6. 💯

2.9K 202 4
                                    

Xander masih membaca artikel tentang ibu, senyuman terbit di wajah tampannya merasa teharu dengan tulisan-tulisan di sana, membahas tentang kecantikan yang beliau miliki di tambah kebaikan-kebaikan ibu Arini tertulis jelas di dalam artikel, satu artikel yang begitu menarik perhatian Xander di atas tertulis, "seminggu menjadi dosen baru Westren University sudah mampu menarik perhatian sekampus dengan kebaikan hati yang beliau miliki, Arini Wulandari".

Senyuman Xander luntur begitu saja setelah membuka lembaran terakhir jantung cowok itu memompa begitu dahsyat membaca artikel di sana "Westren University berduka kehilangan dosen tercinta, Arini Wulandari, beliau meninggal jatuh di toilet tepat di samping ruangan dosen fakultas kedokteran".

Xander meremas buku di tangannya, menunduk meneliti siapa penulis artikel di sana, di ujung tertulis Aldiansyah ketua klub jurnalistik, cowok itu bergegas keluar dari perpustakaan meninggalkan Devan yang masih sibuk mencari berita tentang ibu Arini.

Sampai di depan ruangan klub jurnalistik Xander menghembuskan nafas panjang menenangkan diri, sebelum mengetuk pintu, perlahan pintu terbuka memperlihatn wajah tampan di sana tersenyum ramah kearah Xander, cowok itu baru menyadari satu hal Wetren University gudangnya cowok tampan dan cewek cantik.

"Silahkan masuk, ada keperluan apa ya ?", tanya cowok itu membuka pintu lebar agar Xander masuk kedalam ruangan

Xander memeliti ruangan yang terlihat berantakan dengan kertas-kertas berserakan di lantai, "maaf ya ruangan lagi tidak terurus semuanya sibuk membuat artikel", ujar cowok itu meringis.

"Maaf menganggu kak, gue mau ketemu kak Aldiansyah", ujar Xander menyampaikan tujuan datang ke ruangan klub jurnalistik.

Seorang cowok muncul dari dalam ruangan dengan alis terangkat tinggi, "Reno, siapa yang nyari gue ?", tanyanya, Xander menoleh mendengar suara Aldi.

"Kayaknya maba Di, lo bicara gih sama dia, gue mau lanjut dulu buat artikel", ujar Reno masuk kedalam ruangan tempat anak jurnalistik berkumpul, Aldi duduk di kursi menatap wajah Xander yang terlihat familiar.

"Ada apa ?", tanyanya to the poin.

Xander menghembuskan nafas perlahan tersenyum tipis menatap seniornya, "gini kak gue mau nanya soal artikel yang kakak tulis dua tahun lalu soal ibu Arini?", ujar cowok itu.

Aldi menautkan alis bingung, Xander berusaha tetap tenang, "gue cuma nulis tentang kebaikan ibu Arini beserta kecantikan beliau yang di puja-puja satu kampus, gue juga bahkan terkagum-kagum dengan beliau, lo pasti dengar dari cerita senior-senior tentang beliau, di hari pertama beliau resmi jadi dosen di sini banyak yang terang-terangan memperlihatkan ketertarikan pada beliau, usia yang sudah tidak muda lagi namun kecantikan masih seperti gadis umur 20 tahun".

"Satu lagi yang membuat banyak yang mengidolakan beliau, kebaikan hati yang beliau miliki, banyak di antara senior lo sekarang yang mendapat bantuan dari beliau, itu alasan banyak yang terpukul dengan kepergian ibu Arini walaupun beliau mengajar cuma tiga bulan di sini namun kehadiran beliau tentu begitu membekas", lanjut Aldi lirih.

Xander menipiskan bibir mengepalkan tangan kuat menahan diri tetap menampilkan senyuman, "kalau boleh tahu sebab beliau meninggal itu apa kak ?", tanyanya penuh kehati-hatian.

Aldi menghembuskan nafas bersandar di kursi menatap kosong ke depan, "sejujurnya ngak ada yang tahu pasti sebab ibu Arini meninggal, artikel yang gue tulis saat itu sesuai arahan dari senat".

Deg

Xander terdiam beberapa saat, "senat langsung yang meminta kakak membuat artikel seperti itu ?", tanyanya lagi dengan perasaan campur aduk.

Aldi menggelengkan kepala lemas, "gue dapat email dari ketua senat, Marvin, tunggu, kenapa lo tertarik dengan artiket tentang ibu Arini ?", ujarnya terlihat sedikit bingung.

"Gue pernah di tolong sama beliau kak, gue berharap bisa ketemu beliau di kampus ini tapi yang gue dengar ibu Arini sudah meninggal gue juga ngak sengaja baca artikel yang kakak buat, jadi itu alasan gue bertanya langsung sama kak Aldi", ujar Xander berbohong.

Aldi menganggukan kepala percaya, "gue tahu perasaan lo, gue juga salah satu yang pernah mendapat bantuan beliau", ujarnya tersenyum.

Xander menganggukan kepala, "kalau begitu gue permisi kak, makasih atas informasinya ,maaf juga menganggu aktifitas kak Aldi", ujarnya sopan.

Aldi terkekeh, "santai, gue selalu semangat membahas tentang ibu Arini semasa beliau masih hidup, eh kita belum kenalan gue Aldi", sapanya baru mengingat, Xander meringis membalas uluran tangan cowok itu, "Xander", ujarnya.

"Gue permisi kak", pamit Xander yang di jawab anggukan oleh Aldi setelah Xander keluar, Aldi kembali masuk kedalam ruangan bergabung dengan anggota lainnya.

"Woy anj_ lo kemana aja hah gue sampai minta tolong sama Zea dan Vanes keliling perpus cari lo doang", amuk Devan langsung melihat Xander di koridor.

Cowok itu meringis, "maaf tadi ada keperluan, lupa kasi tahu lo", ujarnya.

Devan mencibir pelan, "sudah lah yuk kembali ke kelas, bentar lagi dosen masuk", ujarnya merangkul Xander berjalan beriringan menuju ruang kelas.

***

Zea dan Vanes memutar bola mata jengah di dalam kelas, setelah keliling mencari Xander di perpus keduanya berlari menuju kelas setelah mendapat informasi sudah ada dosen yang masuk, namun sialnya dosen hanya sebentar dan keluar kembali, "huaaaaa", teriak gadis cantik yang duduk di tengah-tengah membuat yang lain kompak menoleh kaget.

"Chika lo kenapa ? Kesurupan ?", tanya salah satu dari mereka.

Zea dan Vanes menautkan alis bingung melihat wajah Chika yang terlihat memerah perlahan gadis itu menampilkan senyuman bahagia berdiri berputar-putar di dalam kelas membuat yang lain mengidik ngeri takut-takut gadis itu kesurupan.

"Gaysss gue bahagia, cowok yang gue suka ngajak ketemuan huaaaaaa", teriaknya menutup wajah yang semakin memerah.

"Huuuuuuuuu".

Teriak satu kelas kompak menggelengkan kepala melihat tingkah gadis itu, Chika mendelik kesal menghentakan kaki kembali duduk, Zea mengatupkan bibir dengan perasaan tidak menentu menyeruak di dalam hati, gadis itu berusaha menghilangkan fikiran negatif dari fikirannya melirik Chika yang masih terlihat sangat bahagia di tempat duduk menatap ponsel dengan mata berbinar cerah.

●●●●●

Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang