"Kau jangan terlibat apa-apa dengan konflik sekarang. Bisa saja nanti Ferrero menjadi tanggung jawab mu. Biarkan pemimpin kali ini bersih. Ingat, Eric, jangan terlibat. Jika ada hal mendesak saja kau boleh membantu. Itu pun bergerak secara diam-diam."
"Apa akan terjadi sesuatu?"
"Menurutmu?" Tanya Katarina balik. "Aku baru memastikan satu hal, dan aku sudah menyiapkan rencana. Mungkin kau tidak terbayang apa yang terjadi nanti."
"Aku tidak masalah jika Ferrero memiliki anggota keluarga sedikit, jika memang hubungan layaknya keluarga sungguhan."
"Aku juga berpikir begitu." Katarina ngangguk setuju. Memang apa gunanya memiliki banyak anggota keluarga kalau hanya bisa menyusahkan. "Oh ya, Eric, menurutmu apakah Jeevans akan bertekuk lutut di bawah kakiku?"
Eric terdiam mendapatkan pertanyaan tidak terduga itu. Kakak iparnya ini kadang terlihat lembut, kadang juga terlihat menakutkan. Entah apa yang sudah terjadi diantara keduanya? Tapi Eric yakin, Jeevans lah sumber masalahnya.
"Tidak perlu dijawab. Jeevans di matamu sehebat itu, kan. Aku pulang dulu." Katarina pergi dengan senyum tipis menghiasi bibirnya.
--^
"Apa Jeevans sudah pulang?" Katarina bertanya kepada supir pribadinya.
"Tuan sedang dalam perjalanan, Nyonya."
"Jangan lewat jalan utama, saya ingin menghirup udara segar."
"Tapi jalannya sepi kalau malam, Nyonya. Kita tidak di kawal, takutnya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."
"Sebenarnya itu yang saya inginkan."
Walaupun ia tampak ragu, tapi dia tidak ingin membuat suasana hati nyonya Ferrero memburuk. Diam-diam mengirimkan pesan kepada seseorang untuk berjaga-jaga.
"Sebenarnya saya sengaja pergi tanpa pengawalan hari ini." Katarina memberitahu supirnya. "Kalau saya selamat hari ini, berarti saya memang ditakdirkan memberikan pelajaran hidup kepada mereka."
"Apa maksud Nyonya?" Sang supir bertanya dengan wajah paniknya.
Katarina memasukkan ponselnya ke dalam tasnya. "Berhenti di sini." Pintanya. Dia buru-buru keluar dari dalam mobil. "Anda bersembunyilah, dan sampai jumpa lagi." Setelah berkata begitu, Katarina berlari memasuki hutan.
Dan benar saja, beberapa mobil datang dari dua arah. Mereka yang melihat target berlari, mereka bergerak cepat langsung mengejar target.
"Wijaya memang bisa diandalkan, hahaha ...." Katarina tertawa puas. Dia melepaskan alas kakinya, melemparkan ke tempat yang berlawanan arah darinya.
Sebuah peluru melewati tepat di samping kepalanya. Katarina berbalik membalas tembakan itu, tepat di jantungnya menyebabkan ia langsung tumbang.
"Rasakan!" Katarina merasa ini akan seru.
Gelapnya malam membuat aksi kejar-kejaran itu sedikit menyulitkan. Ditambah dengan angin yang cukup kencang membuat penglihatan serta pergerakan semakin sulit. Katarina sampai merobek dress-nya sebatas paha atas, ia tidak ingin repot-repot karena mengganggu pergerakannya.
Katarina merasa langkah kaki semakin banyak di belakang sana, pun suara perkelahian juga tembakan terus bersahutan. Apa yang terjadi di belakang sana?
Srak
"Hmphh-"
Katarina meronta-ronta karena seseorang membekap mulutnya. Katarina bahkan tidak sengaja melepaskan tembakannya ke sembarang arah.
"Ayo pergi."
"Hah?" Katarina yang masih kebingungan ditarik paksa mengikuti langkah lebar orang yang tiba-tiba datang menyeretnya.
Hingga hujan turun dengan lebat tanpa diduga. Katarina memaksa berhenti karena jelas saja air hujan membuat pandangannya terganggu, itu sedikit menyakitkan.
"Kau saja yang pergi. Aku lelah." Katarina mengibaskan tangannya menyuruh orang itu pergi. Dia bahkan tidak menyadari siapa yang menyeretnya sejauh ini. Bahkan suara tembakan tidak dia dengar lagi.
"Jangan bebal!" Geram orang itu marah.
"Hah?" Katarina sontak mendongak. Belum sempat dia menyuarakan keterkejutannya, dia sudah digendong bak karung beras.
"Kau mirip Jeevans, tapi kau bukan Jeevans, kan?" Tanyanya dengan suara terdengar sedih. Ia bahkan tidak lagi memberontak, patuh entah akan di bawa ke mana. "Karena Jeevans hanya khawatir pada Jihan dan lebahnya yang lain."
Perjalanan mereka sedikit jauh hingga sampai pada tempat sederhana cukup bagus untuk menghalau dari derasnya hujan. Katarina yang telah terbebas sontak memerhatikan wajah orang yang mirip Jeevans ini. Hanya mengandalkan terang dari kilat yang muncul cukup sering.
"Benar, kau mirip Jeevans." Gumam Katarina.
"Apa otakmu tidak berfungsi lagi setelah kena hujan?" Tanyanya dengan nada mengejek. "Cepat masuk, udara semakin dingin." Ia meninggal Katarina yang masih sibuk berpikir.
"Suara kalian juga mirip." Lagi, Katarina menyuarakan kebingungannya, tapi dia tetap ikut masuk.
Mungkin ini pikiran seseorang yang kelewat kotor, tapi apa yang dipikirkan kecuali ke hal-hal yang tidak-tidak jika melihat seseorang membuka pakaiannya tepat dihadapan orang lain. Katarina langsung saja menjaga jaraknya dari pria dihadapannya.
"Kau mau apa?! Aku sudah punya suami." Ucap Katarina setengah berteriak.
"Memangnya kamu pikir aku siapa? Kamu tidak mengenali suamimu sendiri?" Ia berkacak pinggang menatap datar wanita yang menciut di ujung sana.
"Jadi kamu memang Jeevans, ya?" Katarina sedikit tenang kalau begitu.
"Dasar." Jeevans mendengus kesal. "Kemari, kamu sudah kedinginan begitu."
"Memangnya di sini punya selimut tebal? Tapi kelihatannya tempat ini kosong." Dia mendekati Jeevans, sembari memperhatikan keadaan ruangan itu. Tidak terlalu kelihatan karena memang tidak ada cahaya lain di sini.
Jeevans tidak menanggapi pertanyaan Katarina, dia bergerak melepaskan pakaian atas Katarina tanpa meminta persetujuan si pemilik tubuh.
"Kamu tidak berpikir untuk melakukan yang tidak-tidak, kan?" Tanya Katarina memastikan.
"Aku punya banyak waktu dan tempat yang berkualitas untuk bercinta. Kenapa juga harus mencuri-curi waktu."
Katarina hanya mencibir mendengar jawaban menyebalkan dari mulut pria sombong ini.
"Dingin." Katarina sontak menggigil kala angin menyentuh langsung ke kulitnya.
"Aku tahu." Jeevans menarik Katarina ke sudut ruangan. Ia duduk bersandar di dinding, menuntun Katarina untuk duduk dipangkuanya. Menyampirkan jasnya di punggung Katarina sebelum memeluk wanita ini agar menempel padanya, mengantarkan rasa hangat ketika kulit mereka saling bertemu.
Katarina menyandarkan kepalanya di bahu Jeevans, mengeratkan pelukannya di tubuh itu. Ini cukup hangat tentu saja.
"Kenapa kamu ceroboh sekali?" Jeevans sudah tidak tahan lagi memendam rasa penasarannya. Dia sampai balik arah ketika Hendery mengatakan kalau Katarina di serang. Apa dia sudah bosan hidup? Pertanyaan yang sempat terlintas dalam pikirannya.
"Entahlah, itu terjadi tiba-tiba."
"Lain kali jangan seperti itu lagi."
"Hem." Katarina bergumam pelan. "Aku pikir kamu tidak akan khawatir."
Jeevans tertegu mendengar perkataan tersebut. Apa dia terlihat begitu jahatnya sampai pikiran tidak masuk akal itu terlintas dalam pikiran seorang Katarina?
"Itu tidak mungkin. Berhenti berpikir aneh-aneh."
Katarina diam tidak menanggapi. Dia masih belum percaya sepenuhnya, jalan pikiran pria ini terlalu banyak bercabang.
--^
Note
Setelah aku hitung-hitung, mungkin ini sampai 6 chapter lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peran Antagonis ° JenRina
RomanceKatarina yang terkenal akan pribadi lemah lembut membuat dirinya disukai banyak orang. Tetapi sejatinya manusia tidak ada yang sempurna, meski begitu Katarina adalah tipe orang yang sekali bicara langsung ngena ke jantung apabila dia tidak menyukai...