Bab 24

1.1K 109 4
                                    

Flashback on

Delapan belas tahun yang lalu.

Retno tersenyum senang melihat anak panti yang sedang asik bermain di taman panti asuhan yang selama ini mereka tempati. Tidak ada rasa terbebani dengan Retno yang mengurusi banyak anak yatim piyatu, anak yang di telantarkan bahkan anak yang di buang.

Bagi Retno sendiri mereka semua adalah anugerah untuknya, maka dengan itu Retno sangat menyayangi semua anak-anak panti dengan rata.

"Sedang apa, Ibu?" tanya Ahmad, suaminya.

Retno dan Ahmad adalah sepasang suami istri yang di karuniai satu orang anak, namun sangat di sayangkan anak mereka harus meninggal dunia karena kasus tabrak lari. Terlebih dari itu, Retno tidak bisa mempunyai anak kembali.

Itu sebabnya Retno mendirikan panti asuhan yang di bantu oleh Ahmad, suaminya.

"Ibu senang, Pak. Andai Haidar masih ada pasti sekarang sudah masuk SMP," tukas Retno. Ahmad hanya bisa tersenyum tipis mendengar keluhan sang istri.

"Haidar menang tidak akan terganti, tapi kita dikarunia anak-anak yang pintar sholeh sholihah. Melihat mereka semua bukannya ini kebahagiaan kita?" ucap Ahmad.

"Itu benar, Pak."

Retno dan Ahmad saling bergandengan sambil menikmati pemandangan rutin yang setiap harinya mereka lihat. Anak-anak asuhan mereka tumbuh menjadi anak-anak baik dan penurut.

"Ibu, Bapak di depan ada perempuan yang ingin bertemu dengan Ibu juga Bapak," tukas seseorang yang tidak lain adalah Leni.

Leni adalah orang yang selama ini membantu Retno dan Ahmad mengurusi panti, mulai dari memasak dan lainnya.

"Baiklah, Leni. Kamu jagain anak-anak ya."

Leni menganggukan kepalanya mempersilahkan Retno dan Ahmad untuk ke depan karena ada seseorang yang ingin menemuinya.

"Permisi, siapa ya?" tanya Retno.

Laki-laki bertubuh tinggi tegap dengan seorang bayi dipangkuannya menoleh. "Apa benar ini dengan Ibu Retno?"

Reno menganggukan kepalanya. "Saya sendiri, ada keperluan apa ya, Pak?"

"Saya Rafa, Bu, Pak," ucap Rafa mengajak Retno dan Ahmad bersalaman.

"Saya Ahmad suaminya Retno, ada yang bisa kami bantu?" tanya Ahmad.

Rafa terdiam beberapa saat sambil menatap bayi malang yang berada di pangkuannya, bayi yang baru saja di lahirkan beberapa hari yang lalu itu terlihat menggemaskan..

"Kedatangan saya ke sini, saya ingin meninipkan bayi malang ini yang baru saja di tolak keberadaanya, Bu, Pak," kata Rafa dengan wajah yang sendu.

"Astagfirullah," ucap Retno dan Ahmad kaget dengan apa yang mereka dengar.

"Beberapa hari yang lalu ibu dari anak ini melahirkan anak kembar, karena lain dari satu hal ibu ini tidak menginginkan salah satu bayinya karena dianggap akan merepotkan," ujar Rafa.

"Untuk itu, saya membawa bayi ini kemari mencari tempat yang layak. Saya takut Pak, Bu. Saya takut jika anak ini hidup bersama orang tua nya hanya derita yang dirasakannya."

"Pak, kenapa tidak Bapak saja yang membesarkan bayi ini?" Rafa menggelengkan kepalanya.

"Saya juga punya anak yang masih kecil, Bu, Pak. Usaha saya belum terlalu baik, membuat saya berpikir saya tidak mungkin bisa membesarkan anak ini dengan baik. Untuk itu izinkan saya menitipkan bayi malang di sini, Bu, Pak. Jika saya berhasil dengan usaha dan bisnis saya, saya janji saya akan mengirimi segala keperluan-keperluan di sini," tukas Rafa dengan serius.

Septian In September || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang