Bab 5

1.4K 134 6
                                    

***

Ayah Galih
|Jauhi kedua kakak mu yang sudah mempunyai kehidupan masing-masing, nikmati saja hidup mu sendiri jangan terus bergantungan dengan Dero dan Galvin.|

"Selama ini gua gak pernah bergantungan sama mereka," ucap Septian tersenyum getir membaca pesan yang di kurimkan sang ayah.

Hari sudah pagi dan Septian harus kembali melakukan aktivitas nya sehari-hari. Mulai dari sarapan pagi, sekolah dan bekerja di Coffe keluarga Rafka sebagai vokalis di sana, bernyanyi untuk menghibur para pelanggan.

Suara Septian itu bagus, namun kerap merasa tidak percaya diri. Jika bukan dengan Rafka, Septian mana mau tampil di panggung Coffe, yang pertamanya sih ya demi uang.

"Gua bisa jauhin Kak Galvin sama Bang Dero, asal mereka jangan menampakan diri di depan gua," gumam Septian sambil menikmati sarapan sederhana nya di pagi ini.

Hanya dengan telur mata sapi yang Septian kasih kecap sedikit. Menurutnya ini adalah menu paling praktis yang bisa ia buat dengan cepat.

"Lagian kan kita udah jauh kenapa harus capek-capek jauhin mereka, pertemuan gua semalam sama Kak Galvin kan gak sengaja, soal Bang Dero kan dia yang nemuin gua. Kenapa selalu seolah-olah gua yang paling membutuhkan mereka?" gerutu Septian.

Lagi pula bukannya sudah sangat lama Septian tidak pernah bergantungan kepada Dero dan Galvin?

***

Kedua mata Galvin berbinar melihat Dero yang sudah stay di ruang keluarga dengan pakaian kantornya. Dengan membawa langkah cepat Galvin buru-buru menghampiri Kakaknya itu.

"Abang!" pekik Galvin dan duduk di samping Dero dengan senyuman yang belum juga sirna, Galvin memang selalu bahagia ketika bertemu dengan Dero padahal baru kemarin mereka bertemu dirumah ini.

"Udah siang ini baru bangun?" tanya Dero di sadari bahwa jam sudah menunjukan pukul sepuluh pagi dan adiknya ini baru saja turu dari kamarnya.

"Udah dari tadi kali, Bang. Cuma gua tuh rebahan dulu," balas Galvin.

Dero menghembuskan nafas pelannya. "Siap-siap gih lo harus beli barang-barang buat keperluan Mos lo harus senin, kan?"

"Lo mau nemenin gua, Bang? Serius?" tanya Galvin dengan raut yang bahagia.

"Ya iya, makanya gih siap-siap sekalian nanti kita makan di restoran favorit lo."

Galvin menganggukan kepalanya dengan semangat, tentu saja Galvin antusias dengan ajakan Dero lagi pula sudah lama sekali mereka tidak jalan bareng dan mungkin ini lah kesempatannya.

Dengan itu Galvin langsung bergegas naik kembali ke atas melalui anak tangga yang berhubung ke dalam kamarnya, Galvin akan bersiap dengan cepat agar Dero tidak menunggunya terlalu lama. Galvin tahu Dero itu sangat sibuk, tetapi bisa meluangkan waktu untuknya.

Sedangkan Dero hanya berdiam diri dengan pikirannya yang bercabang. Dero tersenyum miris menyadari bahwa sudah tidak ada lagi foto pigura yang berisikan foto keluarga mereka, bahkan hanya tersisa foto Lisna dan Galvin saja.

Entah kemana foto yang dulu pernah menjadi kebanggaan keluarga ini. Apa Lisna menyimpannya dengan apik? Atau bahkan membakarnya?

Ting

Ayah
|Bang belikan apapun yang Galvin mau ya, nanti Ayah tranfer uangnya.|

Derovano
|Dero punya uang, Yah. Lagian buat Galvin apa sih yang enggak? Dia adik aku.|

Ayah
|Iya, dan harus ingat adik kamu itu hanya Galvin.|

"Harus banget kayak gini ya.." lirih Dero.

Septian In September || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang