Prolog

385 23 23
                                    

Khanza tidak tahu darimana kerinduan ini berasal. Setiap malam, Khanza selalu merindukan kota Jakarta. Seakan-akan ada memori yang tertinggal di Ibu Kota itu.

Ada desiran aneh dihatinya setiap melihat gedung pencakar langit itu. Seperti ada hal yang Khanza rindukan, sampai-sampai membuatnya sesak tak tertahankan.

Dari dulu sampai sekarang, Khanza sangat suka dengan Jakarta. Terlepas dari kerinduan yang tak bertuan nya. Jakarta seperti mempunyai daya pikat tersendiri untuk Khanza.

Hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun. Khanza merasakan bagaimana kerinduan itu semakin membuncah. Bahkan ia sering merasakan sesak tiba-tiba. Padahal ia baik-baik saja dan tidak mempunyai riwayat gangguan pernapasan.

Khanza juga pernah sakit tiba-tiba. Padahal pagi nya, Khanza baik-baik saja dan tidak ada tanda-tanda akan jatuh sakit. Semua itu terjadi sejak Khanza kecil.

Dulu Khanza tak pernah mempermasalahkan nya. Tapi setelah ia berumur 16 tahun, ia mulai mempertanyakan, apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya?

Satu fakta kepulangan nya dari Jakarta membuat kehidupan Khanza terasa berbeda. Pertanyaan yang selalu ingin ia tanyakan mulai terjawab satu per satu.

Ternyata mengetahui fakta yang sebenarnya lebih menyakitkan daripada bertanya-tanya tentang hal yang tak pernah ia ketahui.

Khanza yang tumbuh tanpa figur dan kasih sayang seorang ayah, membuatnya sulit untuk mengekspresikan perasaan nya.

Sebisa mungkin ia berusaha kuat menahan semua kesedihan yang ia rasakan. Prinsip hidup yang selalu Khanza pakai seperti ini;

Sedih; tertawa. Luka; tertawa. Kecewa; tertawa.

Tertawa; sedih, luka, kecewa.

Bahagia; tertawa.

Khanza tak pernah tahu apa yang sebenarnya ia rasakan. Ia hanya berusaha terlihat baik-baik saja. Ia sering melihat Bunda menangis sendirian. Dan Khanza tidak mau jika ia menangis didepan Bunda, ia malah menambah luka yang Bunda rasakan.

Selain itu, Khanza juga tidak pernah mau terlihat lemah didepan orang lain. Ia tak menyukai tatapan kasihan yang ditunjukkan padanya. Maka dari itu, ia tak pernah menangis sekalipun ia terluka.

“Dari sekian banyaknya manusia di muka bumi ini, kenapa harus Aza, Bunda?”

“Kalau Aza tau Papa lebih sayang sama anak nya yang lain, lebih baik Aza enggak usah berharap bisa ketemu dan kenal Papa.”

“Emang boleh, ya, hidup Aza se-bercanda ini?"

————— To Be Continue —————


Aku cuman bisa berdoa semoga aku bisa bikin epilog buat cerita ini 🙏🏻

Jumat, 22 September 2023

Unifying Imperfection [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang