25. 💯

2.4K 197 2
                                    

Flashback

Zein masuk kedalam ruangan setelah rapat selesai mengusap wajah kasar lelah melirik ke arah ponsel yang ada di atas meja, dengan alis terangkat tinggi pria itu membuka membelalak melihat ada 53 panggilan tidak terjawab dari Arini, perasaan cemas menyeruak di dalam hati berniat untuk menghubungi kemabali namun Arini lebih dulu menghubunginya.

"Ada apa ? Kamu dan anak mu aman kan ?", tanya Zein langsung.

Terdengar helaan nafas dari seberang, "Zein ada yang ingin aku ceritakan, seminggu setelah aku mengajar di westren university aku selalu merasa di ikuti, gerak gerik di awasi, aku merasa risih di tambah banyak kado yang selalu menumpuk di meja di kampus, sampai akhir-akhir ini orang itu semakin agresif sampai mengancam aku, hari ini orang itu kembali mengancam, sekarang aku ambil keputusan ingin ketemu sama dia di lab fakultas kedokteran kampus".

"Kamu gila hah, ngak, kamu ngak perlu menghadapi dia sendirian Arini, aku sudah janji pada Bram untuk melindungi kamu, tunggu aku pulang kita hadapi penguntit itu bersama", ujar Zein nampak tidak terima keputusan wanita itu.

Ibu Arini tersenyum tipis menatap sendu ponselnya, "aku akan menghadapinya sendirian Zein, makasih sudah melindungi aku dan anakku selama ini walaupun kamu belum pernah melihat wajah anakku", ujarnya terdengar lirih.

Zein mengusap wajah kasar terlihat sangat frustasi, "Arini kamu tunda pertemuan sama penguntit itu, aku akan pesan tiket pesawat untuk pulang hari ini juga, kenapa kamu ngak bilang dari awal Arini tentang masalah ini?", tanyanya terdengar geram.

Ibu Arini terkekeh, "kamu sangat mirip dengan Bram jika menyangkut keselamatan aku dan anak, Bram akan bertingkah kayak kamu sekarang".

"Berhenti tertawa Arini, aku segera pulang, untuk menghadapi langsung penguntit itu dan bertemu anak kamu", ujarnya meminta bawahannya memesan tiket untuk pulang ke jakarta.

"Aku tunggu kepulangan kamu, anakku sedang tidak di sini dia ada di luar kota ada acara sekolah di luar", ujar Arini meringis perlahan air mata keluar membasahi pipi.

Zein mematikan ponsel kembali ke penginapan membereskan semua barang-barang setelah tiket sudah di pesan, "Arini jangan buat hal yang nekat, tolong jangan bertingkah seperti almarhumah istri aku", ujarnya.

Pria itu hendak keluar di tahan oleh seorang pria paruh baya, "mau kemana Zein, saya dengar kamu pesan tiket lebih dulu ?", tanya pria itu.

Zein menoleh mengangguk sopan, "maaf pak Adnan ada urusan di jakarta pak", ujarnya berusaha menahan kecemasan di dalam hati.

"Kamu lebih memilih urusan kamu di jakarta di bandingkan tanggung jawab kamu di sini, Zein kasus di sini belum selesai dan kamu ingin kembali ke jakarta, di mana letak profesional kamu", ujar pria itu terdengar agak marah.

Zein mengepalkan tangan, "pekerjaan di sini hanya tanggung jawab saya pak, tapi urusan  di jakarta adalah kewajiban saya, terserah pak Adnan jika ingin memecat, saya ngak peduli", ujar Zein berlalu tanpa menghiraukan tatapan sinis dari pria paruh baya itu.

Beberapa jam di pesawat akhirnya Zein sampai di jakarta keluar dari bandara, masuk kedalam salah satu taxi mengaktifkan ponselnya mata Zein terbelalak kaget semakin gelisah melihat Arini mengirim pesan suara, bergegas pria itu mendengarkan, "Zein maaf titip anak aku, jaga dia seperti anak sendiri, jangan biarkan dia kembaki ke rumah, aku takut orang itu menyakitinya, makasih atas semua yang kamu lakukan pada Bram, aku dan anakku".

Suara lemas dari pesan itu tentu membuat Zein frustasi, "pak langsung ke Westren University, cepat", perintahnya pada supir taxi.

Sampai di depan kampus dada Zein bergemuruh melihat sudah ada beberapa mobil polisi dan ambulance terparkir di depan gerbang kampus, pria itu berlari masuk ke dalam takut-takut melihat kerumunan di area koridor menuju ruangan dosen fakultas kedokteran, jantung pria itu terasa berhenti melihat Arini sudah terkapar di sana dengan kondisi mengerikan.

Zein mendekati mayat Arini dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipi, "Bram maaf aku gagal", lirih Zein meraih ponsel Arini yang berada di tangan wanita itu, namun Zein tidak menyadari ponsel yang ada di kantong jaket miliknya jatuh sebelum mayat Arini di angkat menuju ambulance.


Xander dan Devan mengatupkan bibir mendengar cerita mengalir begitu saja dari Zein bahkan terlihat pria itu menghapus air mata yang sempat keluar, "maaf Xander, om gagal", lirih Zein.

"Itu bukan salah om, om sudah menepati janji pada ayah Xander, tapi soal pindah rumah aku ngak bisa om, aku baik-baik saja di sana", ujarnya.

Devan menyeritkan dahi, "maaf ayah kok bisa tidak kenal dengan Xander padahal ayah dengan om Bram bersahabat dari remaja ?", tanyanya terasa aneh.

Zein tersenyum tipis, "kamu tahu pekerjaan ayah, kami hanya ketemu di luar setelah kita sama-sama kerja, ayah tahu Bran sudah punya istri dan anak tapi sama sekali tidak menanyakan apa-apa soal mereka, Bram sangat tahu kalau ayah tidak akan pernah menanyakan seorang perempuan selain almarhumah ibu kamu sampai Bram sendiri yang memperlihatkan foto Arini pada ayah waktu itu",

"Bahkan saat Bram menikah ayah tidak sempat hadir karena harus mengerjakan kasus di luar kota, Xander kamu boleh tetap tinggal di rumah ibu kamu tapi om harap kalau ada apa-apa langsung hubungi om, jangan simpan seperti yang ibu kamu lakukan waktu itu, jangan biarkan om merasa gagal untuk kesekian kalinya", pinta Zein pada cowok itu.

Xander menganggukan kepala, "satu lagi kalian boleh menyelidiki di kampus tapi om harap kalian berdua tidak mudah percaya pada siapapun semua orang bisa saja jadi tersangka", lanjut Zein memperingati kedua cowok itu.

Lagi-lagi kedua cowok itu mengangguk kompak, terlihat jelas pundak Zein lebih ringan seakan beban selama ini menguap begitu saja setelah mendengar pengakuan dari Xander, bahkan sekarang Zein masih menatap lekat wajak Xander begitu pekat tersenyum tipis.

"Aku sudah ketemu anak kamu, Bram, ternyata selama ini dia ada di sekitarku tapi aku tidak menyadari, hanya saja dia lebih tampan dan cerdas di bandingkan kamu, walaupun sekarang aku baru menyadari ada kamu di dalam diri Xander".

●●●●●

Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang