Chapter (20) Mengulik Kejujuran

439 54 2
                                    

“Jihan belum pulang?”

“Sepertinya dia terjebak di dalam.”

“Bagus dong.” Katarina merasa puas. Mari kita lihat tingkah kau saat berhadapan dengan kakak dan kakak iparku yang ganas itu, Jihan. Sungguh dia merasa tidak sabar.

“Nyonya Ferrero pulang.” Suara kepala pelayan menarik perhati semua orang.

“Kalian tidak bilang dulu mau ke sini.” Katarina cemberut dan itu mendapatkan kekehan dari kakaknya itu.

“Namanya juga kejutan.” Ucap Lucy santai tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

“Tidak ada oleh-oleh untukku?” Tagihnya.

“Tidak ada, kalau mau oleh-oleh sana pulang ke Korea.” Timbal Gisel.

“Sebenarnya aku mau-mau saja, tapi aku agak sibuk sekarang.” Alasan Katarina. Lalu dia duduk di samping sang suami yang tanpa sadar memaksa Jihan menggeser posisi duduknya.

“Tidak aku sangka selera kamu tinggi juga.”

“Oh jelas.” Katarina terkekeh pelan. Ia memeluk lengan suaminya tanpa segan, ya, semua di ruangan ini kan keluarganya.

“Hati-hati, godaanya pasti banyak.” Peringat Gisel, “nanti direbut pelakor lagi.” Lanjutnya.

“Ambil saja kalau mau, itupun kalau suamiku siap menghadapi appa. Kamu tahu sendirikan seperti apa kalau appa marah. Kakak ipar saja sampai masuk rumah sakit waktu terjadi kesalahpahaman waktu itu.”

“Jangan lagi hal itu terjadi. Aku tidak mau wajah suamiku menjadi jelek.” Lucy tidak terima. Hyunjin yang menjadi topik pembicaran diam-diam juga berharap hal itu cukup terjadi sekali seumur hidupnya.

“Itulah kenapa aku mengingatkan tadi.” Kata Hjunjin mengarah kepada Jeevans dan Jihan.

“Untung saja perempuan itu masih selamat.” Tidak lagi-lagi Lucy mengingatnya. “Kalian kalau ada apa-apa bahkan belum pasti, jangan sampai appa tahu, bilang sama kami saja sudah cukup.” Peringat Lucy kepada pasangan suami istri di depannya.

“Bukannya kalian sama saja, ya?”Katarina memicingkan matanya.

Lucy menggidikkan bahunya acuh, “Mungkin.”

Disela-sela waktu mengobrol mereka, seseorang masuk mengalihkan antensi seluruh orang. Yena pulang dengan keadaan yang cukup telihat kusut. Ia berhenti melihat ada tamu penting tentu saja.

“Selamat sore.” Sapa Yena ramah. Tentu saja dia tidak seceroboh seperti orang-orang tidak berpendidik tentu saja. Ya walaupun dia suka mencari masalah dengan beberapa orang, bahkan anggota keluarga Ferrero sendiri. Tamunya ini patut diwaspadai.

“Selamat sore juga, Nona Yena.” Sapa Lucy balik. “Ini sepupu suamiku, namanya Gisellia Annanda. Kalian belum pernah bertemu, dan ini suamiku, namanya Hwang Hyunjin.”

“Halo, aku Yena Ferrero.”

“Halo, aku Gisel.” Sapa Gisel balik, dan Hyunjin hanya tersenyum tipis sebagai jawaban.

“Maaf sebelumnya, aku tidak bisa bergabung dengan kalian, aku cuma pulang sebentar untuk mengambil barang.” Ucap Yena tak enak hati.

“Tidak apa-apa, kami mengerti kok. Memang susah kalau kerjaan sedang menumpuk.” Jawab Lucy.

“Kalau begitu aku permisi semuanya.”

“Eh, tunggu, aku ikut.” Tiba-tiba Jihan berdiri dari duduknya.

Yena terdiam sejenak, lalu ia menyadari situasinya. “Ayo, kebetulan aku ada perlu sama kamu, mumpung sudah bertemu, sekalian saja.”

Kemudian Jihan izin pergi kepada semua orang. Lucy yang melihat itu mencuri-curi pandangan ke arah depannya. Kenapa seperti ada yang mengganjal, pikirnya.

“Kamu tidak disulitkan oleh keluargamu lagi, kan?” Lucy bertanya kepada Jeevans. Diawal pertemuan kan keluarga Ferrero tampak berbahaya sekali.

“Sepertinya mereka kesulitan mencari cela untuk berulah sekarang, terlebih sekarang posisiku sebagai kepala keluarga.” Jawab Jeevans.

“Kalau kalian butuh pengawalan dan mata-mata lebih, bilang saja. Suamiku ini diam-diam sangat berbahaya. Maksudnya, dia terlibat dengan bisnis hitam.” Ucap Lucy mengecilkan suaranya diakhir kalimat.

Hal itu membuat Jeevans secara tidak sadar meneguk ludahnya kasar. Keluarga Fererro berbisnis secara bersih tanpa campur tangan hal-hal mengerikan seperti itu. Tentu saja dia tidak akan terbiasa. Walaupun dunia bisnis memang terkenal cukup ekstrim dalam bersaing, tapi dia tidak mau menjalin hubungan dengan hal ilegal, salah sedikit itu akan sangat merugikan. Kalau begini, sama saja seperti bunuh diri kalau bercerita suatu masalah dengan mereka.

Makan malam berlalu begitu saja. Karena mereka akan pulang malam ini ke Korea, Lucy meminta waktu untuk bercengkrama dengan adiknya. Katarina yang tidak berpikir aneh-aneh, tentu saja dia merasa senang. Lagipula sudah cukup lama mereka jarang berbicara dengan santai.

“Jujur saja, kamu bahagia tidak di sini?” Kalimat itu langsung membuat Katarina terdiam.

“Tentu saja aku bahagia. Aku agak kaget karena mereka tidak seseram kedengarannya. Jadi tidak seru.” Katarina mencebik sedih.

“Halah, kamu saja yang suka dengan masalah.” Cibir Lucy, “Maksudku, masalah dengan rumah tangga kalian. Wanita itu bukan ancaman, kan?” Tanya Lucy to the point.

“Tidak kok, biasa saja.” Jawab Katarina.

“Kamu yakin? Aku merasa tidak suka dengan kedekatan mereka. Ya, semoga saja memang Cuma berteman.

“Aku akan mengurusnya sendiri jika terjadi sesuatu. Kakak tenang saja.”

“Kalau kamu merasa terlalu berat, bilang saja, mengerti?” Katarina mengangguk. Belum saatnya keluarganya tahu, selagi Jeevans masih bisa menjaga batasannya.

--^

Peran Antagonis ° JenRina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang