Hati Xander bergemuruh, kepalan tangan menguat tidak percaya melirik kearah Devan yang terlihat pucat, melihat Devan beranjak pergi Xander bergegas mengikuti dari belakang, Zea dan Vanes sempat melihat punggung kedua cowok itu berjalan menuju parkiran, "DEVAN", teriak Xander menahan cowok itu yang kini sudah ada di atas motor.
"Lepas Xan, gue harus ke kantor polisi sekarang juga", ujarnya namun tangan Xander menguat pada lengan cowok itu, "biar gue yang bawa, lo masih kalut", ujarnya, Devan tersentak harusnya dia yang menenagkan cowok itu bukan malah dia yang di tenangkan seperti ini, Devan mengangguk membiarkan Xander mengambil alih motornya.
Sampai di kantor polisi Xander dan Devan langsung menuju ruangan Zein tanpa ada yang berani menghalangi, tidak mengetuk Devan langsung membuka pintu membuat Zein bahkan Rizal terlonjak kaget menoleh, "pak Rizal bolah saya bicara dulu dengan ayah, ada hal penting yang ingin saya bicarakan masalah pribadi", ujarnya.
Rizal tersenyum menganggukan kepala bergegas keluar ruangan tidak lupa menutup pintu, Xander dan Devan duduk di sofa, Zein mendekat dengan alis terangkat tinggi ikut duduk di sofa berseberangan dengan tempat kedua cowok itu duduk, "kenapa ? ada masalah sampai bolos kuliah begini ?", tanya Zein lembut tersenyum tipis menatap Devan dan Xander.
Hati Devan terasa teriris menatap wajah ayahnya sekarang, "aku mau tanya ayah, soal anak ibu Arini ?", tanyanya langsung, Xander melirik santai diam-diam memantau ekpresi keduanya.
Zein terlihat menghembuskan nafas melepaskan kaca mata menatap penuh perhatian pada wajah anaknya, "baiklah, dua tahun lalu seminggu setelah ibu Arini meninggal, ditemukan mayat anak remaja berpakaian sekolah namun saat di lakukan penyelidikan semua membuktikan jika mayat itu anak ibu Arini", jelasnya.
Kepala Xander benar-benar ingin pecah sekarang, terlalu bingung dengan kasus menyangkut ibunya, "ayah percaya ?", tanya Devan mengepalkan tangan mengontrol rasa kecewa yang mulai muncul di permukaan hati.
Zein menggelengkan kepala, "tentu ayah tidak percaya, selama dua tahun ayah berusaha mencari di mana anak ibu Arini berada hanya saja sampai sekarang ayah belum menemukan petunjuk apa-apa", ujarnya lemas.
"Maaf om, kenapa pak Zein yakin kalau anak ibu Arini belum meninggal ?", tanya Xander angkat bicara.
Zein tersenyum tipis, "saya pernah bertemu dengan ibu Arini waktu kalian mengadakan kelulusan saat SMP waktu itu ibu Arini menunjuk seorang cowok yang saya tidak sempat lihat wajahnya namun ciri-ciri cowok itu berbeda dengan mayat yang di temukan dua tahun lalu, tidak mungkin perubahan fisik terlalu siknifikan hanya dalam setahun", jelasnya yakin dengan asusmsinya selama ini.
"Soal identitas anak ibu Arini apa pak Zein tahu ?", tanya Xander lagi begitu penasaran.
Zein menggelengkan kepala membuat kedua cowok itu menyeritkan dahi heran, "saat kami menyelidiki ada sesuatu yang janggal kami temukan, ternyata sebelum kematian beliau sempat menyembunyikan semua identitas anaknya, seakan beliau sudah tahu waktunya akan tiba untuk meninggal, namun saya berfikir beliau sengaja menyembunyikan semua yang menyangkut anaknya untuk melindungi keluarga satu-satu yang ibu Arini miliki".
Xander mengatupkan bibir mencoba mencerna ucapan pria itu tentang ibunya sengaja menyembunyikan identitas miliknya sebelum kejadian mengerikan menimpa beliau, "kalau ayah tahu anak ibu Arini, ayah mau apa ?", tanya Devan lagi masih di kuasai rasa kecewa.
Zein mengatupkan bibir sejenak menghembuskan nafas dengan tatapan menyendu tersenyum tipis, "ayah awalnya berfikir jika ketemu dengan anak ibu Arini ayah ingin meminta dia untuk menuntut agar membuka kembali kasus ibu Arini yang menurut ayah banyak sesuatu hal yang mencurigakan, namun setelah ayah berfikir kembali ayah terlalu egois jika meminta anak ibu Arini membuka kembali kasus itu, terlebih ibu Arini memilih menyembunyikan identitas anaknya", ujarnya lesu.
"Kenapa ayah bersikeras menyelidiki kasus ibu Arini ?", tanya Devan terdengar sinis mengingat fikiran negatif tentang ayahnya beberapa hari ini sering menganggunya.
"Untuk masalah itu ayah belum bisa cerita sama kamu, suatu saat nanti kamu akan tahu", ujar Zein masih menampilkan senyuman
Xander yang awalnya ingin mengamui identitas di hadapan Zein mengurungkan niat mengetahui masih ada hal yang tengah di sembunyikan pria paruh baya itu, sebisa mungkin Xander akan tetap menyembunyikan identitasnya sebelum kasus ibunya benar-benar menemukan titik terang.
Devan terkekeh sinis, "baiklah kalau begitu kami permisi makasih informasinya", ujarnya bergegas keluar di ikuti Xander, Zein melengos paham apa yang tengah anaknya rasakan namun saat ini diam satu-satunya jalan.
"Xan, maaf", ujar Devan setelah berada di atas motor.
Xander melirik melalui kaca spion motor, "jangan terlalu kecewa Dev, perlahan semuanya akan terkuak, gue yakin, satu lagi jangan terlalu kecewa dengan pak Zein, gue rasa beliau menyembunyikan sesuatu untuk mendapatkan apa yang selama ini menganggu fikiran beliau", ujarnya.
Devan menganggukan kepala menghembuskan nafas, keduanya kembali menuju ke kampus, sampai di kampus keduanya berjalan beriringan menuju ruang kelas.
***
Zea dan Vanes duduk saling berhadapan di perpustakaan membaca novel di waktu istirahat, terdengar suara-suara berbisik dari samping membuat kedua gadis itu menautkan alis bingung penasaran berpindah tempat duduk, "gue jadi merinding, jangan bilang kejadian-kejadian yang terjadi di kampus kita itu ulah anak ibu Arini yang sudah jadi hantu", ujar salah satunya tidak masuk akal.
"Ngaco lo, gini nih kalau suka baca cerita horor, apa-apa di sangkutpautkan dengan hantu", celetuk salah satunya menggelengkan kepala.
"Gue sebenarnya penasaran kenapa kak Marvin dan kak Aldi sampai seemosi itu mendengar kasus dua tahun di ungkit, bukannya ibu Arini meninggal karena jatuh di toilet ya", lanjut yang lain bergosip.
Zea dan Vanes saling pandang mendengar obrolan beberapa mahasiswi yang menggosipkan tentang kematian ibu Arini, "lo ngak dengar apa yang kak Aldi bilang tadi hah, mereka punya kesan tersendiri pada ibu Arini", balas yang lain
"Gue jadi iri sengan ibu Arini, beliau sudah meninggal namun masih banyak yang mengenang beliau, gue dengar beliau dosen yang terkenal baik dan cantik".
"Sssttt diam itu ada kak Atika sama kak Dilla, jangan sampai mereka dengar obrolan kita, kalian ingat anak sebelah kemarin membicarakan ibu Arini keduanya sampai mengamuk menyuruh berhenti membahas", bisik yang lain.
Zea dan Vanis melirik kearah kedua seniornya dengan tatapan menyelidik.
●●●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)
Mystery / ThrillerXander Erlangga, cowok tampan, maniak milkita rasa coklat, masuk ke dalam Westren University adalah satu tujuannya dari SMA bukan tanpa alasan tapi untuk menguak tentang kematian ibu Arini ibu kandung Xander sekaligus dosen di kampus. Namun di hari...