Xander masuk kedalam rumah dengan wajah yang begitu terlihat kelelahan beranjak ke dapur mengambil air kaleng dingin di dalam kulkas meneguk sampai habis membuang ke tempat sampah beranjak hendak menuju kamar mengurungkan niat mendegar ketukan tiga kali dari pintu rumah, cowok itu menautkan alis merasa bingung dengan ketukan itu, penasaran Xander mendekat membuka pintu alisnya terangkat tinggi melihat seorang kurir berdiri di sana.
"Maaf ini kediaman ibu Arini, maaf ada paket untuk beliau", ujar orang itu.
Xander menipiskan bibir tersenyum tipis santai menanggapi, otak cerdasnya langsung jalan begitu saja, cowok itu sudah paham ada yang tengah menyelidiki rumah tinggal ibu Arini untuk mencari identitas anaknya secara terang-terangan, "maaf pak mungkin anda salah alamat ini rumah milik saya bukan siapa tadi ibu Arini, oh mungkin maksud bapak pemilik lama rumah ini ya", ujar cowok itu terlihat begitu natural.
Kurir itu mengerjapkan mata, "oh maaf, jadi bagaimana dengan paket ini, alamatnya benar rumah ini", ujarnya menggaruk tengkuk yang tidak gatal terlihat gelisah.
"Ngak apa-apa pak tinggalkan saja, soalnya ibu Arini pemilik lama rumah ini sudah meninggal beserta anaknya, jadi sekarang saya pemilik rumah ini", ujar Xander menerima paket itu.
Kurir itu tersenyum beranjak pergi, Xander bisa melihat kegelisahaan dan ketakutan kurir tadi, jauh di luar sebuah mobil hitam sudah menunggu, cowok di dalam menggunakan topeng melihat kurir mendekat seringai di balik topeng terbir begitu saja, "bagaimana ?", tanyanya.
Tubuh kurir itu bergetar berusaha menguasai diri, "maaf kata orang tadi dia pemilik rumah itu saat ini, pemilik lamanya sudah meninggal semua dari cerita yang cowok tadi dapatkan", ujar kurir itu tersenyum tipis.
Cengkraman menguat pada setir mobil menghembuskan nafas, "baiklah lo bisa pergi", ujar cowok itu, kurir tersebut bergegas mendekati motor menjauh takut-takut, "ck gue ngak tertarik sama cowok, berbeda lagi dengan anak ibu Arini, karena dia ibu Arini sampai menolak gue, sial di mana keberadaan anak itu, info yang gue dapatkan anak ibu Arini masih hidup sampai sekarang", ujarnya terdengar marah meninggalkan area rumah Xander.
Devan masuk kedalam rumah dengan wajah datar, tidak ada lagi keramahan di raut wajah cowok itu kepercayaan pada polisi yang selama ini ada di hati meluap begitu saja sekarang yang ada hanya rasa curiga bahkan pada ayahnya sendiri, "Van, tumben langsung pulang ke rumah biasanya ke kantor dulu", ujar Zein keluar dari kamar menggunakan seragam hendak kembali ke kantor.
"Ngak sudi", ujar Devan terdengar sinis dan datar
Zein menautkan alis bingung menatap anaknya yang terlihat keluar dari dapur membawa minuman kaleng, "kamu ada masalah ?", tanya Zein lembut seperti biasa mendekati anaknya.
Devan menggeram menahan amarah, terlihat dada kembang kempis memandakan cowok itu benar-benar dikuasai emosi sekarang, "ayah yang jadi masalahnya ayahhh", jerit Devan berusaha sekuat tenaga merendahkan suaranya.
"Ayah salah apa hm ?", tanya Zein mencoba tetap santai.
Devan mendengus kesal mengeluarkan ponsel membuka galeri memperlihatkan chat ancaman untuk Aldi dari nomor lama ayahnya, "bisa jelasin tuan Zein", ujar Devan penuh penekanan.
Zein menatap ponsel anaknya membelalak kaget menggelengkan kepala melihat nomor lamaya mengirim pesan teror pada salah satu anak di kampus, pria itu menggelengkan kepala, "nomor itu sudah lama ayah ngak pake kamu sendiri sudah tahu dua tahun terakhir nomor ayah sudah ganti", ujarnya mencoba menjelaskan.
"Berhenti berbohong ayah, Devan mohon jangan pupuk rasa kecewa di hati Devan untuk ayah, sekarang aku bahkan tidak percaya lagi dengan penegak keadilan", ujar Devan putus asa.
Zein terdiam sejenak menarik anaknya membawa ke ruang keluarga mengurungkan niat kembali ke kantor, "coba jelasin kenapa kamu sampai kecewa pada penegah hukum terutama sama ayah ?", tanyanya lembut.
Devan memejamkan mata sejenak mengatur nafas, "aku diam-diam menyelidiki kasus dua tahun lalu tentang kematian ibu Arini dan juga kasus di kampus, ayah tahu banyak fakta yang membuat Devan hampir mati berdiri ayah, ketua senat kak Marvin, ada di rumah sakit dua tahun lalu dia mendengar sendiri salah satu polisi minta untuk menutupi kondisi ibu Arini pada anaknya agar bisa naik jabatan setelah kasus selesai".
"Dan benar saja ayah naik jabatan setelah kasus di tutup, semua keluarga korban memilih menutupi kasus yang menimpa anaknya karena salah satu polisi mengancam, itu pengakuan langsung dari ibu Chika sendiri ayah, sekarang nomor ayah kirim pesan pada senior Devan untuk mencari anak ibu Arini dan membunu dia", lanjut Devan benar-benar kalut mematap Zein dengan pandangan penuh kekecewaan yang terlalu kentara.
Zein terdiam mencerna semua apa yang anaknya katakan menghembuskan nafas, tanpa kata Zein menarik kotak di bawah meja ruang keluarga, "kamu lihat semua yang ada di salam kotak ini kamu akan tahu semuanya nak, soal nomor, ayah bisa buktikan kalau soal nomor, dua tahun lalu ponsel ayah hilang di kampus setelah menyelidiki kasus ibu Arini, jawaban yang lainnya semua ada di sini, ayah ke kantor dulu makasih informasi yang kamu berikan ayah sudah merekam semua", ujarnya bergegas keluar dari rumah meninggalkan Devan yang kini terlihat kebingungan.
Devan menghembuskan nafas meraih kotak besar di meja membuka penutup dengan asal membelalak kaget melihat isi kotak itu, banyak berkas penyelidikan tentang kasus ibu Arini beserta foto-foto milik Zein bersama Bram, Devan mengambil surat yang ada di dalam kotak itu penasaran membuka, alis terangkat tinggi membaca surat itu dari Bram
"Hy sobat, jangan kerja terus, sekali-kali istirahat, oh iya aku sengaja menulis surat untuk kamu jika aku tidak sempat mengatakan sebelum pergi ninggalin dunia, kamu tahu kan penyakit yang aku derita, kata dokter umur aku tinggal sebentar lagi, Zein, tolong lindungi istri aku anggap Arini sebagai adik kamu sendiri, anggap anakku seperti anakmu"
"Maaf jika permintaan aku terkesan membebani kamu, aku tidak percaya pada siapapun selain kamu, banyak yang suka sama istri aku, Zein, itu salah satu alasan aku tidak percaya sama orang lain, sedangkan kamu aku tahu bagaimana dalam perasaan kamu pada almarhumah istri kamu"
"Aku titip mereka ya, salam perpisahan dari sahabat terbaik mu, Bram".
Devan terdiam mencoba mencerna.
●●●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)
Mystery / ThrillerXander Erlangga, cowok tampan, maniak milkita rasa coklat, masuk ke dalam Westren University adalah satu tujuannya dari SMA bukan tanpa alasan tapi untuk menguak tentang kematian ibu Arini ibu kandung Xander sekaligus dosen di kampus. Namun di hari...