Chapter (35) Membaik

582 54 5
                                    


Katarina duduk di ruang kerja ayahnya, bahkan sedari tadi hingga kini sudah berganti tengah malam. Sang ayah yang sudah menyelesaikan pekerjaanya menatap putrinya bingung. Apa dia tidak mengantuk? Melihat dari gerak-gerik penuh semangat begitu jawabanya tentu saja belum mengantuk.

"Ibu hamil tidak baik tidur larut malam. Kamu belum mengantuk?" Suho bersedekap dada menatap putrinya.

"Belum. Lagipula aku ada kerjaan. Lebih baik aku kerjakan saja dari pada aku hanya bengong di kamar, karena demi apa pun aku tidak mengantuk sama sekali." Balas Katarina menatap ayahnya balik.

"Hanya malam ini, besok harus tidur cepat. Mengerti?"

"Baik, Kakek. Kami mengerti." Jawab Katarina yang menirukan suara anak kecil.

Suho tersenyum kecil mendapat jawaban seperti itu. "Appa ke kamar duluan, ya. Kalau bisa cobalah untuk tidur."

"Hum."

Namun tanpa Katarina sadari, waktu berlalu begitu cepat. Tiba-tiba saja perutnya kembali bergejolak memaksa untuk mengeluarkan cemilan yang menemaninya selama mengerjakan pekerjaanya. Katarina melirik jam yang ternyata telah menunjukkan jam 6 pagi, jelas hal itu membuat Katarina terkejut. Katarina buru-buru melangkah ke toilet yang ada di dalam ruang kerja ayahnya, dengan amat sangat tidak dia sukai, ia kembali memuntahkan semua isi lambungnya.

Di sisi lain, Lucy tampak panik mencari adiknya yang tidak ada di kamar, pun kamarnya terlihat rapi seperti tidak disentuh sama sekali. Hal itu menarik perhatian ayah dan suaminya.

"Kenapa?"tanya sang ayah.

"Katarina tidak ada di kamar."

"Jangan-jangan ketiduran di ruang karja Appa."

"Hah?" Lucy mengerutkan dahinya.

"Adikmu itu tidak bisa tidur semalam, jadi dia menyibukkan diri dengan pekerjaannya di ruang kerja bersama Appa semalam. Coba kamu lihat di sana."

Lucy yang mengerti segera melangkah ke ruang kerja sang ayah. Kepalanya menyembul dari balik pintu, dia melihat meja dan sofa berantakan penuh oleh bungkus cemilan, tetapi tidak ada orangnya. Lucy melongok dirasa ada suara di dalam toilet.

"Katarina, itu kamu?"

"Hum." Gumam Katarina pelan. Entah kakaknya itu mendengar atau tidak.

Lucy membuka pintu toilet yang ternyata tidak di kunci. Dia melihat sang adik yang tampak seperti orang sakit. "Kamu mual lagi?"

"Bagaimana ini? Aku tidak mengantuk sama sekali, sekarang mual, rasanya aku lelah sekali." Katarina memijat pelipisnya ketika rasa pusing samar-samar dirasakan olehnya.

"Kemarin siang seharian di rumah juga tidak tidur?" Katarina menggeleng menjawab pertanyaan kakaknya. "Atau kamu menginginkan sesuatu? Siapa tahu setelahnya kamu mengantuk." Tanya Lucy lagi.

Katarina menerawang mengingat kira-kira apa yang dia inginkan. "Sepertinya tidak ada."

"Ini tidak selalu menyangkut soal makanan kalau kamu mengira aku bertanya mungkin kamu ngidam ingin makan sesuatu. Apa saja yang kamu ingin."

"Kemarin lusa aku ingin melihat Jeevans."

Lucy menatap adiknya seolah mengatai keinginan yang satu itu.

"Kakak sendiri yang bertanya, ini aku jawab." Katarina tidak terima tatapan aneh dari kakaknya.

--^

Katarina sudah sampai di rumah sakit setelah terjadi aksi adu mulut dengan ayahnya tadi. Pasalnya ayahnya itu tidak mengizinkan Katarina menemui Jeevans, sang ayah ingin Jeevans sendiri yang datang jika dia sudah sadar, walaupun dia tidak tahu kapan menantunya itu sadar. Menurut kabar dari pihak Ferrero, keadaan Jeevans berangsur membaik.

"Lolos kamu dari larangan appa mu."

"Aku buat saja alasan kalau cucunya kangen sama daddynya, hehehe ...."

"Benar, itu alasan yang bagus."

"Iyakan."

"Ya sudah, kamu masuk saja. Mama mau memeriksa kantor kalau ada yang menjaga Jeevans. Nanti Mama bilangin sama yang lain untuk tidak mengganggu kalian."

"Terima kasih, Ma."

"Sama-sama, Sayang. Mama pergi dulu."

Katarina baru masuk setelah mertuanya sudah tidak terlihat dari pandangannya. Dengan gaya khas seolah tengah marah, Katarina menatap Jeevans dengan wajah datarnya, walaupun sekarang dia tidak memikirkan apa-apa yang membuat dirinya mungkin saja hilaf mencabut semua alat yang menempel di tubuh Jeevans.

"Padahal sudah senior pasien rumah sakit. Luka begini saja lama sadar." Ejek Katarina.

Katarina duduk di kursi sampai Jeevans. Dengan hikmat dia memakan potongan buah yang disiapkan oleh ibunya tadi.

"Kamu cepat marahin Daddy biar bangun. Enak saja tidur terus, katanya mau tanggung jawab." Omel Katarina kembali. Ia berniat menjadikan anaknya sebagai sekutunya untuk memusuhi Jeevans.

--^

"Appa tidak mungkin membiarkan Katarina menginap di rumah sakit. Dari pada appa mengomel nanti, mending kita ajak pulang saja." Lucy berbicara dengan suaminya. Mereka berdua menuju ke ruang rawat Jeevans, berniat membesuk korban mereka sekaligus menjemput Katarina.

Oh ya ngomong-ngomong, Jeevans sudah keluar dari ICU tadi siang. Kabar yang Katarina berikan kepada sang pelaku tidak lain pasangan suami istri yang suka dengan kekerasan ini.

Lucy yang masuk duluan tertegun melihat adiknya tertidur pulas dengan kepala bertumpu di lengan Jeevans. "Katarina tidur. Apa kita tunggu dia bangun dulu saja? Soalnya semalam dia tidak tidur, takutnya dia baru saja tidur." Lucy jadi dilema.

"Ya sudah tunggu saja toh kita tidak ada kerjaan mendesak sore ini." Tutur Hyunjin. "Tolong benarkah tempat tidur di sana, Katarina akan sakit leher kalau tidur begitu."

"Nanti dia bangun."

"Aku akan pelan-pelan." Hyunjin menyakinkan istrinya untuk tidak khawatir.

"Ya sudah."

Hebatnya Katarina sama sekali tidak ada respon apa pun, dan hal itu membuat Lucy jadi berpikir yang tidak-tidak. "Katarina benaran tidur bukan pingsan, kan?"

--^

Peran Antagonis ° JenRina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang