Chapter (34) Keluarga Kim

490 53 7
                                    

"Appa!" Katarina melambaikan tangannya heboh melihat ayahnya menunggu di depan rumah.

"Jangan lari!" Teriak Lucy yang bahkan belum keluar dari dalam mobil.

Suho merentangkan tangannya siap menyambut putrinya ke dalam pelukannya.

"Kangen." Katarina berseru senang memeluk ayahnya erat.

"Appa juga kangen dengan anak berisik ini." Suho menepuk-nepuk punggung putrinya perlahan. "Kalian sudah sehat, kan? Tidak merasakan hal aneh, kan?" Suho menyerang Katarina dengan pertanyaan khawatirnya.

"Kami sudah baik-baik saja, Appa."

"Baguslah. Ayo masuk, eomma sudah memasak untukmu."

"Eomma yang terbaik!" Katarina menarik kakaknya untuk segera masuk ke dalam rumah.

"Kenapa tidak langsung bunuh saja?" Suho melirik menantunya. Penasaran? Biasanya asal bunuh orang.

"Aku ingin, tapi ini bukan kuasaku. Bagaimana kalau Katarina masih menginginkan Jeevans? Mana bisa kita menghidupkannya lagi."

Suho mendengus, "padahal banyak yang mau dengan Katarina. Kenapa harus laki-laki aneh itu yang menjadi suami Katarina." Dia sekarang menyesali tindakkanya memberi restu.

Hyunjin melirik mertunya, "Appa yang tidak hati-hati mengambil keputusan. Kalau aku ayahnya Katarina, mengambil anakku tiba-tiba, sudah kubuat dia cacat seumur hidup ketika meminta restu. Apa-apaan itu meminta restu sehari sebelum menikah, berbicara resmi setelah menikah." Ia mencibir melambiaskan rasa kesalnya, sampai membuat mertuanya melongok.

"Susah nih cucu Appa nanti mendapat pasangan." Celetuk Suho.

"Kenapa kalian berdua ngobrol depan pintu begitu? Cepat masuk!" Nyonya Besar sudah teriak membuat kedua buru-buru masuk.

"Kamu harus makan-makanan yang sehat. Nih, makan sayur juga." Irene mengisi kembali piring Katarina yang bahkan belum luang setengah bagian.

"Aku tidak makan sebanyak itu, Ma." Keluh Katarina yang merasa sedikit tersiksa.

"Kamu jangan samakan dengan porsi makanan kamu biasanya sebelum hamil, ya. Sekarang kamu berbagi makanan, jadi harus makan banyak."

"Makanya jangan cepat hamil. Sukur tuh disuruh makan banyak." Ledek Lucy yang membuat Katarina cemberut.

"Kata orang yang sampai ngambek dipintai cucu." Sindir sang ayah. "Padahal Appa sama eomma nganggur, bisa tuh mengasuh bayi." Lanjutnya.

"Lho, kok aku yang kena?" Lucy mencebik kesal.

Katarina balik meledek kakaknya dengan sangat amat senang. Salah siapa bahas-bahas soal kehamilan.

"Hyunjin, sana buatkan Eomma cucu."

Hyunjin yang sibuk makan jadi mematung. Ini kenapa jadi dia yang kena juga?

"Tidak bisa. Kami masih sibuk pacaran keliling dunia." Tolak Lucy "Tuh, asuh saja cucu dari Katarina."

"Padahal aku belum setuju, lho." Celetuk Katarina yang membuat dia seketika menjadi pusat perhatian.

"Soal apa?" Tanya sang ayah.

"Soal anak ini." Jawab Katarina. "Kalian yakin? Ini anak Jeevans, lho. Calon ayah yang entah cinta tidak sama ibunya. Masa cuma sayang anak tanpa sayang ibunya. Egois sekali." Katarina mendumal kesal.

"Memangnya kamu tidak cinta?"

"Biasa saja." Katarina menjawab pertanyaan ibunya.

"Ya sudah. Tinggalkan saja Jeevans, menikah dengan anak rekan Appa saja. Latar belakangnya sama seperti keluarga kita. Permasalahan keluarga pasti lebih seru daripada soal selingkuh." Tawar Suho.

"Appa, jangan mengajari Katarina jadi sesat begitu. Ku jodohkan eomma sama papa temanku Appa terima tidak?" Tantang Lucy.

"Mana bisa begitu!" Suho langsung menyuarakan ketidak setujuannya.

"Nah! Appa saja tidak setuju. Seperti apa perasaan Jeevans coba?"

Katarina memicingkan matanya, "bukannya Kakak tidak setuju dengan Jeevans, ya?"

Lucy menggidikkan bahunya. "Setengah-setengah sih. Soalnya tuh, akan ada darah Ferrero dalam keluarga kita nanti. Ini sebagai rasa terima kasihku karena Jeevans sudah memberikan apa yang aku pinta diawal."

"Kalau aku menikah dengan orang lain juga aku bisa kok memberikannya." Balas Katarina.

"Yakin? Memangnya bisa? Bukannya kamu bilang tidak bisa membayangkan bercinta dengan orang yang tidak kamu cinta. Kalau begitu Eomma tidak restui kalian." Irene menatap putrinya serius.

"Aku lagi yang kena." Gumam Katarina. Yang dikatakan ibunya itu benar, itulah kenapa Katarina yang sempat pacaran dengan orang maniak sex seperti Jayden saja tidak pernah mereka melakukan sex, maka Katarina langsung mual-mual merasa hal itu menjijikkan. Katarina tidak bisa mencintai seseorang jika dia belum kenal lama, dan dia bertemu Jayden saat mereka masuk kuliah. Itupun mereka pacaran karena Katarina berniat membantu Jayden melupakan Jihan.

"Sudah aku katakan. Potong saja kaki Jeevans kalau dia bilang tidak mecintaimu nanti." Ucap Lucy santai.

--^

Pagi harinya Katarina sibuk bolak-balik ke kamar mandi. Dia bahkan sudah tidak punya tenaga lagi untuk hanya sekedar mengangkat tubuhnya. Katarina terduduk di lantai dengan kepala di atas ranjang. Apa memang begini kalau seseorang sadar dia sedang hamil? Tadinya Katarina tidak merasakan apa-apa tuh.

"Lho, Eomma kira belum bangun." Irene melongok melihat putrinya yang tampak tidak bersemangat. "Kenapa kamu?" Tanyanya.

"Aku mual." Ucap Katarina pelan. Irene bahkan hanya mendengar sayub suara Katarina.

"Oh .... Itu biasa. Eomma buatkan sesuatu untuk membantu meredakan mual. Kamu naik tiduran di kasur, jangan di lantai begini. Ayo Eomma bantu."

Katarina yang ditinggalkan sendiri di dalam kamar tiba-tiba menangis. Dia tidak tahu apa yang terjadi padanya, tapi dia merasa sekarang dia sangat sedih. Katarina mengelus perutnya yang masih datar, ada rasa bersalah mengingat penolakannya atas kehadiran calon bayi mereka. Perasaan seperti ini sangat mengganggu, Katarina tidak bisa kalau begini terus.

"Aku ingin melihat Jeevans." Gumam Katarina pelan.

--^

Peran Antagonis ° JenRina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang