Chapter (30) Pasangan Gila?

612 61 22
                                    

"Kau yakin, apa pun akan kau lakukan?" Katarina menjambak rambut Jeevans membuat lelaki itu mendongok menatapnya.

"Apa pun." Jeevans menjawab cepat tanpa pikir panjang.

"Kalau begitu, Sayang, bunuh Yena." Tantang Katarina telak. Dia tidak akan memberikan pilihan menguntungkan untuk Jeevans.

Jeevans terdiam, matanya bergulir ke sembarang arah, tampak tengah berpikir keras dengan keputusan yang akan diambilnya.

"Lihat, kau saja bimbang begitu, jangan sok memohon padaku. Minggir!" Katarina memberontak mencoba melepaskan pelukan Jeevans. "Kalau kau memelukku erat, bisa saja kau yang membunuhnya. Perutku tertekan." Bak sebuah mantera, Jeevans langsung melepaskan pelukkannya.

Katarina menjaga jarak dari Jeevans, menatapnya seolah mengejek atas ketidakberdayaan Jeevans. "Aku familiar dengan luka, Jeev. Hanya menggugurkannya, tidak akan membuatku mati. Aku akan berbaik hati mempertemukan kau dengannya walaupun hanya berbentuk gumpalan darah." Setelah mengatakan itu, Katarina berlari meninggalkan Jeevans.

Jeevans yang melihat itu jelas terkejut. Ibu hamil tidak boleh berlari, itu beresiko. Dia segera menyusul Katarina dengan meninggalkan jejak darah yang menetes dari luka tembak di bahunya. "Katarina!" Teriakan Jeevans menggema di rumah besar itu. Baik orang-orang Katarina maupun Jeevans dibuat mengangak melihat aksi kejar-kejaran bos mereka.

Katarina yang fokus menghindari Jeevans dengan jarak mereka yang sudah dekat, tidak lagi memperhatikan langkahnya hingga ia melangkahi dua anak tangga sekaligus, membuat ia seketika limbung. Katarina memejamkan matanya, siap menghantam lantai.

Grab

Jeevans menyambar pinggang Katarina, mencoba memposisikan tubuh Katarina di atasnya. Tentu saja tidak semudah itu, Katarina tetap membentur lantai, tapi setidaknya hal itu meminimalisir benturan.

"Baik! Kau tunggu di sini." Jeevans menarik Katarina untuk berdiri. Meninggalkan Katarina yang masih sibuk menetralkan detak jantungnya. Bohong kalau Katarina tidak terkejut, itu manusiawi.

"Berhenti!" Teriak Jeevans menghentingkan gerakan Eric yang akan menutup pintu mobil. Tidak memperdulikan kebingungan di wajah Eric, Jeevans menarik Yena membawanya kembali masuk ke dalam rumah.

"Hei!" Eric dibuat melongok. Itu kaki Yena berdarah-darah malah dipaksa berjalan, lebih tepatnya diseret. Mau tidak mau Eric kembali masuk mengejar Jeevans.

Katarina yang masih berdiri di depan tangga menyerengit melihat Jeevans menarik Yena yang jelas saja masih menangis.

"Kau mau aku membunuhnya, kan? Ini, kau lihat saja sampai dia tidak bernapas lagi." Jeevans mencekik Yena tepat di hadapan Katarina dengan mata yang fokus menatap Katarina, dia tidak perduli dengan Yena yang meronta-ronta dalam genggamannya.

"Aku bisa ikut-ikutan gila menghadapi pasangan gila ini." Eric mengelus dadanya meminta diberikan banyak kesabaran dan akal sehat.

Pandangan Jeevans menangkap sesuatu yang janggal. Dia sontak melempar Yena, mendekati Katarina dengan wajah panik. "Rin, darah." Tangan Jeevans kembali gemetar menyentuh paha Katarina. Pandangannya memburam sesaat, setelahnya membasahi pipinya, lagi. "Ini karena luka jatuh tadi, kan, Rin?" Jeevans terisak sambil memeluk kaki Katarina.

Tatapan Katarina kosong, dia hanya diam tidak memberikan reaksi ataupun jawaban atas pertanyaan Jeevans.

"Bawa Yena ke rumah sakit, Ric." Jayden menepuk pundak Eric, menyadarkan Eric bahwa ada nyawa yang mungkin masih bisa diselamatkan. "Sepertinya dia masih bernapas. Biar aku yang menangani pasangan yang kehilangan kewarasan ini. Bisa-bisanya bertengkar seperti itu."

"Hm, aku titip mereka." Eric pamit pergi membawa Yena yang tergelak lemas.

"Mau sampai kau menangis darah pun, kalau Katarina memang keguguran aku tidak heran lagi. Bisa tidak gunakan akal sehat kau, Jeev? Aku tahu kau memang bermasalah dengan kesehatan mentalmu, tapi tolong berhenti menangis seperti bayi begitu, bawa Katarina ke rumah sakit, itu lebih berguna." Jayden sudah tidak perduli lagi dengan status Jeevans. Pria gila ini harus diingatkan supaya berguna.

"Sudah, berhenti menangis." Katarina mengelus kepala Jeevans pelan. Dari awal Katarina tahu, Jeevans tidak bisa dilawan dengan kekerasan, tetapi serang saja kelemahannya. Daripada membunuh pria ini, lebih baik membuatnya dihantui ketakutan sepanjang hidupnya. Mati bukanlah hukuman yang memuaskan.

"Ibu Jeevans mungkin sampai sini besok siang." Jayden memberitahu Katarina.

Jeevans mengusap pipinya, kemudian berdiri merengkuh Katarina hati-hati takut kalau sentuhannya menyakiti Katarina. "Kita ke rumah sakit, ya, Rin." Dia membawa Katarina dalam gendongannya berjalan duluan dengan diikuti Jayden.

Di dalam mobil keadaan hening. Jayden yang duduk di depan sebagai supir, dengan Jeevans dan Katarina yang duduk di kursi belakang. Katarina menyandarkan kepalanya di bahu Jeevans yang tidak terluka, sedangkan Jeevans memeluk erat Katarina takut wanita berstatus istrinya itu terjatuh dari pangkuannya. Ya, Jeevans memaksa untuk memangku Katarina. Tampaknya otak Jeevans memang bermasalah, mengingat belum lama Jeevans bahkan mengacungkan pistol kepada Katarina, namun kini dia takut Katarina terluka.

"Apa ini tidak sakit? Kau tampak biasa saja."

"Tidak tahu." Gumam Jeevans. Dia memang tidak tahu, tidak merasakan apa pun.

Jayden dan Katarina saling lirik. Aneh sekali bukan?

"Ah, Jeev, sepertinya aku agak lemas." Gumam Katarina pelan yang tentu bisa didengar Jeevans dengan jelas.

Jeevans yang tadinya tenang, bereaksi panik lagi. "Apa?! Tunggu sebentar, ya, Sayang. Jangan tidur dulu." Dia mengelus punggung Katarina perlahan menenangkan Katarina. Padahal yang seharusnya perlu ditenangkan itu dia sendiri. "Kau kenapa lamban sekali?! Bisa cepat tidak sih!"

"Iya, iya!" Jayden mendumal kena omel Jeevans.

--^

Hayooo .... Siapa yang bisa menangkap maksudnya?

Peran Antagonis ° JenRina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang