32. 💯

2.4K 178 4
                                    

Marvin duduk di sofa di dalam kamar menatap lebtop di meja memperhatikan layar yang memperlihatkan kondisi kampus, alis Marvin terangkat tinggi setelah dua puluh menit menatap layar muncul seorang cowok menggunakan topeng anonim dari arah gerbang belakang membawa sebuah kotak terlihat seperti kado, Marvin memantau kemana cowok itu pergi tapi sialnya kamera yang di pasang terbatas, Marvin hanya melihat cowok itu melangkah ke ruangan kelas.

Hanya lima menit cowok itu kembali muncul keluar melalui gerbang belakang, Marvin mencoba berfikir memperhatikan, "gue yakin tebakan gue tidak meleset, dia pasti dalangnya", gumamnya.

Tok tok tok

"Den ada yang datang mau bertemu dengan aden", teriak bibi di luar membuat Marvin menutup lebtop bergegas keluar, alis terangkat melihat Xander dan Devan ada di sana duduk di sofa ruang tamu, "ada apa ? Kita ketemu tadi pagi, ngapain ke sini sore-sore begini?", tanyanya ikut duduk.

Kedua cowok itu menatap Marvin serius, "kami datang ke sini mau bertanya kak, apa di antara anggota senat ada yang punya luka goresan di pipi ?", tanya Xander langsung.

Marvin terdiam sejenak sambil berfikir menganggukan kepala, "iya, Rion dan Leon sama-sama punya goresan luka di pipi saat kecil keduanya tidak sengaja tergoret dalam hanya saja kalau kemana-mana mereka selalu menutupi dengan bedak, kenapa ?", jelas Marvin.

Xander dan Devan terdiam sejenak, "menurut pengakuan kak Nino kurir yang sering mengirim paket berisi teror pelaku punya luka garis di pipi", jelas Devan membuat Marvin termenung.

"Gue juga curiga dengan Leon dari awal dia terlihat mencurigakan, selalu keluar kampus paling akhir seperti tuduhan Reno waktu itu, tapi gue juga ngak belum yakin sepenuhnya, oh iya ada yang ingin gue perlihatkan pada kalian kebetulan kalian di sini jadi ngak perlu lagi gue salin", ujarnya bergegas kembali ke kamar mengambil lebtop keluar memperlihatkan pada kedua cowok itu hasil yang dia dapatkan.

Xander dan Devan memperhatikan saling pandang, "gue rasa pelaku mengirim teror pada Zea atau Vanes", ujar Xander tiba-tiba terlihat begitu yakin di penuhi rasa cemas di hati.

Semua kembali terdiam dengan fikiran masing-masing.

***

Seorang gadis keluar dari kamar mandi menggunakan piyama mengeringkan rambut menggunakan handuk bersenandung senang menatap ke arah kaca, tubuh gadis itu membeku menatap di kaca terlihat seorang cowok berdiri menggunakan topeng anonim tersenyum menyeringai di baliknya, gadis itu menoleh perlahan dengan tubuh yang sudah bergetar.

"Lo siapa hah ?", bentak gadis itu mengambil barang melempar ke arah cowok itu namun lemparan gadis itu dengan mudah di hindari, "sayang, ini gue loh".

Deg

Jantung gadis itu terasa berhenti sangat mengenali suara di balik topeng itu, air mata spontan keluar membasahi pipi menggelengkan kepala tidak percaya, "ngak mungkin lo____", ujarnya tercekat tidak sanggup melanjutkan ucapan.

Cowok itu sudah ada di hadapan gadis itu yang terlihat sudah tidak bisa lagi menggerakan tubuh terlalu shok, "ini gue Dilla", ujar cowok itu mengusap pipi gadis itu.

Dilla menggelengkan kepala memejamkan mata berusaha menggerakan tubuh yang terasa kaku, perlahan cowok itu membuka tipeng anonim yang menutupi wajah, Dilla membelalak tubuh spontan luruh kebawah terlalu shok, "kenapa hiks ?", tangis Dilla pecah.

Seringai di wajah cowok itu terlihat berjongkok menarik rambut basah Dilla dengan kasar, "lo sudah terlalu banyak tahu Dilla", ujar cowok itu dingin.

Dilla meringis menahan rasa sakit di kepala masih mengeluarkan air mata, "gue cinta sama lo hiks, sampai akhir kenapa lo ngak pernah melirik gue, ibu Arini ibu Arini hanya dia yang lo fikir sampai sekarang", teriak Dilla meronta-ronta tidak peduli dengan rambut yang sudah rontok.

Bughhh

"Stt sialan", umpat cowok itu merasakan sakit di kepala karena sundulan keras gadis itu, Dilla berlari ke arah pintu semakin frustasi setelah mengetahui pintu kamar terkunci, "lo cari ini sayang, bukannya lo bilang cinta sama gue, jadi sekarang kita bermain terlebih dahulu", ujar cowok itu tersenyum senang.

"LO GILAAAA, LO SUDAHHH GILAAA", teriak Dilla di penuhi ketakutan tidak percaya melihat orang yang dia kenal dari kecil bahkan menaruh hati padanya terlihat sangat berbeda kali ini, gadis itu mencari keberadaan ponselnya yang berada di nakas samping tempat tidur.

Cowok itu mendekat mengeluarkan pisau lipat dari dalam jaket tanpa Dilla ketahui menarik lengan gadis itu kasar.

Srekkkk

"Auhhh lo gilaaa, hiksss kita sudah bersama dari kecil dan lo __"

Sreekkkkk

Hanya satu tebasan di leher gadis itu kehilangan nyawa, cowok itu mengeluarkan karung besar yang sengaja dia bawa memasukan tubuh gadis itu keluar membawa kemobil, melewati jalanan sepi, sampai di tepi sungai cowok itu menghentikan mobil membuang karung berisi mayat Dilla.

"Tinggal satu orang lagi, tunggu Zeanne sayang, sifat lo yang paling mirip dengan ibu Arini", gumamnya beranjak pergi meninggalkan tempat itu tidak menyadari cctv yang tersembunyi di balik bangunan terbengkalai di sana.

"Pak Zein ada laporan tentang mayat di temukan di tepi sungai saat di telusuri dia salah satu mahasiswi di westren university", lapor Temi membuat Zein dan Rizal terbelalak kaget

Zein beranjak keluar ruangan meninggalkan Rizal yang masih duduk di kursi, Zein yang hendak menghubungi Devan berhenti menyadari ponsel tertinggal di meja kerjanya, pria itu kembali berhenti di ambang pintu mendengar pembicaraan Rizal dengan orang di seberang sana.

"Kamu gilaaa hah, saya tidak akan mengikuti perintah ayah kamu lagi, kamu sudah banyak menghabisi orang yang tidak bersalah, kamu benar-benar gila".

"....."

"Saya ngak peduli lagi, saya hidup selama ini sudah seperti orang mati mengikuti semua perintah ayah kamu yang salah itu".

"....."

"Ya saya ngak peduli lagi, saya akan mengatakan semuanya pada pak Zein", ujar Rizal mematikan panggilan sepihak terbelalak kaget dengan kemunculan Zein yang terlihat menatap pria itu dengan pandangan penuh kekecewaan.

"Jelaskan semuanya nanti Rizal", perintah Zein meraih ponsel bergegas keluar ruangan, Rizal bergegas keluar berlari mengikuti Zein, dia harus mengatakan semuanya sebelum nyawanya melayang.

"Zein tunggu", teriak Rizal.

Zein berhenti menoleh dengan perasaan hancur, "saya akan mengaku sekarang tidak ada lagi waktu____".

Dorrr

●●●●●

Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang