Malam tadi Rafka memang menginap di rumah untuk menemani Septian yang sedang sakit karena kecelakaan itu, bahkan Rafka tidak ragu untuk membantu membersihkan kembali luka-luka yang berada di dahi, lengan, dan kaki Septian.
Tetapi di pagi hari Rafka memutuskan untuk pulang karena harus berangkat sekolah, meninggalkan Septian dengan semangkuk bubur dan air hangat yang ia siapkan sendiri.
Septian juga mendapat pesan dari Lea untuk memperbanyak istirahat di rumah saja, meminta Septian untuk tidak beranjak dari tempat tidur terlebih dahulu.
Ting
Bang Dero
|Sep, kamu gak kenapa-kenapa, kan?|Septian menyernyitkan dahinya membaca pesan yang lima belas menit yang lalu Dero kirimkan. Merasa bingung dengan pesan itu, pesan yang seakan-akan memastikan bahwa ia baik-baik saja padahal tidak juga.
"Kenapa bang Dero chat gini? Apa dia tahu gua celaka?" ucap Septian bertanya-tanya sendiri.
"Gak ada salahnya gua balas dulu," sambungnya. Septian menggerakan jari-jarinya untuk membalas pesan dari Dero, untuk mencari jawaban dari rasa penasarannya.
Septian
|Habis kecelakaan, tapi gak papa.|Belum ada balasan dari Dero, kakak pertamanya itu pasti sedang sibuk di jam-jam kerja seperti ini, apalagi Dero menempati posisi yang sangat penting di perusahaan ayah mereka, setahu Septian memang seperti itu.
Septian di landa kegabutan karena dirumah hanya ada dirinya sendiri, semalam masih mending karena Rafka yang menginap. Namun sekarang? Septian hanya berdialog sendiri.
Ini lah rasa sesaknya jauh dari kedua orang tua, jika sakit tidak ada yang menemani. Tetapi, ini jauh lebih baik dari pada ia harus tinggal bersama salah satu dari mereka yang menolak kehadirannya.
"Padahal gua gak minta di lahirin, gak bisa nawar mau siapa yang jadi orang tua gua, begitu juga mereka," ucap Septian.
Memang rumit jika di pikirkan, karena sampai saat ini Septian tidak tahu apa alasan kedua orang tuanya bercerai yang membuat ia harus tinggal sendiri dan menghidupi dirinya sendiri.
Jika tidak ada kebaikan dari Rafka dan Lea, mungkin saat ini Septian sudah menjadi gelandangan di luaran sana.
Septian menghela nafas pelan, sangat berharap Rafka dan Lea pulang cepat agar lebih awal menemani nya di rumah.
Leana
|Sep nanti mau makan apa? Biar gua sama Rafka beliin di rumah makan kesukaan lo.|***
Galvin baru saja keluar dari kamarnya, seperti biasa rumahnya akan sepi karena Lisna yang masih aktiv bekerja di perusahaan milik Lisna sendiri. Jika ia sudah masuk kuliah mungkin ia tidak akan merasa kesepian lagi.
Dan inilah salah-satu alasan mengapa Galvin ingin mengajak Septian untuk tinggal kembali di rumah ini. Tetapi tetap saja, alasan pertamanya karena Galvin tidak mau hubungannya dengan sang adik semakin memburuk.
"Septian pulang sekolah pasti jam empat, lagian gua gak tahu alamat rumahnya dimana. Atau gua ke kantor bang Dero dulu buat tanya-tanya ke dia?" Galvin berdialog sendiri sambil menuruni anak tangganya dengan gerakan santai.
Keputusannya untuk ke kantor Dero sudah bulat, berharap kedatangannya tidak akan menganggu Dero yang sedang bekerja.
Tidak lupa sebelum berangkat Galvin memutuskan untuk mengisi perutnya kembali. Mudah, membuat mie instan adalah hal yang sangat mudah bagi Galvin.
Galvin
|Bang gua mau ke kantor lo ya. Boleh?|Bang Dero
|Silahkan, Gal.|Setelah selesai perihal perut, Galvin pun mulai bergeges keluar mengambil kendaraanya dan menuju kantor Dero yang membutuhkan waktu lima belas menit untuk sampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Septian In September || END
FanfictionIkut serta dalam project 30 day writing challenge with sassi & Semesta Rasi "Hubungan yang sesungguhnya adalah ketika sama-sama sudah tidak saling berada di rumah yang sama." Zelvanio Manuella Septian, harus menelan semua sakit yang di layangkan ked...