Zea bergabung membawa pesanan kedua cowok itu meletakan di meja ikut duduk di kursi, "selamat menikmati kak", ujarnya terkekeh sendiri dengan ucapannya barusan, Vanes memutar bola mata malas mendengus kesal, "ck kok lo pilih kasih gue ngak lo bawain sesuatu gitu", ujarnya mencuatkan bibir.
"Ck biasanya lo langsung kedapur bikin sendiri Nes, ngak usah manja lo", omelnya langsung
Vanes meringis menekan tombol warna hijau di meja beberapa menit seorang pelayan mendekat memberikan buku menu, "gini dong rajin ngak kayak bos lo yang malasnya minta ampun", celetuk Vanes setelah menulis pesanannya menyodorkan pada pelayan
Pelayan cafe itu meringis menahan tawa sudah terbiasa dengan tingkah kedua gadis yang salah satunya menjabat sebagai bosnya sendiri, itu salah satu alasan para pelayan betah kerja di sana, "gimana - gimana ? Sampai mana pembahasan kalian soal perasaan Vanes pada Devan ?", tanya Zea.
Devan menoleh kaget, Vanes membelalak menabok punggung sahabatnya keras dengan wajah memerah, Xander tertawa tidak tahan menggelengkan kepala, "aushh sakit", jerit Zea.
"Tuh mulut pengen gue geprek Ze, ember bangat", omelnya langsung meringis melirik Devan yang kini menatap ke arahnya.
Vanes memberanikan diri menatap wajah Devan, "maaf ya, lo ngak perlu dengerin tuh bocah, lo tahu sendiri tingkah dia ngak pernah berubah", ujarnya mencoba menahan debaran di dada.
Devan mengulum bibir menganggukan kepala menyeruput kopi di meja salah tingkah, "kok gue yang lo salahin, gue sudah capek tahu lo teriakin setiap di rumah tentang perasaan lo yang semakin membesar setelah ketemu kembali sama Devan", ujarnya meleletkan lidah.
Vaner berdiri garang menyuapkan pisang goreng milik Xander kedalam mulut Zea, "maaf ya, anggap ucapan Zea angin lalu", ujarnya meringis tidak enak.
Zea mengulum bibir berhenti mengejek setelah melihat wajah Vanes yang terlihat semakin memerah, "iya iya, maaf, kali ini pesanan lo gratis", rayu Zea, wajah Vanes yang awalnya tertekuk berbinar begitu saja, "gitu dong Zeeeee", semangat Vanes.
Xander dan Devan mengemburkan tawa merasa sangat terhibur dengan tingkah kedua gadis itu, "tunggu, jangan bilang tingkah kalian di rumah begini juga", ujar Xander membuat kedua gadis itu kompak menoleh kembali saling pandang menganggukan kepala.
"Maksudnya ? Kalian satu rumah ?", tanya Devan belum tahu.
"Iya kita satu rumah dari SMA", ujar Vanes meringis.
"Permisi"
Mereka menoleh membelalak kaget melihat Sam di sana berdiri dengan alis terangkat tinggi, "kak Sam, ada apa kak ?", kompak Zea dan Vanes, Sam meringis menyadari jika mereka berempat adalah junior di kampus.
Hueeeeekkkk
Lagi-lagi mereka kompak menoleh kearah sumber suara kembali membelalak melihat Marvin di samping mobil hitam terlihat teler, "gue pesan air mineral dan jus jeruk ya", ujarnya menatap Zea yang menggunakan celemek mengira jika gadis itu salah satu karyawan di cafe, Zea mengangguk bergegas masuk kedalam
Sam, Xander, Devan dan Vanes mendekati Marvin yang benar-benar terlihat lemas, "kak Marvin kenapa ?", tanya Vanes meringis namun wajah cowok itu tetap tanpan dengan kondisi kacau seperti ini.
"Hm gue juga bingung, tadi dia tiba-tiba nelphone minta di jemput di club, baru kali ini gue lihat Marvin mabuk-mabuk setelah dua tahun terakhir", ujarnya menatap nanar sahabatnya menepuk-nepuk pundak Marvin.
Xander dan Devan saling pandang, "bawa ke sana dulu kak", ujar Devan membantu Sam memapah Marvin menuju kursi.
"Kak ini minumannya", ujar Zea meletakan mineral dan jus jeruk di atas meja.
Sam menganggukan kepala mengambil air mineral membantu Marvin, "Vin minum dulu, lo kenapa minum lagi sih ada masalah hah", ujar sahabatnya setelah berhasil meminumkan air mineral pada cowok itu.
Marvin menggelengkan kepala, "Sam", panggil Marvin lirih menegakan tubuh dengan mata yang sudah berkunang-kunang.
Brugh
Cowok itu jatuh pingsan, Sam menghembuskan nafas meminta Xander dan Devan membantu memasukan Marvin kedalam mobil, setelah melihat posisi Marvin sudah aman dalam mobil di kursi penumpang cowok itu kembali duduk bergabung dengan Xander dan Devan hendak menghabiskan jus jeruknya terlebih dahulu, tidak mungkin juga Marvin di bawa pulang dalam keadaan pingsan seperti itu.
Zea dan Vanes sudah masuk kedalan cafe meninggalkan ketiga cowok itu, "kak Sam ngak langsung pulang ?", tanya Devan bingung.
Sam menghembuskan nafas, "tunggu sampai jam 10 lewat dulu, gue takut bawa Marvin pulang dalam keadaan seperti itu yang ada bokap Marvin marah besar", ujarnya menatap sendu ke bawah.
"Keliatan kak Marvin ngak biasa minum", ujar Xander melirik ke arah mobil yang terparkir pinggir jalan raya.
Sam meringis menganggukan kepala, "ini kali pertama setelah dua tahun terakhir, pertama kali Marvin berani minum dua tahun lalu setelah ibu Arini meninggal dunia".
Deg
Xander dan Devan saling pandang, "kok kak Marvin sampai berani minum begitu dua tahun lalu kak ?", tanya Devan penasaran.
Sam tersenyum tipis, "mungkin kalian ngak tahu karena kalian mahasiswa baru di sana tapi gue yakin kalian pernah mendengar tentang ibu Arini, beliau sosok yang berarti untuk Marvin walaupun beliau adalah dosen baru di kampus, gue juga ngak tahu pasti apa yang membuat beliau sangat berarti untuk Marvin setiap di tanya Marvin selalu menjawab kehadiran beliau membuat dunia terasa berbeda bagi Marvin", ujarnya.
Xander dan Devan menyeritkan kening ucapan seniornya terdengar begitu ambigu, "maksudnya gimana ya kak kami kurang paham ?", ujar Xander bertanya untuk memperjelas.
Sam terkekeh, "dari kecil Marvin tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu, jadi awalnya gue beranggapan Marvin menganggap ibu Arini seperti ibunya sendiri, namun kayaknya gue salah, Marvin menganggap berbeda", ujarnya.
"Jangan bilang kak Marvin suka sama ibu Arini ?", tebak Devan merinding.
"Gue juga bingung, ada yang bilang Marvin suka sama ibu Arini, tapi dari penglihatan gue Marvin hanya menganggap ibu Arini sebagai ibunya, kami memang sudah bersahabat dari kecil namun kami masih susah menebak perasaan masing-masing, atau persahabatan di antara kami hanya sekedar sebutan saja", ujarnya entah kenapa terlalu nyaman untuk bercerita pada kedua cowok itu.
Satu yang pasti Marvin masih patut untuk di curigai.
●●●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)
Mystery / ThrillerXander Erlangga, cowok tampan, maniak milkita rasa coklat, masuk ke dalam Westren University adalah satu tujuannya dari SMA bukan tanpa alasan tapi untuk menguak tentang kematian ibu Arini ibu kandung Xander sekaligus dosen di kampus. Namun di hari...