Chapter (39) USG II

1K 62 10
                                    

Selama kehamilannya yang kini sudah berjalan hampir bulan ke-5, selama itu pula Katarina tidak pernah yang namanya merasakan ngidam sampai menyusahkan suaminya itu untuk pergi tengah malam memenuhi keinginannya. Katarina seperti tidak seperti orang hamil kebanyakan. Namun apabila dikatakan dia tidaklah hamil, nyatanya kini perutnya tidak serata beberapa bulan belakangan, yang benar menandakan kalau ada kehidupan disana. Bagi Katarina saat ini, sudah lebih dari cukup jika setiap hari dia bisa melihat Jeevans, hanya sebatas itu. Kadang Katarina merasa heran, calon anak mereka nanti akan senempel apa dengan Jeevans nanti?

Lalu hari ini adalah hari dimana hari yang ditunggu-tunggu oleh calon kedua orang ini untuk melihat calon anak mereka. Jeevans selalu menemani Katarina untuk pergi ke rumah sakit, hari dimana jadwal USG dilakukan, pada hari itu Jeevans akan pergi ke kantor pada siang hari, dan itu akan terus terjadi untuk beberapa bulan ke depan. Jeevans tidak mau ketinggalan moment dan perkembangan calon anak mereka barang sedikitpun.

Lalu, apa yang membuat seorang Jeevans Ferrero yang plin-plan bisa bersikap seperti ini? Bahkan kehilangan Yena yang sempat dia bela dan lindungi sekarang tampak seperti tidak pernah terjadi apa-apa? Jika dikatakan sikap Jeevans karena pengaruh masa kecilnya, rasanya tidak akan seperti ini. Atau Jeevans dengan tipe orang yang perlu diancam dengan kelemahannya baru dia menyadari perasaannya? Entah, apabila setelah kelahiran anak mereka nanti Jeevans kembali berulah, maka Katarina pastikan dia sendiri yang akan membunuh Jeevans.

Pada USG kali ini keduanya berharap agar bisa melihat jenis kelamin calon anak mereka, pasalnya bulan kemarin mereka tidak bisa melihat karena si bayi seperti ingin bermain petak umpet dan membuat kedua orangtuanya penasaran hingga sampai pada bulan berikutnya. Di bulan ini sepertinya calon kedua orang tua itu bukan hanya mengetahui calon anak mereka ternyata berjenis kelamin laki-laki, ada satu hal lagi yang membuat keduanya, bahkan sang dokter syok. Iya, ternyata ada sosok mungil lainnya yang terdeteksi. Benar, mereka akan memiliki bayi kembar, dan calon anak mereka satunya lagi berjenis kelamin perempuan.

Kabar mengejutkan itu membuat sang calon ayah tidak bisa membendung rasa bahagianya, sampai-sampai ia menangis sesenggukan yang mana membuat sang istri harus menenangkan calon ayah itu. Katarina menepuk-nepuk kepala Jeevans yang memeluk pinggangnya dengan wajah menelusup di perutnya yang cukup besar. "Lihat, Daddy kalian cengeng sekali." Ucap Katarina seolah mengejek Jeevans.

--^

Pagi ini, untuk pertama kalinya Katarina rewel, padahal Jeevans ada meeting, dan hal itu sukses membuat Jeevans kelimpungan. "Kamu tiduran saja di kamar, jangan berjalan terus, nanti kaki kamu bengkak. Nanti kalau aku selesai meeting kita ngobrol lagi." Bujuk Jeevans.

"Daddy tidak sayang sama kita. Buktinya dia lebih mementingkan pekerjaannya dari pada kita." Katarina dengan niat licik nya mencoba menguji kesabaran Jeevans.

"Tidak baik bicara begitu." Tegur Jeevans.

"Pokoknya kami mau ikut, titik. Tidak mau sendirian di sini."

Akhirnya setelah acara bujuk membujuk tadi, Jeevans menyerah, dia membiarkan istrinya itu ikut. Jadilah kini Katarina duduk di samping Jeevans. Dan untuk membuat Katarina diam, Jeevans membelikan cemilan untuk menemani istrinya itu menunggu sampai selesai meeting. Jeevans pikir itu sudah aman, oh tentu saja tidak. Katarina dengan tingkat kejulitannya yang meningkat semenjak hamil, dengan luwesnya menanyakan hal yang tentu saja menyinggung dan akan menjadi kontroversi.

"Kamu mau kerja atau mau dinas malam?" Tanya Katarina kepada seorang wanita yang baru saja selesai mempresentasikan hasil pekerjaan divisi mereka. Dan pertanyaan itu sukses membuat seisi ruangan terdiam. "Ya sudah, besok akan ada aturan untuk pakaian kerja khususnya wanita. Sudah, lanjut." Setelah mengatakan itu Katarina dengan tampang polosnya kembali memakan cemilannya. Tidak tahu saja kalau orang-orang sudah senam jantung karena ulahnya.

Meeting berjalan lancar walaupun ada beberapa kendala. Jeevans kembali menuju ruangannya dengan berjalan dibelakang si ibu hamil. Keduanya berhenti di depan ruangan Jeevans, lebih tepatnya di depan meja sekretaris Jeevans, di sana seorang wanita menunggu keduanya sejak beberapa menit yang lalu.

"Kamu datang lebih awal dari jadwal kita, Jihan." Jeevans menatap Jihan bingung.

"Aku ada jadwal ke luar negeri nanti siang, ini mendadak. Aku datang lebih awal karena kata Hendery jadwalmu agak senggang setelah meeting ini."

"Ya sudah, masuk saja kalau begitu." Ajak Jeevans.

"Kehamilanmu sudah masuk bulan keberapa, Rin?" Tanya Jihan penasaran.

"Jalan 7 bulan nih."

"Iyakah? Aku kira sudah mau 9 bulan."

"Memang terlihat lebih besar karena isinya ada dua." Pamer Katarina.

Jihan membulatkan matanya terkejut. "Pantas saja."

"Ngomong-ngomong bagaimana hubunganmu dengan Jayden?"

Jihan rasanya lelah sekali jika sudah ke topik ini. Dia bersandar di sofa seperti kehilangan minat. Jeevans dan Katarina yang duduk di depannya cuma saling lirik, bingung mereka.

"Temanmu itu memang sudah gila tidak tertolong sepertinya, Rin. Masa dia mengajak menikah dengan Winter juga. Yakali, enak sekali pria gila itu."

"Bukanya dia memang sudah gila dari awal, ya?"

"Iya sih." Jihan tidak menyangkal itu.

"Tapi kamu tidak hamil, kan? Maksudku, ya Jayden orangnya sembarangan begitu."

"Oh, jangan salah, aku bahkan sekarang tengah hamil jalan sebelas Minggu." Jawab Jihan dengan entengnya.

Jawaban itu sukses membuat Jeevans dan Katarina terkejut.

"Sana kalian menikah kalau begitu." Suruh Jeevans, geregetan juga dia lama-lama.

Katarina ngangguk menyetujui pendapat suaminya. "Iya, sana kalian menikah cepat. Apa kata orang nanti kalau anak kalian lahir di luar pernikahan."

"Biarkan, itu menjadi urusan Jayden. Resiko dia masih kekeh mau memiliki istri dua. Winter saja sampai menghindari Jayden terus. Semenjak Jayden mengambil alih Wijaya, dia sangat galak. Seperti anjing rabies saja." Dumal Jihan. Dan perkataan itu membuat Katarina tertawa. Suka dia kalau temannya itu dikatai jelek-jelek.

"Kalian tengah reunian kah?" Suara lain menginterupsi ketiganya.

"Oh, Eric, sini-sini." Katarina menyuruh Eric masuk. "Sana kalian urusi pekerjaan kalian. Aku ada urusan sama Eric." Suruh Katarina. Dia pindah ke sofa samping agak jauh dari Jeevans dan Jihan berada.

"Kalau aku menikah tahun ini bagaimana menurutmu?" Tanya Eric tiba-tiba membuat Katarina kaget.

"Memang kamu punya calon?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja yang mana membuat wajah Eric menekuk.

"Jelas saja ada. Jangan remehkan aku ya, mentang-mentang tidak pernah memperkenalkan gandengan."

"Memangnya siapa?" Katarina yang mulai penasaran. "Baru aku akan memberikan pendapat jika aku sudah tahu calonnya."

"Gisellia." Jawab Eric cepat.

"Hah?"

"Sepupu Hyunjin. Jangan pura-pura lupa." Protes Eric.

"Woh, Eric. Kamu akan berurusan dengan orang-orang suka kekerasan. Nasibmu akan sama seperti Jeevans."

--^

Note

Tolong jangan berharap ada adegan romantis dengan level cukup tinggi di ceritaku ya. Aku anti romantis sebenarnya 🥲

Bagaimana? Ikhlas tidak kalau ini happy ending?

Sebenernya Jeevans ini kurang menderita dimataku.

Peran Antagonis ° JenRina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang