27. 💯

2.3K 173 2
                                    

Seorang gadis cantik keluar dari ruangan dosen fakultas kedokteran menghembuskan nafas menatap nanar laporan yang harus di ulangi, lagi-lagi dosen pengajar menolak, meminta untuk memperbaiki, sudah berapa kali gadis itu mengganti namun dosen pengajar enggan untuk menyetujui laporan dari dia, bukan hanya gadis itu yang mendapatkan perlakuan seperti itu tapi semua teman kelasnya juga harus mengulang lagi laporan yang mereka buat.

Gadis itu meringis melangkah menuju taman belakang untuk menenangkan fikiran namun karena melamun gadis itu malah berbelok arah menuju atap gedung fakultas mencari kesunyian, gadis itu sama sekali tidak menyadari seorang cowok tampan rupawan mengikuti dari belakang, sampai di atap gadis itu berdiri menghirup udara menghembuskan nafas menatap kembali laporan di tangan mencuatkan bibir.

"Ulang lagi ulang lagi, capek bangat", ujarnya lesu menghentakan kaki menikmati pemandangan dari atas.

"Ternyata cantik juga pemandangan dari atas", ujarnya terkagum-kagum.

"Cantikan juga lo, Gita", ujar seorang cowok dari belakang.

Gita menoleh membelalak kaget spontan mundur selangkah menoleh kanan kiri ketakutan melihat cowok bertopeng mendekat ke arahnya, gimana ini hanya satu tangga menuju atap tidak mungkin ada yang mendengar teriakan dia dari atas gedung, "lo siapa ?", tanya Gita dengan suara bergetar.

"Sayang, ini gue loh", ujar cowok itu mengeluarkan pisau lipat dari dalam jaket.

Gadis itu semakin ketakutan, berlari ke arah pintu.

Srekkk

Brakkk

"Auhhh sakit", jerit gadis itu dengan lengan baju kemeja yang sudah robek karena tarikan kasar dari cowok itu, "maaf sayang, gue mau main lama-lama sama lo tapi sayangnya waktu gue cuma sedikit saja, jadi kita langsung saja ke intinya", ujar cowok itu membekap kuat mulut Gita menahan menggunkan mengunci pergerakan gadis itu.

"Mhhh mhhhh lleeeppmmhhh", gadis itu memberontak sekuat tenaga namun pergerakan gadis itu terbatas, "maaf sayang yah".

Srekkk

Srekkk

Srekkk

"Aaammmmmmm"

Jerit gadis itu dalam bekapan mata melotot ke atas merasakan perih di area perut, darah keluar dari sana begitu banyak, air mata gadis itu luruh kebawah bersamaan dengan tetesan dara ke lantai mendapat tikaman sebayak tujuh kali di area perut.

"Maaf, Gita", ujar cowok itu terkekeh di balik topeng anonim.

Brugh

Brughh

Brughh

Kepala gadis itu kembali mengeluarkan darah kemeja milik gadis itu sebagian sudah berwarnah merah darah, "yah mati jangan dulu dong, maaf ya kita mainnya agak cepat soalnya waktu gue sedikit bangat cantik", gumamnya mengiris pergelangan tangan gadis itu sebayak tujuh kali, "selamat tinggal sayang", gumamnya menulis sesuatu di lengan kanan gadis itu sebelum membuang dari atap sekolah

BRUGHHHH

"AAAAAAAAAAAAAAAA".

Cowok itu menyeringai puas melepas topeng anonim miliknya membuang kesembarang tempat berlari turun dari atap menghindari kecurigaan cowok itu mengambil jalan laim mejuju ke suatu tempat untuk memberi kejutan lagi untuk orang di lapangan

Teriakan histeris tentu membuat Xander, Devan, Zea dan Vanes yang duduk di kantin berlari menuju sumber suara membelalak kaget melihat mayat di sana dengan kondisi mengerikan, Devan maju memberi kode ke arah Xander untuk mendekat mengeluarkan sarung tangan lateks untuk Xander.

"Tolong hubungi polisi dan ambulance sekarang juga", pinta Xander, Zea merogoh ponsel menghubungi dengan wajah pucat.

"Xan", panggil Devan memperlihatkan tulisan spidol permanen di lengan gadis itu terlulis di sana, 'siapapun anak ibu Arini keluar lo sebelum gue menghabisi gadis di kampus ini'

Dada Xander bergemuruh baru kali ini rasa takut menyeruak di dalam hati, tubuh bergetar mencoba menguasai diri, cowok itu berusaha berfikir jernih, walaupun sejujurnya cowok itu sekarang dalam posisi terjepit, kepalan tangan menguat mata berkaca-kaca memperhatikan kondisi korban di hadapannya.

Sirine polisi datang tidak lama bunyi ambulance juga datang ke sana, Zein, Rizal, Temi dan beberapa polisi mendekat menyelidiki terlihat wajah frustasi dari ketiga polisi disana belum sempat Zein mengeluarkan ucapan, mereka di kejutkan dengan satu lagi tubuh yang jatuh dari atap.

BRAKKKKKKK

"AAAAAAAAAAAAAA"

Teriakan melengking penuh ketakutan, Zein membelalak kaget memberi kode anggotanya untuk menuju ke atap mencari petunjuk di sana, jantung Xander terasa berhenti berdetak, banyak di antara mahasiswi yang jatuh pingsan melihat dua mayat sekaligus di hari yang sama, anggota senat yang biasanya tidak muncul sekarang hadir membantu mahasiswi yang pingsan membawa ke ruang kesehatan, dengan tubuh lemas Xander mendekati mayat yang satunya dengan kondisi yang sama persis.

Di lengan tangan gadis itu masih terdapat tulisan, 'masih mau main petak upat, oke tunggu korban selanjutnya', kepalan tangan Xander semakin menguat berdiri tegak menatap sekeliling tepat ke arah atap gedung semua bangunan.

"ANJING KELUAR LO BAJINGAN", teriakan Devan melengking membuat semua mata menatap kearah cowok itu bahkan Xander yang tadinya hampir teriak mengakui dirinya anak ibu Arini berhenti begitu saja menatap Devan.

"KALAU LO MAU TAHU ANAK IBU ARINI MUNCUL LO, BERHENTI MENGHABISI ORANG YANG TIDAK BERSALAH ANJING", umpat Devan begitu marah, terlihat kepalan tangan menguat rahang mengeras tatapan menajam, dada yang kempas kempis.

Teriakan itu membuat wajah Zea dan Vanes semakin memucat kompak menatap Xander yang sama kalutnya dengan Devan sekarang.


Tingggg

"Terlambat, mari bermain kawan".


Semua membelalak kaget mendengar suara dari arah ruangan siaran radio, dua orang polisi bergegas berlari menuju kearah ruangan, diam-diam cowok tampan rupawan yang tengah memasukan tangan kedalam saku celana menyeringai bersandar di dinding menikmati menatap lekat wajah Xander, "ternyata lo Xander Erlangga", gumamnya menyeringai berlalu begitu saja meninggakan kehebohan yang terjadi di kampus.

Karena kejadian yang begitu mengerikan kampus di bubarkan lebih awal dari biasanya semua tidak di biarkan berada di kampu, kecuali Xander, Devan dan para polisi yang lain mayat korban juga sudah di bawa ke rumah sakit untuk di otopsi.

"Lapor pak Zein, kita menemukan topeng anonim di atap gedung, satu lagi di ruangan siaran radio ternyata alat perekam suara pak, namun menurut Leon ketua klub musik dan juga anggota senat harusnya alat itu di tekan agar mengeluarkan suara namun anehnya tidak ada orang di dalam ruangan menurut leon kemungkinan besar pelaku punya alat mengontrol dari jarak jauh", lapor seorang polisi.

Xander dan Devan diam masih di landa kemarahan menatap tajam kearah topeng anonim.

●●●●●

Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang