Bab 11

1.1K 115 2
                                    

Septian menganggukan kepalanya.

"Lo bener, Kak. Gua harus cari tahu apa yang terjadi di keluarga gua, sekalipun akhirnya menyedihkan akan gua terima," ucap Septian.

"Gua yakin lo bisa," kata Ken menatap Septian dengan kenyakinan Ken bahwa Septian pasti bisa mencari apa yang selama ini menjadi sebuah tanda tanya dalam hidupnya.

"Thanks lo udah mau dengerin gua cerita sekaligus ngasih masukan ke gua," ujar Septian merasa lega karena kepalanya tidak seberisik tadi.

"Gak perlu bilang makasih, lagian masukan gua gak seberapa, Sep. Gua yang makasih, lo udah percaya sama gua padahal gua cuma orang baru di hidup lo," kata Ken.

Septian saja merasa heran, bagaimana bisa ia sangat mudah mempercayai Ken untuk mengetahui masalah dalam keluarganya.

"Gua harap lo bisa jaga kepercayaan gua, Kak." Ken menganggukan kepalanya.

"Gua bukan orang yang suka berkhianat, apalagi ngekhianati anak SMA kayak lo," celetuk Ken dengan sedikit candaannya.

"Masih SMA aja udah banyak masalah gua, Kak. Lo paham lah definisi di dewasakan oleh keadaan."

"Itu yang lo rasain?" Septian menganggukan kepalanya.

"Yaudahlah mungkin jalan hidup gua emang begini alurnya."

"Gak papa jalani aja dengan tulus, gua yakin lo bisa mendapatkan jalan kebahagiaan yang Allah siapkan buat lo. Tunggu aja waktunya karena setiap manusia mempunyai proses jalannya masing-masing termasuk jalan untuk mendapatkan kebahagiaan."

***

Setelah pekerjaanya selesai, Dero menyempatkan waktu untuk ikut makan malam bersama Bunda dan adiknya dirumah masa kecilnya, tentu saja awalnya itu keinginan Galvin.

Dero yang memang tidak bisa menolak keinginan sederhana Galvin pun mengiyakan dan membereskan pekerjaanya dengan cepat agar tidak terlalu lama untuk sampai ke rumah.

"Bun aku udah ngobrol sama Septian perihal keinginan aku yang ngajak Septian buat tinggal lagi sama kita," tutur Galvin di sela-sela acara makan malam mereka bertiga.

"Kamu seserius itu mau dia tinggal sama kita? Buat apa, Kak?" tanya Lisna dengan kesal.

Sudah beberapa kali Lisna menentang, anaknya itu terus menerus keras kepala dan memaksakan keinginannya tersebut.

"Bunda kan Septian juga anak Bunda, Septian juga masih butuh sosok Bunda nya."

Lisna menghela nafas kesal sembari menahan rasa kesalnya. "Kak bisa gak dengerin Bunda sekali aja, Bunda gak mau anak itu tinggal lagi sama kita!" tukas Lisna memasang wajah seserius mungkin.

"Harus boleh, Bun. Bang Dero aja setuju, iya kan, Bang?" tanya Galvin kepada Dero.

"Sejujurnya gua gak setuju," ucap Dero membuat Galvin heran, why?

"Kenapa, Bang?" tanya Galvin lagi.

Lisna menghela nafas lega, setidaknya ada satu orang yang berada di pihaknya.

"Buat apa ngajak dia tinggal bareng lagi? Bukannya dia yang memutuskan untuk tinggal sendiri," kata Dero.

"Bang yang bener aja lah orang tadi siang lo dukung gua kok, kenapa sekarang jadi beda lagi?" tanya Galvin terkejut dengan apa yang keluar dari mulut Dero.

Dero menghela nafas pelan. "Tadi gua emang ngomong gitu, tapi setelah gua pipir lebih baik kayak gini, Gal. Kita gak tau apa yang akan terjadi jika Septian tinggal lagi di sini, kan?"

"Apa yang di katakan Abang mu itu benar, Kak," sambung Lisna.

"Bang lo nganggap Septian penghancur keluarga kita?" Dero menggelengkan kepalanya.

Septian In September || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang