Hidup itu misteri, kadang yang pulang belum tentu di kenang, yang tinggal belum tentu diinginkan, berpulang adalah satu hal yang pasti, karena Tuhan yang punya segala kehidupan di muka bumi.
Suara isak tangis lama kelamaan menghilang, meninggalkannya dengan rintik hujan yang mulai deras, airnya menggenang, namun tidak sedikitpun membuatnya enggan untuk pulang.
Tiffany Janice, nama yang terpampang di nisan bertanda salip itu, fotonya mulai dibasahi oleh air-air yang datang, bunga yang baru saja di berikan sudah mulai rusak, gundukan tanah itu juga terkikis olehnya.
Namun ada satu gadis yang tidak pernah beranjak dari tempatnya berdiri, matanya nanar menatap makam sang Ibu, kehilangan seorang yang menopang penuh hidupnya dan ketiga adik-adiknya sudah berpulang, Ia sudah sangat nyaman dengan akhiratnya.
Putus sekolah, memprioritaskan pendidikan adik-adiknya, bekerja dari satu tempat ke tempat yang lain, gadis 22 tahun itu kehilangan masa remajanya dengan cepat.
Pelayan restoran pada pagi hingga sore hari, berjaga minimarket untuk malamnya, libur menjadi baby sitter untuk siapapun yang menginginkan jasanya, Ia banting tulang untuk itu.
Rebecca Janice, nama yang tersemat padanya, gadis tangguh yang mengabdikan diri untuk keluarganya, dipaksa oleh keadaan yang tidak pernah berhenti untuk menghancurkan mentalnya.
"Kak. "
Kalfavo Janice, anak kedua dari Tiffany dan Henry, yang tengah menikmati indahnya bangku perkuliahan, hukum adalah jurusan yang Ia junjung tinggi di atas kepalanya.
"Hujan Kaf. "
"Pulang ya. "
Becky tersenyum, lalu menggeleng pelan, rumahnya sudah tiada, mau kemana lagi Ia akan pulang, selama ini hanya Tif lah yang menyayanginya, yang menganggapnya ada, seorang yang Ia panggil Ayah itu bahkan sangat membencinya, menjadikannya sapi perah untuk uang yang biasa dirinya pakai untuk berjudi dan mabuk-mabukan
"Kakak mau di sini dulu. "
"Hujan Kak, Aku gak mau liat Kakak sakit. "
Lelaki yang sama persis dengan Ibunya, lembut hatinya, ucapannya, prilakunya, lelaki yang tidak pernah berlaku kasar terhadapnya, tak sama dengan sang Ayah, terkadang Kaffa adalah satu-satunya yang memasang badan jika Becky mendapat kekerasan apapun dari orang tua lelakinya itu.
"Sebentar Kaf, Kakak masih pengen ngobrol sama Ibu. "
"Ikhlas ya Kak. "
"Hmm, Kakak lagi nyoba, Kamu pulang ya, orang di rumah pasti banyak yang ngelayat, Luna sama Rayi mana bisa handle itu. "
"Ada Ayah. "
Sekali lagi Becky hanya mengangguk, lalu kembali memfokuskan dirinya ke tanah kuburan yang ada di hadapannya, di dalam peti mati itu ada jasad yang Ibu, yang sangat ingin Becky peluk kembali, Becky ciumi pipinya, menangis di pelukannya, berbagi rasa sakit yang sama karena pilihan hidup yang jahat.
"Kak. "
"Iya, "
"Kaffa ijin gak kuliah lagi ya?"
"Gak, apaan, gak gitu Kaf, Kakak masih mampu kok biayain Kamu. "
"Sekarang tinggal Kakak, masa Kaffa tega...
"Biar Kamu gak tega, Kamu kuliah yang bener, lulus dengan nilai baik, dan Kamu cari kerjaan yang memadai, yang bisa bantu diri Kamu sendiri nantinya. "
"Kaffa gak mau jadi beban buat Kakak. "
"Kaffa gak jadi beban, kenapa harus mikir gitu sih. "
"Kaffa sayang sama Kakak. "
"Kakak juga, sayang sama Kaffa, Luna, Rayi juga, Kakak janji bakalan jamin masa depan Kalian sampai nantinya Kalian punya hidup Kalian masing-masing yang jauh lebih layak. "
Pelukan hangat yang tak mampu hujan kalahkan oleh dinginnya, Becky merasakan kasih sayang itu penuh di dalam hatinya, walaupun luka baru di mulai, Becky tak apa, asal ada Kaffa di hidupnya, Ia mampu berjuang lebih lama lagi.
