Bab 14

1K 105 6
                                    

Septian berbalik badan untuk melihat dari mana sumber suara itu, yang jelas Septian merindukan suara yang sudah lama ini tiada.

"Kakek.." gumam Septian saat melihat sang kakek berhadapan dengannya. Wajah sang kakek terlihat bersinar, Septian memeluk Kakek Halim dengan sangat erat.

"Kek.."

"Cucu Kakek sangat tampan," ucap Kakek dengan menatap Septian dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Kakek aku rindu sama Kakek," tukas Septian tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menatap Kakeknya secara dekat.

"Kakek juga rindu sama Dede," balas Kakek Halim.

Kakek Halim merangkul Septian dan mengajak Septian duduk di pantai menikmati indahnya sunset hari ini.

"Kakek tahu kamu sekuat itu, baik hati, mental maupun fisik," ucap Kakek Halim.

Septian menyernyitkan dahinya. "Tidak usah cemas, nikmati saja hidupmu, De. Jangan pernah takut untuk hari esok, nanti atau selanjutnya. Kamu selalu baik dalam menghadapi kehidupan, itu yang Kakek banggain dari kamu," tukas Kakek Halim.

"Kakek bicara apa? Tentu saja aku kuat karena Kakek selalu mengajari aku untuk tetap kuat di saat situasi apapun, bukannya gitu, Kek?" Kakek Halim melirik Septian singkat dan tersenyum.

"Kuatnya kamu jauh dari perkiraan Kakek, De."

"Eumm masa sih, Kek? Padahal aku suka ngeluh, suka kesal pokoknya setiap harinya pasti ada umpata--

"Tapi kamu selalu ingat caranya bersyukur," potong Kakek Halim.

Septian terdiam. "Terus jalani hari mu dengan ikhlas ya, De. Kakek selalu berharap kamu selalu bisa berlapang dada dengan apa yang sedang kamu hadapi atau apa yang akan kamu hadapi nantinya," tukas sang kakek.

"Pasti, Kek. Bukannya kehidupan memanglah seperti itu? Harus di hadapi, walau setiap harinya ada saja yang menyebalkan," kekeh Septian.

"Kakek bangga sama kamu, De."

"Heum?"

"Apapun yang akan kamu ketahui nantinya, tolong maafin Kakek ya? Kakek sayang sama Dede, Kakek selalu merindukan Dede di sini, Dede harus terus sehat dan sekali lagi... maafin Kakek.."

_________

Lea menghela nafas bosan. Sesekali melirik Septian yang juga tidak kunjung bangun, padahal Ken, Zura sudah pulang dari setengah jam yang lalu dan mereka berdua memaklumi Septian yang juga tidak bangun, membuat mereka memutuskan untuk pulang karena hari sudah malam.

Menyisakan hanya Lea yang menemani septian di rumah ini, Rafka berpamitan untuk pulang terlebih dahulu karena harus mengantarkan papahnya ke bandara.

Membuat Lea kebosanan sendirian, berharap Septian bangun untuk makan dan minum obat.

Lea membawa langkahnya pada meja belajar milik Septian, dan mendudukan bakongnya di kursi itu. Mata Lea terpaku pada laci kecil yang terkunci disana, sebenarnya tidak terunci hanya saja kuncinya ada disana membuat jiwa Lea penasaran akan isi laci tersebut.

"Septian tuh rapih, kayak cewek kayaknya gua aja kalah deh kalau adu kerapihan sama Septian," kekeh Lea membuka laci itu.

Pergerakan Lea tertahan saat melihat album berwarna biru dan catatan kecil, yang membuat Lea menyernyitkan dahinya karena melihat sampul buku catatan itu bertuliskan 'Lea world' pantas saja Lea penasaran, bukan?

Lea memutuskan untuk mengambil sesuatu yang membuatnya penasaran dan akan membukanya untuk mengetahui isi dari album dan buku catatan kecil tersebut.

"Foto.. gua?" gumam Lea kaget melihat halaman pertama album tersebut, jangan lup akan ada catatan kecil yang kemungkinan di sobek dari buku catatan kecil itu.

Septian In September || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang