28. 💯

2.3K 177 2
                                    

Sampai di rumah, Xander mengempaskan tubuh di atas tempat tidur masih dalam keadaan tidak karuan bahkan milkita tidak mempan mengubah suasana hati, kejadian di kampus, dua mayat sekaligus membuat Xander benar-benar merasakan emosi tertahan, awalnya Xander ingin ikut ke rumah sakit hanya saja Zein melarang Xander maupun Devan untuk ikut melihat kondisi suasana hati kedua cowok itu yang sewaktu-waktu akan meledak

Tok tok tok

Xander terbangun mendengus kesal mendengar ketokan dari pintu, mengira kurir yang tengah mencari identitasnya, dengan malas cowok itu berjalan keluar, membuka pintu membelalak kaget melihat Marvin, ketua senat berdiri di sana dengan seringai di wajah tampan miliknya, "eh ada apa kak ?", tanya Xander tersadar.

Cowok itu kembali membelalak kaget dengan kemunculan Aldi yang tiba-tiba, "hy", sapa cowok itu tersenum jail, Xander menyeritkan dahi benar-benar bingung mempersilahkan kedua cowok itu masuk ke dalam rumah beranjak menuju dapur mengambil minuman kaleng di dalam kulkas membawa ke ruang tamu.

"Ada apa ya kak ?", tanya Xander mengulang pertanyaannya.

"Kita ulangi sapaannya hy anak ibu Arini, Xander Elangga, betul ?", ujar Aldi  dengan seringaian tampan.

Xander membelalak kaget di tempat duduknya tersenyum tipis memperlihatkan wajah santainya, "kenapa lo nutupin identitas lo sih, anj__ gue sampai nyewa mata-mata untuk selidiki mayat yang di temukan dua tahun lalu, seminggu yang lalu gue dapat kabar kalau mayat yang di temukan bukan anak ibu Arini", jelas Marvin.

Xander menaikan alis tinggi, "kenapa memang kak?", tanyanya penasaran.

"Ck gue kira lo benar-benar jenius, dosen sampai muji-muji kecerdasan lo tapi ngak secerdas itu ternyata", ujar Aldi meremehkan membuat Xander memutar bola mata menahan diri untuk tidak mengumpat.

Marvin menghembuskan nafas panjang, "langsung saja, gue sama Aldi akan membantu menyelidiki kasus dua tahun lalu bukan hanya untuk menyelidiki gue ingin kampus milik bokap gue kembali baik", ujar Marvin tersenyum tipis mengingat saat cowok itu sudah berdamai dengan ayah

"Jadi ?", tanya Xander pada intinya.

"Gue mungkin ngak punya alasan khusus seperti Marvin yang ingin mengembalikan nama kampus kembali baik hanya saja seperti yang gue dulu katakan ibu Arini punya kesan sendiri bagi gue, sebelumnya gue ucapin makasih banyak untuk lo, Xan, sebagai ucapan makasih pada ibu Arini gue akan ikut membantu untuk mencari keadilan untuk beliau", ujar Aldi dibalas senyuman tipis oleh Xander.

"Biar gue jelasin selama ini gue sudah mencari tahu soal kasus dua tahun lalu tapi gue ngak mendapatkan apa-apa, hanya saja jujur gue curiga sama anggota gue sendiri, itu alasan gue mengirim teror untuk senat", jelas Marvin tentu membuat kedua cowok itu terbelalak kaget tidak percaya.

"Sebelum membahas soal kasus, gue mau nanya kak dari mana kalian berdua tahu kalau gue anak ibu Arini ?", tanya Xander tentu penasaran akan hal itu.

Marvin maupun Aldi menghembuskan nafas, "kalau gue dapat informasi dari suruhan gue tadi siang tepat kejadian mengerikan di kampus terjadi suruhan gue ngirim laporan soal anak ibu Arini", ujar Marvin seadanya.

Xander menoleh ke arah Aldi yang kini terlihat meringis, "gue memperhatikan kejadian di kampus tadi di antara banyaknya mahasiswa di sana lo sama Devan masuk ketengah-tengah meneliti mayat awalnya gue kira itu karena Devan bergabung dengan kepolisian tapi setelah gue lihat ekpresi wajah lo jauh berbeda dengan ekpresi wajah Devan, gue sampai memdekat melihat kalimat yang ada di lengan kedua korban".

"Gue tentu tahu lo awalnya ingin mengatakan sesuatu namun Devan lebih dulu teriak dari sana gue yakin jika lo adalah anak ibu Arini, ekpresi lo saat itu sangat terlihat, lo sama kalutnya dengan Devan hanya saja ekpresi lo terlihat jelas merasa terjepit antara mengaku atau tidak", jelas Aldi dengan seringai di wajah membuat Marvin melengos tidak percaya.

"Wajar lo terpilih jadi ketua klub jurnalistik, Di, pengamatan lo luar biasa", kagum Marvin.

Xander masih diam saat ponsel di saku celana miliknya bergetar, cowok itu tersentak kaget mengambil ponsel menyeritkan dahi melihat nama Devan di sana, cowok itu mengangkat panggilan

"Xan, ke rumah Zea sekarang, Vanes ngabarin gue kalau kedua gadis itu di teror".

Xander terbelalak mematikan panggilan sepihak bergegas masuk kedalam kamar mengambil kunci motor dan juga milkita, "maaf kak gue harus pergi, kita bahas lewat chat saja", ujar cowok itu terlihat begitu khawatir.

Marvin dan Aldi menganggukan kepala kompak, "kalau perlu bantuan langsung kabari Xan ngak perlu sungkan", ujar Marvin, cowok itu menganggukan kepala mengunci pintu, ketiganya bersamaan meninggalkan rumah Xander, Marvin menyeringai di dalam mobil mengintip melalui kaca spion melihat mobil hitam yang tengah mengintai rumah Xander dari jauh

Sampai di kediaman Zea dan Vanes cowok itu bergegas masuk kedalam rumah tanpa mengetuk pintu yang sudah terbuka lebar, terlihat Zea dan Vanes duduk di sofa dengan wajah pucat, "lo sudah datang, Xan, sini lihat ini", panggil Devan menyadari kedatangan Xander.

Xander menipiskan bibir mengepalkan tangan menatap mata redup dari gadis itu, gadis yang biasanya memperlihatkan binar mata yang indah, Xander mendekati kotak berada di meja sudah terbuka lebar, Xander membelalak melihat di dalam kotak ada dua merpati sudah tercabik-cabik, "ada suratnya Xan juga foto kita berempat di kantin", unar Devan menyodorkan satu surat dan beberapa lembar foto.


"Sayang, tunggu giliran ya, kita akan bertemu dan bermain bersama cantik, untuk Zeanne dan Vanessa".

"Gue rasa pelaku sudah tahu identitas gue, Dev, tadi kak Marvin dan kak Aldi datang ke rumah katanya mau membantu penyelidikan", ujar Xander, Devan menoleh dengan alis terangkat, "dan lo percaya begitu saja ?", tanyanya bingung tidak biasanya cowok itu langsunh percaya begitu saja.

"Gue belum sepenuhnya percaya, cuman tidak ada salahnya meminta bantuan pada keduanya, semakin banyak yang menyelidiki semakin mudah mendapatkan bukti, Zea dan Vanes menurut gue kalian nginap di cafe untuk sementara", ujar Xander mengeluarkan pendapat

Zea dan Vanes terdiam memikirkan sebelum mengambil keputusan

●●●●●

Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang