18. 💯

2.4K 172 3
                                    

Xander mengepalkan tangan kuat, dada bergemuruh meringis begitu ngilu melihat keadaan korban, terutama pada mata kanan korban, "kita ikut ke rumah sakit Xan", ujar Devan menyadarkan Xander menatap linglung ke arah mayat yang sudah di bawa menggunakan tandu menuju ambulance yang sudah terparkir di depan gerbang kampus.

Xander dan Devan berjalan beriringan bersama Zein, Rizal, Temi dan beberapa anggota kepolisian, sampai di rumah sakit Xander lagi-lagi merasakan sesak melihat keluarga korban tengah menangis histeris memeluk tubuh korban tidak peduli dengan darah yang masih terlihat agak segar, "tolong tangkap pelaku yang membuat anak kami seperti ini saya mohon", isak wanita paruh baya bersimpuh.

"Kita otopsi mayat anak ibu terlebih dahulu, semoga kita dapat petunjuk", ujar Zein lembut berjongkok mengusap punggung wanita paruh baya itu.

Xander dan Devan duduk di kursi panjang bersama keluarga korban yang masih terisak, "berapa jam hasil bisa kita lihat Dev ?", tanya Xander mencari tahu.

Devan melirik menghembuskan nafas masih terbayang kondisi mayat tadi, "3 jam, Xan, biasanya butuh 4 hari untuk mengetahui hasilnya, tapi untungnya di sini tidak seperti itu", Xander menganggukan kepala mengerti.

"Kalian ngak pulang ini sudah larut", ujar Rizal ke arah kedua cowok itu.

"Kita mau pulang kok hanya saja kami ingin bicara dengan keluarga pasien", ujar Devan dengan wajah serius.

Rizal awalnya menautkan alis bingung kemudian mengangguk mempersilahkan kedua cowok itu berbicara dengan para korban, "bu, pak", panggil Devan lembut.

Orang tua Saskia menoleh dengan pandangan nanar, "ibu sama bapak harus janji tetap menuntut penyelidikan demi keadilan anak ibu apapun yang terjadi kedepannya, walaupun ibu atau pun bapak di ancam sama siapapun", peringat Devan.

Orang tua Saskia menganggukan kepala setuju, Xander menatap tidak ada keraguan dari wajah orang tua Saskia, "yuk Dev, kita balik", ajak Xander menepuk pundak cowok itu, Devan tersenyum tipis melirik ke arah ayahnya yang terlihat tersenyum.

Setelah kedua cowok itu pulang kerumah, suasana kembali sepi, "permisi keluarga pasien di minta untuk  administrasi lebih dulu", ujar seorang suster mendekat, kedua orang tua Saskia mengangguk mengikuti suster itu, seorang polisi yang tadinya duduk bersama diam-diam mengikuti keluarga pasien.

"Permisi bu,pak", ujar seorang polisi menggunakan jaket kulit berwarna coklat, topi hitam beserta masker.

Orang tua Saskia menoleh dengan alis terangkat tinggi, "maaf bu, pak, saya ke sini hanya ingin menyampaikan sesuatu, bapak maupun ibu harus berhenti meminta polisi menyelidiki kasus yang menimpa anak kalian, kalau tidak___", ujar polisi itu mendekat berbisik.

Orang tua Saskia membelakak kaget dengan tubuh bergetar, polisi itu menyeringai di balik masker bergegas kembali ke tempat tidak lupa melepaskan topi dan masker memasukan ke dalam saku jaket, orang tua Saskia saling pandang dengan wajah pucat kembali menuju ke tempat tadi menunggu hasil otopsi anaknya tanpa melirik sesikit pun pada para polisi yang berkumpul tidak jauh dari tempat mereka.

Pagi harinya Xander datang seperti biasa tidak lupa milkita di dalam mulut menemani memarkirkan motor, semalam sebelum sampai di rumah cowok itu menyempatkan membeli milkita untuk di simpan di rumah, tidak lama Devan datang, keduanya berjalan beriringan menuju ruang kelas, berhenti melihat Zea dan Vanes yang terlihat berlari mendekati keduanya.

"Kalian kenapa ?", tanya Xander bingung.

"Lihat mading gayssss, di sana ada informasi tentang kematian Saskia", heboh Zea.

Xander dan Devan saling pandang merasa bingung, kampus selalu gercep menyebarkan informasi tentang kejadian-kejadian yang terjadi di kampus, pertanyaannya siapa yang memberitahu mereka, keempatnya berjalan beriringan menuju mading menaikan alis tinggi, di sana tidak di jelaskan penyebab kematian Saskia hanya ucapan bela sungkawa saja.

"Anj__ lo kan, lo yang bunuh Saskia bangsat, ngaku lo".

Bugh

Bugh

Xander, Devan, Zea dan Vanes menoleh membelalak kaget di koridor menuju ruang senat terlihat Leon dan Reno tengah berkelahi, Marvin, Sam, Rion bahkan Aldi berusaha memisahkan kedua cowok itu, "berhenti!!", perintah Marvin tegas.

Leon berhenti menatap tajam ke arah Reno, "lo punya bukti apa bangsat sampai nuduh gue hah", marah cowok itu tidak terima Reno menuduh sebagai pembunuh.

"Bukanya lo yang pulang paling akhir, gue ada di cafe depan kampus kemarin ngerjain tugas", balas Reno masih kekeh.

Leon terkekeh sinis, "lo hanya liat gue pulang paling akhir tapi lo ngak punya bukti tentang ucapan lo tadi", ujarnya menahan emosi agar tidak kembali memukul wajah cowok di depan yang tengah di tahan Aldi.

"STOPP kita bisa lihat cctv kampus", ujar Rion menengahi menghembuskan nafas jengah.

"Kita keruangan senat", ujar Marvin final.

"BUBAR KALIAN", teriak Sam menggelegar membuat yang berkumpul bergegas bubar seketika kecuali Xander, Devan, Zea dan Vanes.

Semua pengurus senat bergegas masuk kedalam ruangan di ikuti Aldi dan Reno melihat cctv untuk memperjelas asumsi cowok itu, Sam duduk mengotak atik siaran cctv, hanya dua menit mereka sudah melihat kejadian kemarin terlihat Leon pulang paling terakhir namun anehnya lima belas menit setelah Leon terlihan pergi dengan mobilnya cctv tiba-tiba berhenti membuat mereka saling pandang.

"Kalian lihat sendiri, itu bisa di jadikan bukti, lo bisa saja sengaja keluar menyimpan mobil jauh dari kampus setelah itu lo kembali masuk melakukan melakukan pembunuhan", ujar Reno langsung.

Leon menatap dengan tatapan tajam berusaha sekuat tenaga menahan emosi, "lo liat gue masuk kembali ke kampus ngak hah, jawab!!", ujarnya dengan suara tinggi membuat Reno bungkam

Aldi memijit pelipis menghembuskan nafas, "sudah !! Berhenti !! Kita ngak boleh saling menuduh, belum ada bukti jelas, bahkan polisi masih abu-abu dengan kasus yang terjadi di kampus kita", ujarnya melerai.

Marvin berdecih sinis mendengar kata polisi, "sekarang kalian bisa kekuar masuk ke kelas masing-masing", perintanya tegas.

Atika dan Dilla yang baru masuk menautkan alis bingung dengan suasana yang terlihat menegangkan, "kalian kenapa ?, Leon itu muka lo kenapa ?", panik kedua gadis itu.

Aldi dan Reno memutar bola mata jengah keluar dari ruangan senat tanpa mengucapkan sepatah kata.

●●●●●

Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang