Devan masih terdiam cairan bening tanpa sadar keluar membasahi pipi membuat cowok itu tersentak menghapus air mata kasar kembali memperhatikan barang-barang di dalam kotak, foto Zein dan Bram terlihat saling merangkul menggunakan seragam SMA tersenyum bahagia ke arah kamera, cowok itu meraih berkas tentang yang di curigai sebagai tersangka, Devan membelalak kaget menatap satu persatu wajah orang di dalam berkas.
Devan meraih ponselnya menghubungi cowok di seberang sana, Xander yang tengah berdiri menatap dinding penuh tempelan, dengan milkita di dalam mulut terlonjak kaget mendengar getaran di meja belajar mendengus melihat nama Devan di layar ponsel, dengan malas Xander mengangkat panggilan.
"Kenapa ? Kalau ngak penting gue tutup", ujar Xander langsung.
"Anj__ ketemu di cafe milik Zea, gue minta Vanes mesan ruangan private di sana ada hal yang ingin gue perlihatkan tentang kasus dua tahun lalu".
"Oke", tanpa fikir panjang Xander mengambil jaket beserta milkita bergehas keluar menatap kotak yang di bawa kurir tadi merasa memerlukan itu Xander meraih membawa keluar, cowok itu memacu kuda besi menuju cafe milik Zeanne, sampai di sana cowok itu sudah di sambut Zea dan juga Vanes di depan cafe.
"Xan, Devan sudah ada di dalam, tempat private nomor 7 ya", ujar Zea.
Xander tersenyum menganggukan kepala bergehas masuk menuju ruangan 7, "gue kira lo belum sampai, ngak liat motor lo di luar", ujar cowok itu duduk di sofa, ruangan begitu nyaman dengan dekorasi yang unik.
"Gue bawa mobil soalnya banyak barang yang harus gue bawa ke sini, kalau boleh tahu lo bawa apa ?", tanya Devan menunjuk kotak di tangan cowok itu.
Xander menunduk menatap kotak di tangannya, "gue fikir ada yang sengaja mencari identitas gue sampai mengirim paket ke rumah", ujarnya santai kini membuka paket ditangannya.
Alis kedua cowok itu terangkat melihat sebuah coklat ada di dalam kotak, "sesuai prediksi lo Xan, orang yang ngirim hanya ingin mencari informasi", ujar Devan terkekeh menggelengkan kepala.
"Oke langsung lo mau nunjukin apa ?", tanya Xander langsung.
Devan menyodorkan kotak besar ke depan Xander membuat cowok itu menautkan alis membuka penutup kotak, mata cowok itu membola sempurnah menatap berkas-berkas di dalam sana tentang penyelidikan kematian ibunya, yang membuat Xander semakin kaget ada foto almarhum ayahnya yang saling merangkul dengan Zein, ayah Devan.
"Jadi selama ini bokap lo diam-diam menyelidiki tentang kematian ibu?", tanya Xander di jawab anggukan lesu dari Devan merasa bersalah telah menuduh Zein.
Devan menyodorkan surat milik Bram, dada Xander bergemuruh membaca surat itu, dari awal Bram sudah menitipkan ibu Arini dan dia pada Zein, "lo buka daftar yang di curigai sebagai tersangka Xan, semua anak senat masuk, beserta beberapa anggota klub kampus", ujarnya.
Xander menganggukan kepala memeriksa menipiskan bibir dengan dada bergemuruh bercampur aduk, membuka berkas lainnya, Xander meringis menahan agar tidak terisak, "sekarang apa yang akan lo lakuin ?", tanya Devan setelah Xander selesai melihat berkas di dalam kotak, cowok itu kembali menutup menghembuskan nafas
"Diam-diam menyelidiki semua yang di curigai sebagai tersangka dan__", ujarnya menggantung memejamkan mata menyakinkan diri, "membuka identitas gue di hadapan bokap lo, pak Zein", ujarnya sekarang yakin pada pria itu melihat surat dari ayahnya yang begitu percaya pada Zein harusnya cowok itu juga percaya pada Zein seperti Bram.
Ceklek
Pintu terbuka memperlihatkan Zea dan Vanes yang datang membawa minuman dan cemilan, "sudah selesai ?", tanya Vanes meletakan minuman, kedua cowok itu menganggukan kepala sebagai jawaban.
"Duduk sini gabung sama kita", ajak Devan.
Kedua gadis itu duduk di sofa menyalakan tv yang sengaja di siapkan di dalam ruangan private, Zea sengaja merancang cafe untuk semua penjuru bahkan pekerja kantoran bisa menempati cafe mikiknya untuk melakukan rapat, "suasana cafe milik lo bagus Ze", ujar Xander meneliti
Zea tersenyum seperti biasa dengan mata yang selalu terlihat berbinar, "makasih loh", ujar Zea terkekeh jumawa.
Vanes memutar bola mata malas, "saran gue ngak usah muji dia, takutnya meledak tuh anak, semakin sombong nantinya", celetuknya membuat Zea mendengus kesal.
"Sirik aja lo, sekali saja lo ngak iri bisa kan", balas gadis itu tidak sungkan sama sekali.
Vanes meleletkan lidah mengejek, "ngapain iri sama tukang makan ke lo", ujarnya.
Zea menahan diri agar tidak mendekat mencakar wajah sahabatnya itu, "ngaca bu, tuh ada kaca, kalau masih belum puas gue nanti beliin kaca segede dinding", balasnya lagi.
Xander dan Devan terkekeh menggelengkan kepala, "kayaknya ngak ada hari tanpa perdebatan di antara kalian", ujar Devan tidak habis fikir.
Zea dan Vanes saling pandang kompak terkekeh, "pantas persahabatan kalian awet sampai sekarang, jarang loh persahabatan antara perempuan yang awet seperti kalian", ujar Xander kagum sendiri.
"Itu yang aneh Xan, kalau kita pisah hanya sebentar pasti kita saling mencari satu sama lain, susah kayak anak kembar kita", ujar Zea terkekeh sendiri.
"Iya iya percaya", ujar Xander dan Devan kompak mengambil minuman di atas meja.
"Oh iya kalian sudah dengar ngak sih gosip di kampus soal kak Rion dan kak Atika", ujar Vanes mengingat sesuatu yang membuat gadis itu penasaran dengan berita yang dia dengar.
Xander dan Devan menganggukan kepala, "kita liat sendiri foto yang sengaja disebarkan di lapangan outdoor", ujar Devan.
"Menurut kalian ada sangkut pautnya dengan kejadian dua tahun lalu ngak sih mohon maaf gue rasa ada yang sengaja meneror para anggota senat untuk mencari informasi tentang kejadian dua tahun lalu ?", tanya Zea sebenarnya dari awal sudah curiga apa lagi setelah Reno terang-terangan menuduh Leon sebagai pembunuh Saskia.
"Bisa saja itu benar adanya, hanya saja kita tidak punya bukti apa-apa untuk menguatkan pendapat lo itu, satu lagi gue dengar banyak yang memang tidak suka dengan para pengurus senat", jelas Xander namun nyatanya di hati kecilnya cowok itu benar-benar mencurigai para pengurus senat, ada banyak alasan sampai cowok itu menaruh kecurigaan.
●●●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembunuhan Di Kampus 💯 (End)
Mystery / ThrillerXander Erlangga, cowok tampan, maniak milkita rasa coklat, masuk ke dalam Westren University adalah satu tujuannya dari SMA bukan tanpa alasan tapi untuk menguak tentang kematian ibu Arini ibu kandung Xander sekaligus dosen di kampus. Namun di hari...