🔻🔺🔻
Di tempat yang jauh dari sana, wanita dengan suit hitam duduk menyilangkan kaki, kopi latte kesukaannya mengebul menciptakan wangi yang harum, gawainya tak berhenti berdering, lelaki dengan uang di lehernya itu tidak berhenti menuntut banyak kepadanya, sedari dulu, dari perjodohan ini tidak satupun yang Freen inginkan, karena Ia juga terlahir dengan sendok emas di mulutnya.
Freenky Jovanka Alba, anak semata wayang dari pemiliki Alba's group, perusahaan yang bergerak di bidang sandang itu merupakan salah satu icon fashion termasyur abad ini, tas, sepatu, baju, perhiasan dan semua hal yang melekat di tubuh orang-orang ternama adalah salah satunya dihasilkan oleh beberapa brand miliknya.
Wanita itu tanpa orang tua nya adalah wanita metropolitan yang mampu berdiri dengan kakinya sendiri, Freen membeli penuh saham atas namanya, jadi suatu saat jika Ia berkhianat, tidak satu orangpun mampu memiskinkannya.
Mattew Mattasit, lelaki kaya raya yang menikahinya dua tahun lalu, yang bahkan sampai saat ini tidak ingin Ia jamah, ya Freen membatasi dirinya, Ia tidak mencintai lelaki itu, lalu harus bagaimana?.
"Freen. "
"Hmm. "
"Suamimu tidak berhenti menghubungiku, Dia kira mentang-mentang Aku asisten sekaligus sahabatmu, Aku tau semua hal tentangmu apa. "
Freen terkekeh, tidak hanya dirinya, Nam juga membenci lelaki angkuh itu, entah kenapa hubungan Matt dengan semua sahabat Freen tidak ada yang baik, walaupun Matt tidak melakukan apapun dengan Mereka, tetap saja semua manusia yang dekat dengan Freen tidak menyetujuinya.
"Saya jenuh. "
"Ingin bermain?"
"Tidak. "
"Kenapa Kau tidak mencari seseorang yang mampu membuatmu merasa jauh lebih ada?"
"Maksudmu?"
"Sugar Baby, lagi trend kan sekarang?"
"Lelaki lagi? tidak, Aku tidak menyukai lelaki bahkan akau tau itu, "
"Kembalilah dengan Oey kalau begitu. "
"Tsk, Kau bercanda, Aku harus memacari arwahnya maksudmu?"
"Lagian, cintamu sudah mati, Kau malah masih cinta mati. "
"Sudah lah. "
"Kau bisa mencari gadis lain untuk menemanimu, dan Kau bayar Dia, "
"Bagaimana caranya, "
"Kau kan kaya raya, hubungi setiap perempuan cantik yang ada di instagram, Kau ini bagaimana. "
"Saya tidak semurahan itu Nam. "
Nam memutar bola matanya malas, Freen terlalu menjunjung tinggi egonya, hanya pasrah dengan segala hal yang terjadi setiap harinya, dan menyerah begitu saja jika tidak ada yang sesuai dengannya.
"Nanti Aku saja yang urus, tapi Kau setuju kan?"
"Surga baby ini? Kau tidak demam kan Nam?"
"Ya sudah kalau Kau tidak mau, Kau nikmati saja hari suram mu, seumur hidupmu, bye. "
"Yaaak, oke, oke, Kau carikan, nanti akan Ku bayar Kau dengan mahal, tapi ingat harus yang sesuai dengan seleraku. "
Senyum miring itu tercetak menyebalkan di wajahnya, membuat Freen jengah, gerakan tangan seakan mengusir itu membawa langkah kaki Nam keluar dari ruangan Freen.
Apakah ini jalan keluar dari semua hal gila ini?, apakah Ia benar-benar akan mendapatkan bahagia setelah ini?, entahlah.
🔻🔺🔻
Peluk Heal Me erat-erat ya guys, selamat berjalan bersama 👀🙏🏼
Disclaimer : ini cerita Freenbecky LOKAL (cuma pinjem nama doang)
KAMU SEDANG MEMBACA
HEAL ME (Freenbecky)
Short Story(GXG⚠️) Sometimes peace comes with a lot of goodbye.