ᴇᴘɪʟᴏɢ: ᴀʀʟᴇʀᴛ ғᴀᴍɪʟʏ

1.2K 95 26
                                    

Langit telah berubah warna menjadi jingga ketika aku hampir sampai di rumah. Aku membuka kaca jendela mobil, membiarkan angin dari laut menyapu wajahku. Jejak ban mobil tertinggal di pasir yang dilewati mobilku.

Aku memarkirkan mobilku di depan rumah lalu turun dan mengunci pintu mobil. Setelah menikah, aku memutuskan untuk membangun rumah di pantai. Karena pantai adalah tempat favoritku dan istriku di dunia ini.

Suara kedua anakku yang sedang bercakap-cakap samar-samar terdengar dari dalam rumah. Aku berjalan cepat ke arah pintu. Rasanya aku ingin cepat-cepat menemui keluargaku dan melepas lelahku sehabis seharian bekerja.

"Aku pulang," Aroma kari yang sangat menggunggah selera menyambut indera penciumanku ketika aku membuka pintu.

"Selamat datang, Armin," kulihat istriku sedang memasak di dapur. Ia menoleh ke arahku sambil tersenyum manis. Rambut hitam panjangnya ia ikat rapih.

"Papa sudah pulang!" Ryan, anak keduaku yang berusia enam tahun langsung berlari menyambutku, ia memeluk kakiku.

"Selamat datang, papa," sementara anak pertamaku yang berusia sepuluh tahun, Alice sedang duduk di sofa, fokus membaca buku. Ia bahkan sama sekali tidak melirikku. Dasar anak itu, sifatnya dingin sekali. Sepertinya mirip ibunya waktu remaja. Aku hanya bisa tersenyum memaklumi sifat turunan itu.

"Mandilah, lalu duduk di sini, Armin. Aku sudah memasak untuk makan malam." Istriku kembali fokus memasak. Senyum masih merekah di wajahnya. Kenapa dia terlihat sangat cantik bahkan ketika sedang memasak? Yah, dia memang selalu cantik apapun yang dia lakukan.

Aku menutup pintu lalu berjalan ke arahnya. Kupeluk tubuh ramping itu dari belakang. Ia terlihat terkejut dengan apa yang kulakukan, meski aku sering melakukan ini ketika ia sedang masak.

"Armin, aku sedang masak," ucapnya.

"Biarkan aku seperti ini sebentar saja," balasku, menenggelamkan wajahku di pundaknya.

"Dasar kau ini," ia berbalik lalu balas memelukku. Setelah beberapa detik, ia melepaskan pelukannya lalu kembali memasak. "Sudah, mandi sana."

"(Y/n), aku ingin memelukmu selama satu menit!" Aku mengerucutkan bibirku.

"Kalau selama itu, bisa-bisa masakanku gosong." Kata (Y/n).

Aku mendesah kecewa, lalu Ryan datang. Ia duduk di kursi makan sambil berkata, "Papa manja!"

"Kamu juga manja!" Balasku.

"Tapi itu wajar, kan aku masih kecil!" Balasnya.

Aku hanya terkekeh lalu berlalu ke kamar mandi. "Baiklah, baiklah, papa mandi dulu,"

Setelah mandi, aku ke ruang makan. Meja makan telah diisi hidangan yang lezat, tak lupa piring dan alat makan lainnya. Ryan dan Alice pun sudah duduk manis di sana. Alice masih fokus membaca buku. Mereka pasti menungguku untuk makan malam bersama. Sementara (Y/n) sedang menyiapkan nasi.

"Nah, ayo kita makan!" Ucap (Y/n) ketika aku sudah duduk di meja makan.

Aku menyicipi kari buatan (Y/n) dan ini sangat enak. "Hm! Enak sekali, (Y/n)!" Ucapku sambil mengunyah.

"Semuanya berkat Martha yang mengajariku masak," sahut (Y/n) seraya tersenyum lembut. Sejak menikah denganku, (Y/n) mati-matian belajar masak dengan Martha. Aku akui awalnya masakan (Y/n) memang sangat buruk. Rupa maupun rasanya semuanya hancur. Aku ingat saat itu aku bahkan sampai diare karena memakan masakan (Y/n). Tapi sekarang ia sudah ahli memasak. Ryan dan Alice pun sangat menyukai masakannya.

"Jadi, bagaimana sekolah kalian?" Tanyaku pada Ryan dan Alice. Alice telah menaruh bukunya di meja dan kini fokus mengunyah. Memang hanya masakan (Y/n) yang bisa membuatnya melepaskan buku-buku favoritnya itu.

Find My Way 2 [Armin X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang