29. 💯

2.4K 185 2
                                    

Cafe milik Zeanne ramai seperti biasa terutama di malam hari seperti sekarang, terlihat Xander, Devan, Zea dan Vanes masuk kedalam berjalan ke ujung ruangan menelusuri lorong kecil sampai di ujung Xander dan Devan melongo melihat di area belakang cafe terdapat bangunan kecil yang terlihat seperti rumah, benar saja di dalam ada dua kamar, dapur kecil dan ruang bersantai,"anjir Ze lo niat bangat bikin usaha", ujar Devan terkagum-kagum.

Zea tersenyum tipis menanggapi tidak seperti biasa, Xander dapat melihat perubahan yang begitu terlihat setelah kedua gadis itu mendapat teror kepalan tangan Xander kembali menguat mencoba meredakan emosi, "kalian nginap malam ini kan ?", tanya Vanes takut-takut matanya selalu melirik kepenjuru ruangan.

Xander dan Devan menganggukan kepala, "iya kita nginap malam ini, besok kampus libur karena kejadian tadi di kampus, kalian berdua ngak perlu khawatir semuanya akan baik-baik saja", ujar Devan menenangkan duduk di tikar tepat di ruangan bersantai.

Zea keluar bawa minuman dan cemilan, "makasih atas bantuan kalian berdua", ujarnya lirih.

"Gue yang harusnya minta maaf karena gue kalian sampai kena teror juga", ujar Xander semakin merasa bersalah dengan semua kejadian di kampus.

Vanes mencibir kesal, "itu bukan salah lo Xan, salah pelaku pembunuhan yang ngak punya hati", ujarnya menggebu-gebu, Devan tersenyum tipis menggelengkan kepala melihat tingkah gadis itu.

"Gue juga sudah ngabarin ayah, jadi kalian berdua akan di jaga oleh anggota kepercayaan ayah, jadi jangan khawatir gue dan Xander berusaha menjaga kalian", ujar Devan penuh tekad.

Xander menipiskan bibir mengangguk walaupun perasaannya sudah tidak karuan cemas setengah mati, "soal kasus di kampus gimana Dev ?", tanya Xander akhirnya setelah beberapa menit terdiam.

Devan menghembuskan nafas melirik kearah Zea dan Vanes yang sudah serius menatap tv, "ayah terancam copot baju Xan", ujarnya lesu membuat Xander terbelalak kaget.

"Kenapa ?", tanyanya tidak percaya.

"Ayah ngotot tetap menyelidiki kasus di kampus walaupun keluarga korban tidak ingin menyelidiki karena dapat ancaman, sekarang ayah memberontak dan ingin menyelidiki kasus secara terang-terangan, pak Agus terima dengan satu syarat jika dalam waktu sebulan ayah tidak bisa menangkap pelaku maka ayah harus melepas jabatan dan behenti", jelas Devan, tentu hal itu semakin memancing emosi Xander.

"Apa karena gue bokap lo sampai bersikeras seperti itu ?", tanya Xander meredakan amarah.

Devan menggelengkan kepala kemudian menganggukan kepala, "selama ini ayah menyelidiki kasus dua tahun diam-diam karena jika ayah memberontak takut-takut lo lebih dulu di temukan sama pelaku, tapi sekarang ayah sudah tahu siapa lo, akhirnya sekarang ayah tidak bisa juga tahan memilih memberontak", jelasnya.

Xander mengatupkan bibir mengehembuskan nafas keluar duduk tepat di depan terlihat satu kursi panjang sengaja di letakan di sana lampu redup serat lampu warna warni memperindah suasana, "ehm".

Xander menoleh dengan alis terangkat tinggi melihat Zea duduk di samping cowok itu menyodorkan minuman kaleng, "lo kefikiran ?", tanyanya, cowok itu menganggukan kepala menatap minuman di tangan.

"Semuanya akan baik-baik saja, gue percaya sama ayah Devan, beliau sudah memikirkan langkah apa yang akan di ambil", ujar Zea menepuk pundak Xander lembut.

Cowok itu menoleh membuat Zea terbelalak memalingkan pandangan Xander tersenyum tipis, "bukan hanya itu yang buat gue cemas, gue cemas karena lo dan Vanes sampai kena teror juga", ujarnya masih tetap menatap wajah gadis cantik itu dari samping.

Zea mengulum bibir menahan senyum melirik, "gue percaya sama lo, tidak mungkin lo biarin kita terancam, jadi apapun yang lo minta demi keselamatan gue dan Vanes tentu gue akan turuti", ujarnya penuh keyakinan kini menatap malu-malu wajah Xander.

Xander tersenyum spontan mengacak rambut gadis itu, "makasih sudah buat hati gue merasa tenang, jujur dari tadi gue sudah merasa putus asa apa lagi mengingat kejadian di kampus di tambah mendengar lo dan Vanes kena teror juga", ujarnya.

Zea tersenyum mengangguk binar mata yang indah kembali terpancar dari sana membuat Xander enggan memalingkan memilih tetap fokus menatap mata milik Zea yang begitu menenangkan, "kata Vanes lo belum pernah suka sama seseorang ? Apa itu benar?", tanyanya membuat Zea terbelalak dengan pipi memerah.

"Gue sebenarnya sudah menyukai seseorang dari masa remaja hanya saja gue hanya mendam takut menerima kenyataan kalau cowok yang gue suka tidak menyukai gue", ujarnya masih menampilkan senyuman.

"Siapa ?", tanya Xander penasaran.

Zea masih tetap menampilkan senyuman menatap kedepan kearah lampu warna warni, "gue ketemu sama dia saat masih SMP, dia sosok yang begitu ramah, tidak pernah berbicara tinggi pada seorang perempuan, hati gue terpesona begitu saja melihat dia menenangkan seorang penjual di kantin".

Xander terdiam merasa familiar dengan cerita gadis itu, tapi anehnya otak jenius cowok itu tidak mampu mengingat apa-apa, "gue ngak ingat emang ada ya, perasaan waktu SMP kita berempat satu kelas kok gue ngak tahu soal cerita itu", ujarnya.

Zea berdiri masih menampilkan senyum, "gue ke depan dulu ya mantau cafe", ujarnya beranjak, namun langkahnya berhenti tanpa menoleh, "lo ngak akan tahu karena cowok itu adalah lo, Xander", ujarnya bergegas pergi meninggalkan cowok itu yang terlihat membelalak dengan perasaan aneh menyelimuti hati, perasaan yang belum pernah dia rasa, rasa hangat menjalar di dalam dirinya perlahan senyuman lebar muncul di wajah tampannya.

Melihat Zea mengikuti Xander keluar Vanes yang duduk di tikar jadi salah tingkah melirik kearah Devan mencoba menguasai diri, "hm gue keluar ya, kalau lo mau istirahat pake kamar di sebalah biar gue satu kamar sama Zea malam ini", ujarnya berdiri.

Berhenti saat pergelangan tangannya ditahan, Devan tersenyum tipis menarik Vanes sampai gadis itu terduduk kembali dengan posisi yang begitu dekat dengan cowok itu, wajah Vanes memerah begitu saja bisa melihat wajah tampan Devan dari dekat, "apa benar apa yang di katakan Zea waktu itu, soal perasaan lo ?", ujarnya membuat Vanes membelalak sempurnah menunduk salah tingkah.

Devan mengulum bibir menahan senyuman melihat wajah gadis itu semakin memerah, keduanya sama-sama terdiam

●●●●●

Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang