XXX. Jurus Maut

3 0 0
                                    

Sementara itu, Alap-alap Ireng yang telah terluka di luar dugaan kembali memasuki area pertempuran. Setelah mengambil tombaknya, yang tergeletak di tanah, pemimpin kelompok elang itu terbang tinggi ke udara. Begitu berada tepat di atas Ular Hijau ia cepat-cepat menukik turun dengan kedua kaki berada di atas dan kepala di bawah serta tombak menjulur ke muka.

Melihat dari atas Alap-alap Ireng menyerang, Ular Hijau segera menggerakkan batang tombaknya, membentuk lingkaran-lingkaran kecil di udara. Rantai besi yang terhubung pun seketika mengikuti arah gerak batang tombak di tangan Ular Hijau sehingga terbentuk sebuah spiral yang mirip angin puting beliung. Yang makin lama makin kecil dan mengurung Alap-alap Ireng di dalamnya.

Dan begitu Ular Hijau menghentakkan batang tombaknya, rantai besi yang tadinya cuma mengurung Alap-alap Ireng, sekarang jadi melilit sekujur tubuh pemimpin kelompok elang tersebut. Kemudian Ular Hijau mengayunkan batang tombak ke kanan, lalu ke kiri. Kemudian diayunkan lagi ke depan dan belakang serta memutar. Membuat Alap-alap Ireng yang terjerat rantai terombang-ambing di udara.

Setelah puas mempermainkan Alap-alap Ireng, Ular Hijau menghentakkan batang tombaknya, seketika rantai yang melilit badan Alap-alap Ireng terlepas. Kemudian pria berbaju hijau itu menekan tombol yang tadi ia gunakan untuk melontarkan trisula. Dengan sekejap rantai beserta trisula kembali bersatu dengan batang tombak.

Sementara itu, Alap-alap Ireng yang sudah tak berdaya, akibat dipermainkan Ular Hijau, langsung jatuh dengan posisi kepala menghadap langsung ke permukaan tanah. Sebuah posisi jatuh yang benar-benar bisa membahayakan nyawa.

Namun, sebelum kepala Alap-alap Ireng benar-benar membentur tanah, sesosok bayangan berkelebat menyambar tubuhnya. Di saat yang bersamaan sepasang celurit terbang cepat ke arah Ular Hijau. Awalnya sepasang celurit itu terbang dari arah depan Ular Hijau. Kira-kira tiga puluh langkah sebelum mencapai Ular Hijau, sepasang celurit tadi berpisah. Yang satu berbelok ke arah kanan sedang satu lagi ke kiri. Tak lama kemudian keduanya kembali berbelok arah lagi menuju sasaran yang sama yakni Ular Hijau.

Melihat senjata datang mengancam dari arah kiri dan kanan, Ular Hijau lekas mundur beberapa tindak ke belakang sehingga kedua celurit tadi hanya lewat saja di depannya sebelum terbang kembali pada si pemilik. Namun, bahaya belum berakhir. Dari arah belakang pria berjubah hijau itu seseorang telah menghunuskan pedang untuk menikam punggungnya.

Seolah punya mata di belakang kepala dan tahu seseorang telah mengincarnya punggungnya, Ular Hijau dengan cepat bergerak memiringkan badan sehingga ujung pedang musuh hanya kena tempat kosong. Setelah itu ia ganti menjulurkan satu tangannya untuk menyambar pergelangan tangan si pemilik pedang. Sayangnya, si pemilik pedang juga cukup cekatan untuk segera menarik kembali pedangnya serta mundur sepuluh langkah ke belakang.

Alhasil tangan Ular Hijau hanya dapat meraih angin. Meski begitu, ia tidak bernafsu untuk mengejar. Ular Hijau hanya diam saja di tempat seraya menatap dingin si pemilik pedang. Tak lama berselang dua orang pria bergabung bersama si pemilik pedang, salah satunya membawa Alap-alap Ireng di pundak.

Ular Hijau menatap kedua pria itu juga dengan dingin. Kemudian ia mendengus dan berkata pada tiga orang yang sekarang berdiri di hadapannya, "aku tidak tahu sebutan lain selain bodoh untuk kalian."

"Padahal selagi aku sibuk tadi, kalian bisa diam-diam kabur, tapi kalian justru kembali lagi untuk menantangku," lanjut pria itu lagi.

Ketiga orang itu tak lain adalah Macan Loreng, Ki Weling dan Wre Baranang. Tepat setelah luka serta tenaga mereka pulih, ketiga orang ini langsung ikut terjun dalam pertarungan. Macan Loreng yang tadi menangkap Alap-alap Ireng, Wre Baranang yang menyerang Ular hijau dengan sepasang celurit. Sedang yang tadi menyerang Ular Hijau dari belakang adalah Ki Weling.

"Kau memang ada benarnya, tapi sebagai pendekar kami masih punya kehormatan untuk dijaga!" sahut Macan Loreng. "Demi dua adik seperguruan dan seluruh anak buahku yang terluka akibat ulah muridmu, aku ingin meminta pertanggung jawaban meski harus bertaruh nyawa!"

"Istri dan seluruh bawahanku yang kau habisi pun juga akan terus bergentayangan kalau aku tidak bisa mempersembahkan kepalamu pada mereka!" sambung Ki Weling.

"Kodok busuk, kau telah berani membuat huru-hara di Hutan Dedet yang merupakan daerah kekuasaan kami, kalau kami membiarkanmu begitu saja mau ditaruh mana wibawa kami?!" menimpal Wre Baranang.

"Kehormatan? Wibawa? Solidaritas?" Ular Hijau tertawa. "Omong kosong, aku sedikitpun tidak pernah berpikir kalau manusia-manusia macam kalian punya hal yang seperti itu."

"Bedebah! Kau benar-benar meremehkan kami ha?!" sentak Alap-alap Ireng yang masih berada dalam gendongan Macan Loreng. Kemudian pemimpin kelompok elang itu meminta Macan Loreng untuk menurunkannya dan Macan Loreng pun menurut.

Alap-alap Ireng berdiri dengan bertumpu pada tombaknya. Kedua mata pria itu menatap nyalang ke Ular Hijau. Kemudian berkata dengan lantang.

"Kehormatan, wibawa, reputasi apapun itu memangnya kenapa kalau kami tidak punya?! Yang kuat yang bertahan, yang kuat yang selalu benar, itulah aturan umum di hutan ini!"

"Hahahha!"

Ular Hijau kembali tertawa, kali ini lebih keras. "Benar juga, pada akhirnya hukum rimbalah yang menentukan segalanya. Tapi, apa kalian pikir kalian cukup kuat untuk membunuhku?"

Sementara itu, Lembu Sura dan Bajul Wesi yang sempat tumbang akibat serangan Ular Hijau sebelumnya susah bisa bangkit kembali. Kedua orang itu lalu berjalan ke arah Ular Hijau dan berhenti tepat seluruh langkah dari pria itu.

"Ular Hijau, jangan remehkan kami enam pemimpin penguasa Hutan Dedet. Saat kami bersatu satu kompi prajurit istana pun bukan tandingan kami!" kata Lembu Sura geram.

"Benarkah? Tapi sekarang kalian sudah babak belur." Kata-kata Ular Hijau itu kontan membuat enam pemimpin geram bukan main.

"Hei, sudah kubilang jangan remehkan kami!" Lembu Sura adalah orang yang pertama bereaksi. Ia berkata dengan geram.

"Sekalipun sudah babak belur kami pasti akan membunuhmu. Kami masih punya jurus simpanan yang belum kau lihat!" tambah Bajul Wesi.

"Hmmm, menarik."

Ular Hijau menekan tombol pada tombaknya. Itulah tombol yang sama yang digunakan untuk merubah tongkat jadi tombak trisula. Seketika saja tombak pun berubah jadi tongkat kembali. Kemudian ia tancapkan tongkatnya itu ke tanah, lalu dengan lantang berseru,

"Hei, arwah-arwah gentayangan yang menghuni hutan! Beristirahatlah kalian dengan tenang sebab hari ini dendam kesumat kalian akan terbalas!"

"Hari ini, saat ini juga, aku Ular Hijau akan membinasakan orang-orang yang telah membinasakan kalian!" lanjut pria berjubah hijau itu.

End

Legenda Ular HijauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang