Xander dan Devan berjalan beriringan menuju kelas, Zea dan Vanes sudah lebih dulu berlalu mendapat informasi di grup kelas meminta untuk masuk kedalam kelas karena dosen sudah menuju ruangan, Xander dan Devan berhenti di koridor menoleh ke arah lapangan outdoor melihat selembaran-selembaran kertas jatuh dari atap layaknya air hujan, banyak mahasiswa yang belum masuk kedalam kelas berhamburan mendekat penasaran, begitupun dengan Xander dan Devan.
Sampai di sana kedua cowok itu memungut selembaran kertas yang terlihat seperti foto mata kedua cowok itu membelalak kaget terlihat jelas di dalam foto ada Arion wakil senat dan Atika berciuman di sana, hal itu memancing kembali kehebohan, bisikan mulai terdengar, Xander mendongak menatap tiap atap gedung fakultas namun tidak ada satupun orang di atas sana.
"Siapa yang buang sampah seperti ini ?", tanya Marvin tiba-tiba melihat banyak kertas berserakan di lapangan.
Tidak ada yang menjawab masih setia berbisik apa lagi ada Arion di sana dan juga Tika, Sam yang penasaran mendekat mengambil selembaran, mata cowok itu membola sempurnah, "Vin", panggilnya mencoba menguasai diri memungut beberapa selembaran lagi membawa ke arah pengurus senat memperlihatkan apa yang ada di dalam foto
Wajah Atika berubah pucat melihat semua foto yang ada di sana, Arion terlihat mengepalkan tangan menahan emosi siap meledak, Leon, Marvin, dan Dilla melongo tidak percaya kompak menoleh kearah Atika dan Arion, "kalian berdua ikut keruangan", perintah Marvin sinis
"Vin jaga emosi lo", peringat Sam memberi kode kearah yang lain untuk ikut masuk kedalam ruangan senat, "KALIAN MASUK KEDALAM KELAS MASING-MASING KALAU ADA SATUPUN DARI KALIAN MASIH BERGOSIP TENTANG APA YANG KALIAN LIHAT GUE SENDIRI TURUN TANGAN MEMBUNGKAM MULUT KALIAN", teriak Leon menggelegar membuat yang lain merinding bergegas bubar.
Xander dan Devan saling pandang, seringai di wajah Xander terlihat jelas begitu tampak menatap punggung pengurus senat, "Xan, ini bukan ulah lo kan ?", tanya Devan menuduh membuat Xander memutar bola mata malas menepuk pundah cowok itu kuat.
"Ngak ada gunanya gue lakuin ini semua, kecuali hal ini bisa mendapat petunjuk tentang kasus ibu", ujarnya mengangkat bahu acuh berjalan menuju kelas di ikuti Devan dari belakang yang terlihat menganggukan kepala mengerti.
Diruangan senat situasi begitu menegangkan,wajah Marvin begitu datar menatap Rion dan Atika yang kini duduk di kursi depan meja Marvin, Sam, Leon dan Dilla menatap takut-takut berdiri mendampingi
"Sekarang kalian berdua jelasin apa yang ada di foto ini ?", tanya Marvin memijit pelipis yang terasa berat.
Rion hanya diam enggan menanggapi, "maaf", satu kata lolos dari bibir Atika, wajahnya masih terlihat sangat pucat sekarang melirik kearah Rion yang terlihat santai saja, "gue ngak minta lo minta maaf gue butuh penjelasan", tekan Marvin di setiap kata.
Rion mendengus melihat Atika yang tidak kunjung bicara, "biar gue jelasin, gue dan Atika ngak punya hubungan apa-apa, bukan karena peraturan senat yang melarang punya hubungan, lo sudah bilang sama kita walaupun ada peraturan seperti itu jika di antara kita ada yang saling suka langsung jujur sama lo agar kedepannya tidak ada yang canggung jika terjadi sesuatu dalam hubungan masing-masing, waktu itu kita baru saja resmi jadi pengurus senat gue pulang paling akhir belum sempat gue keluar dari ruangan senat Atika tiba-tiba masuk dan melakukan hal yang ada di dalam foto", ujarnya tetap santai.
Atika menunduk dalam saat semua mata menoleh kearahnya, Dilla mendekat mengusap punggung gadis itu menenangkan, "cerita saja Tik, kita ngak akan marah", ujarnya lembut tersenyum tipis menguatkan gadis itu.
"Gue minta maaf saat itu gue benar-benar di kuasai oleh cemburu, kalian ingat saat kita resmi jadi pengurus senat waktu itu di dalam ruangan tiada hari tanpa pembahasan ibu Arini, kalian terang-terangan memuji kecantikan ibu Arini bahkan setelah beliau meninggal dan jujur itu membuat gue muak, yang memang sudah punya rasa sama Rion dari dulu", ujarnya menggebu-gebu dengan suara menurun di akhir kalimat.
Marvin kembali memijit pelipis yang lain sampai melongo tidak percaya mendengar alasan gadis itu, Rion berdecih sinis terang-terangan, "dan lo sudah tahu sendiri gue sudah anggap lo berdua saudara gue sendiri Tik, setitik pun perasaan lebih untuk lo ngak ada, gue menyayangi lo sama Dilla sebatas rasa sayang terhadap saudara sendiri", ujarnya terkesan dingin namun masih terdengar lembut.
"Sudahlah itu cuma masa lalu, berhenti membahas, lo Tik, bagaimana pun rasa cemburu menguasai diri jangan lakukan hal yang bisa membuat lo malu dan rugi sendiri, dan lo, Rion, lo masih ngak normal ?", tanya Leon serius di akhiri ejekan di akhir kalimat.
Yang lain sudah terpana mendengar cerama cowok itu kompak berdecih mendengar kalimat akhir dari cowok itu, "anj__ gue masih normal gobs", umpat Rion tidak segan sama sekali, suasana kembali cair seperti sebelum-sebelumnya.
"Tik, gue harap cari cowok di luar sana lo sudah sangat tahu tentang kami berempat", ujar Sam menepuk puncak gadis itu.
Marvin manautkan alis, "bukannya lo dulu suka sama Atika ya, emang sekarang sudah ngak ?", tanya Marvin terang-terangan.
Sam terlihat memutar bola mata malas, "jadikan terua ejekan Vin, itu cinta monyet saat remaja, sekarang gue sudah punya incaran", ujarnya terlihat sangat santai masih menepuk puncak Atika.
Semua menatap dengan tatapan horor, "siapa ?", tanya mereka kompak kecuali Atika yang masih memilih diam.
"Ada, anak kedokteran", ujar Sam tersenyum malu-malu membuat yang laim heboh mengumpati.
Atika tersenyum kecut mendengar pengakuan dari mereka, harusnya dari awal gadis itu tidak menaruh hati pada salah satu keempat cowok itu, harusnya gadis itu paham perasaan mereka, Marvin tersenyum tipis berdiri, memgusap punggung Atika lembut, "lo akan dapat cowok yang lebih baik Tik, ngak usah malu, satu kampus ngak akan berani berbicara yang tidak-tidak tentang lo maupun Rion", ujarnya membuat senyuman Atika terbit di wajah cantiknya, suasana benar-benar kembali seperti sedia kala.
●●●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)
Mystery / ThrillerXander Erlangga, cowok tampan, maniak milkita rasa coklat, masuk ke dalam Westren University adalah satu tujuannya dari SMA bukan tanpa alasan tapi untuk menguak tentang kematian ibu Arini ibu kandung Xander sekaligus dosen di kampus. Namun di hari...