16

1K 92 7
                                    

Hari ini Lea benar-benar menjauhi Septian dan Rafka karena masalah semalam, padahal masalah itu bisa mereka obrolkan secara baik-baik tetapi apa boleh buat jika ego Lea masih sangat diutamakan oleh gadis itu.

Septian tidak melakukan hal apapun, termasuk memaksa Lea untuk berbicara kepadanya. Septian paham, Lea membutuhkan banyak waktu setelah mengetahui perasaannya yang jelas sangat mengejutkan bagi Lea maupun Rafka.

"Hari ini lo kerja?" tanya Rafka pada saat mereka sudah berada di parkiran sekolah.

"Iyalah, gak kerja gua dapat makan dari mana," balas Septian sambil memakai helmnya.

"Sekalian dah sama gua, gua juga ada jadwal ke Coffe," tukas Rafka. Septian menganggukan kepalanya, lagian ia tidak membawa kendaraan untuk sampai ke Coffe maka menebeng dengan Rafka adalah jalannya.

"Raf gua mau tinggal di rumah Bunda gua lagi," ucap Septian.

"Hah? Kapan?" tanya Rafka terkejut.

Sebelum benar-benar meninggalkan sekolah, Septian akan memberitahu Rafka soal kepindahannya kerumah keluarganya nanti.

Respon Rafka terlihat terkejut, mungkin karena hal ini Rafka baru saja mengetahuinya secara mendadak.

"Ada hal yang mau gua cari disana, Raf."

"Cari?" Septian menganggukan kepalanya.

"Banyak tanda tanya dimana ketika gua tidak sama sekali mengetahui alasan kedua orang tua bercerai, tidak hanya itu gua pengen tahu  alasan kenapa orang tua gua membenci gua di saat perceraian mereka terlaksana," tukas Septian, Rafka setia mendengarkan.

"Ya gua paham. Caranya? Apa dengan cara lo tinggal sama Bunda lo lagi lo dapat alasannya?"

Septian terdiam beberapa detik. "Jujur gua masih bingung, Raf. Bingung caranya bagaimana gua tahu, tapi mungkin di saat gua ada di lingkungan Bunda, ada cela dimana gua mendapatkan setitik alasannya, dan disaat itulah gua mencari potongan-potongan lainnya untuk gua satukan menjadi sebuah alasan pasti, jawaban dari semua tanda tanya yang ada di pikiran gua," tukas Septian dengan wajah yang sulit untuk di jelaskan.

"Gua gak bisa bantu apa-apa kecuali ngedukung lo, Sep. Terlepas mencari alasan itu, lo sebenarnya sangat berhak buat tinggal di rumah itu, Sep."

"Thanks, Raf." Rafka menepuk bahu Septian singkat.

"Gua kan sahabat lo. Jadi mulai sekarang lo fokusin diri lo buat itu, soal Lea gua yakin dia pasti membaik dengan sendirinya, Lea kayaknya syok banget itu kenapa dia ngejauh dari kita," ucap Rafka tidak mau membuat Septian memikirkan banyak hal.

"Thanks lagi, Raf. Lo selalu bisa ngertiin gua, andai aja gua punya saudara kayak lo," kekeh Septian.

"Andai ya, Sep," balas Rafka dengan kekehan juga.

"Jadi kapan lo mau pindahan? Perlu gua bantu buat beres-beres pasti?"

"Itu gua belum tahu tapi kayaknya secepatnya, nanti gua kabarin lagi, Raf. Sekarang mah ayo Coffe gua harus kerja sebelum di depak karena kemarin gua gak masuk," tukas Septian.

"Lo yang nyetir." Rafka melemparkan kunci motornya kearah Septian, dengan gesit Septian menerimanya dan menganggu, ia akan menyetir untuk Rafka.

Tidak jauh dari sana, tanpa mereka sadari ada Lea dan Naila yang memperhatikan interaksi keduanya, yaitu Rafka dan Septian.

"Bahkan tanpa gua aja mereka masih bisa kelihatan senang, Nai," kata Lea.

"Makanya setelah lo tenang dan menerima hal itu dengan baik, lo obrolin sama Septian. Kalaupun lo gak bisa menerima perasaan Septian, setidaknya tetap menjadi sahabat, kan?" ucap Naila.

Septian In September || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang