Chapter (17) Tentang Masalah

503 52 7
                                    

"Aku akan pulang telat hari ini. Ada kunjungan ke university."

"Hendery pulang lah duluan. Aku ada urusan hari ini." Suruh Jeevans kepada sekretarisnya.

Ia menghubungi seseorang sebelum melajukan mobilnya.

Disisi lain tampak dua orang saling terdiam dalam keheningan. Beberapa berkas terbuka di atas meja tampak sudah terabaikan.

"Bagaimana caramu bisa mendapatkan bukti ini?"

Ia terkekeh pelan menanggapi. "Tentu saja dengan caraku. Kamu tidak perlu tahu adik ipar." Mengulurkan tangannya kepada beberapa orang yang berdiri di belakangnya.

"Ini sampel darah. Silahkan lakukan tes DNA kalau tidak percaya. Ibumu itu terlibat dalam banyak hal."

Helaan napas terdengar berat. Sungguh bukan ini yang ia inginkan. Ternyata untuk hidup tenang tidak bisa ia dapatkan lagi, ya.

"Kenapa kamu bergerak sejauh ini, kakak ipar?" Ia memandang para pria tidak biasa berdiri tegak dibelakang kakak iparnya.

"Karena suamiku membuat aku harus sejauh ini." Ia mengidikkan bahunya acuh. "Jadi, apa yang akan aku dapatkan?" Tagihnya.

"Properti di luar kepemilikan Ferrero, di tengah kota. Hari ini."

"Mereka akan bertemu, ya ...." Seseorang baru datang langsung menempatkan dirinya di sisi Katarina.

"Kekasihmu itu tolong diamankan coba."

"Dia lebih tertarik sama suami orang kok. Apa aku harus jadi suami orang juga biar dia tertarik juga. Iyakan, cantik~"

Winter yang baru diambang pintu mematung.

"Heh! Aku tidak terima ya kalau temanku cuma menjadi alat." Katarina menatap Jayden sinis.

"Begitu saja marah." Jayden membuang muka. Merasa terhianati dia.

"Masuk, Win." Suruh Katarina. "Yang lain mana?"

"Mereka masih di parkiran tadi." Winter duduk mepet dengan Katarina.

"Jadi ini biarkan saja mereka bertemu?" Eric menatap kakak iparnya heran, tidak panik?

"Aku sudah mengirim orang kok. Cantik dan kejam, itu panggilan yang kusematkan padanya."

"Aku kenal?"

"Tidak. Yang penting dia bagian dari keluarga Hwang. Sepupu kakak ipar ku."

Eric dan Jayden saling lirik. Sepertinya memang berbahaya.

"Maaf kami telat." Hendery datang diikuti Nandira.

"Kita mulai saja."

Masing-masing mereka duduk ditempat. Tampak pertemuan kali ini begitu serius.

"Sesuai dugaan, paman Adiyaksa suka melecehkan orang. Kasusnya selalu sama seperti yang terjadi padamu." Nandira menyerahkan kartu memori kepada Katarina.

"Cuma ini?"

Nandira ngangguk, "dia tidak terlibat dalam kasus pembunuhan. Itu murni pelakunya bibi."

"Sebenarnya kalian salah. Bibi hanya terlibat kasus pemalsuan identitas."

"Bukannya kita sudah menemui bibi di rumahmu waktu itu?" Jayden tampak kebingungan. "Malah kita sempat menyiksanya, kan?"

"Kapan?" Eric terkejut tentu saja.

"Tidak usah terkejut begitu. Itu balasan bibi dulu diam saja paman merendahkan aku. Untung tidak ku potong kemaluan ayah tirimu itu, Ric." Katarina masih dendam tentu saja.

"Woah .... Keren." Winter tanpa sadar bereaksi. Keren juga temannya ini.

"Kamu suka kekerasan ya, cantik?"

"Mana ada." Winter membuang muka. Tidak sudi dipuji orang mesum.

"Jadi pembunuh paman Haiden siapa?"

"Menurutmu siapa?" Katarina bertanya balik kepada Eric.

"Tapi bukti mengarah kepada bibi Yejin." Hendery angkat bicara. Sebagai sekretaris Jeevans tentu saja dia tahu masalah keluarga Ferrero.

"Kalian terlalu percaya sama yang tampak dipermukaan."

_______

Langkah kaki pasti mengarah ke salah satu kamar hotel khusus untuk sang pemilik bisnis. Seseorang yang menunggu di dalam terlihat begitu tidak sabar. Ia sudah menyiapkan banyak hal untuk persiapan mereka sore ini.

Ia sudah berdiri di depan pintu. Siap menyambut orang terkasihnya.

Ketika pintu terbuka, tangan seseorang terangkat mendarat di pipi mulusnya.

Plak!

Ia terhuyung tidak siap dengan serangan mendadak. Ia menatap pelaku dengan mata tajamnya. "Orang gila mana yang berani-beraninya mengangkat tangan padaku?! Apa kau tidak tahu aku siapa, hah?!"

"Kau? Tentu saja aku tahu." Pelaku berjalan mendekat. Ia mencondongkan tubuhnya hingga jarak keduanya sangat dekat. "Kau selingkuhan orang, iyakan?" Bisiknya.

"Jangan asal tuduh!"

Ia memutar bola matanya malas. "Tidak usah berbohong. Kau itu bukan tandingan Katarina. Kau hanya akan mendapatkan api cemburu dalam hubungan kalian. Cinta, rumah tangga tidak hanya butuh cinta, Nona Jihan."

Ia berbalik hendak pergi dari sana. Namun sebelum itu ia berkata, "berikanlah minuman yang kau racik kepada orang yang kau cinta itu. Maka kau akan mendapati raga tanpa jiwa."

Jihan melirik minuman di atas meja. Apa maksud orang ini? Dia tidak menyiapkan racun.

_______

"Jihan?"

Seseorang masuk dengan tergesa-gesa. Napasnya memburu menandakan orang itu tidak baik-baik saja. Ia memeriksa setiap ruangan mencari Jihan yang entah kenapa tidak ada.

Matanya mendapati secarik kertas yang tergeletak di atas narkas. Membaca pesan singkat yang akhirnya membuat ia menghela napas. Rasanya lelah sekali.

"Bodoh. Kau bukan tandingannya, Jihan. Kenapa tidak mendengar peringatan ku."

_______

Masih mau lanjut gak kira-kira? Kalau gak aku bisa stop update.

Peran Antagonis ° JenRina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang