertahan. Pria itu lekas merintangkan pisaunya yang lain di depan dada. Sehingga ujung pedang Mayang Sari hanya mengenai bilah pisaunya. Akan tetapi, kuatnya dorongan pada pedang Mayang Sari memaksa pria itu turun dari udara lebih cepat dibandingkan lawan.

"Uma, Unem, Utu hentikan mereka!" berseru Uji sambil melayang turun. Ketiga orang tersebut merupakan anggota dari sepuluh bisa.

Orang yang dipanggil Uma segera melemparkan tambang ke udara dan berhasil menjerat satu kaki Mayang Sari. Sementara orang yang bernama Unem melepaskan lusinan bunga besi. Mayang Sari mengayunkan pedangnya, membabat putus tambang yang menjerat kakinya. Kemudian dengan cepat mengayunkannya lagi untuk menangkis bunga-bunga besi yang berdatangan.

Seluruh bunga besi telah ditangkis, akan tetapi bahaya belum berakhir. Tiba-tiba orang yang bernama Utu muncul di samping Mayang Sari sambil mengayunkan tongkat pikulan kayu. Mayang Sari tidak keburu menghindar ataupun mengayunkan pedang.

Bugh!

Bahu Mayang Sari pun kena hantam begitu saja senjata lawan. Sekaligus memaksa turun gadis itu dari udara. Beruntung Mayang Sari cukup lihai dalam olah tenaga dalam. Sewaktu bahunya kena serang ia masih sempat melapisinya dengan tenaga dalam. Sehingga luka yang gadis itu terima tidak terlalu parah dan dapat mendarat di atas tanah bersama Patih Mandala tanpa kurang satu apapun. Namun, serangan musuh belum berakhir.

Uwo, yang merupakan anggota terakhir dari sepuluh bisa, pun juga sudah maju menerjang seraya melayang tinju. Mayang Sari lekas mengayunkan pedang kembali siap menebas tangan lawan. Alangkah terkejutnya Mayang Sari saat pedangnya bersentuhan dengan tangan Uwo, bukannya darah yang keluar melainkan suara 'trang' yang begitu keras. Rupa-rupanya tangan dari manusia bernama Uwo ini terbuat dari besi.

Karena kaget Mayang Sari jadi lengah. Alhasil tinju dari Uwo dengan telak menghantam perutnya. Di saat bersamaan ia juga melayangkan tendangan ke perut Uwo. Keduanya pun sama terpental ke arah berlawanan. Hanya saja ada Patih Mandala yang menahan Mayang Sari sehingga gadis itu tidak terpental jauh seperti lawannya. Meski demikian, luka yang dialami gadis itu tidaklah ringan karena terlambat memusatkan tenaga dalam di perut. Sesaat kemudian darah menyembur dari mulut Mayang Sari. Cara berdiri gadis berjuluk pendekar angin putih itu juga mulai sempoyongan. Namun dia tetap teguh memegang pedangnya.

Sementara itu di sekitar Mayang Sari dan Patih Mandala, sepuluh bisa beserta anggota kelompok ular lainnya telah membentuk kepungan. Dan lagi, Nyi Welang yang sempat jatuh kini telah berdiri tegap kembali.

"Mayang Sari, sungguh mengejutkan. Bisa-bisanya kau masih berdiri setelah terkena jarum beracunku yang dapat membunuh seekor gajah dalam hitungan menit," berkata Nyi Welang.

"Racunmu itu tak ada apa-apanya sama sekali," balas Mayang Sari ketus.

"Racun tidak bisa tapi pedang tentu bisa." Seulas senyum penuh kejumawaan terukir di wajah Nyi Welang.

"Sebelumnya aku sudah memberimu kesempatan untuk menyelamatkan diri tapi kau malah menolaknya mentah-mentah. Jadi jangan salahkan kami kalau tidak sungkan lagi," berkata lagi Nyi Welang sambil menggosok bilah pedang miliknya.

"Setelah mati, gurumu pasti akan meluruk kemari untuk membuat perhitungan, tapi biarlah itu jadi urusan nanti. Namun, takutnya, gurumu itu begitu masuk ke Hutan Dedet ini, tak bakal bisa keluar kecuali jadi roh gentayangan. Haha.."

Seketika wajah Mayang Sari berubah muram begitu nama gurunya dibawa-bawa dan dilecehkan begitu saja. "Kalian boleh mengejekku tapi tidak dengan guruku!" raung Mayang Sari. "Kalau dia datang kemari aku jamin tak satupun dari manusia durjana seperti kalian akan bisa melihat hari esok!"

Bukannya takut Nyi Welang beserta anak buahnya justru tertawa keras. "Begitukah? Kalau begitu coba panggil dia sekalian biar kami saling berkenalan. haha..."

"Ho, rupanya ada yang ingin berkenalan denganku." Tiba-tiba sebuah suara parau bergema di udara.

Setelah mendengar suara itu tawa dari Nyi Welang beserta anak buahnya seketika lenyap. Semua orang yang berada di tempat itu bertanya-tanya akan dari arah mana suara itu berasal dan siapa pemiliknya. Namun, satu hal pasti yang semua orang ketahui,  adalah orang itu ilmu silatnya tinggi. Hal itu dibuktikan dengan gema suara orang itu yang bahkan mampu membuat dedaunan bergetar.

Diantara semua orang yang ada di sana mungkin hanya satu orang yang sudah tidak asing dengan pemilik suara tersebut. Orang itu tak lain adalah Mayang Sari.

"Hei! Kalau boleh tahu dengan orang hebat mana kami berurusan? Kalau boleh bisakah Ki Sanak menampakkan diri?!" seru Nyi Welang.

"Aku? Aku adalah guru dari gadis yang kalian tindas itu. Katanya kalian tadi ingin berkenalan makanya aku datang," sahut si orang misterius. "Tapi, kalau kalian masih penasaran aku akan menampakkan diri."

Tak lama berselang dari langit gelap malam turun sesosok pria berjubah hijau. Pria itu mendarat tepat di depan Mayang Sari. Wajah Mayang Sari berubah cerah begitu melihat sosok yang berdiri di depannya. Lalu secara spontan dari mulut Mayang Sari keluar kata-kata, "guru."

End.

Uji :ulo siji /ular satu
Uma v ulo lima/ular lima

Legenda Ular HijauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang