Hari ini adalah hari terakhir Khanza, Fania, Jordan dan Marsha berada di Jakarta. Karena besok mereka harus sudah pulang ke Bandung. Berhubung ini hari terakhir mereka, Geo yang saat ini tengah libur dari pekerjaan nya, mengusulkan untuk membawa anak-anak dan teman-teman anaknya untuk bermain di Dufan. Tadinya Fania tidak akan ikut dan memilih untuk menemani Sofi dirumah, tetapi dengan bujukan Deon yang tentu saja disuruh oleh Geo, akhirnya Fania ikut bersama mereka. Menikmati hari Sabtu bersama anak-anak dan mantan suaminya.
Fania tidak memutuskan untuk ikut bermain wahana bersama anak-anak dan teman-teman nya. Ia menunggu di tempat charging point bersama Geo, karena kebetulan baterai handphone nya pun lupa ia isi daya. Fania benar-benar bahagia ketika melihat anak-anak nya sedang tertawa dengan lepas. Ada banyak rasa syukur yang ia panjatkan pada-Nya. Semua luka, rasa sakit, kesedihan, kehilangan serta keegoisan yang ia rasakan seakan melebur ketika ia sudah bisa memaafkan segala yang terjadi dimasa lalu. Fania tak pernah mengira semua akan berakhir seperti ini. Ia pikir, ia tak akan pernah bisa bertemu lagi dengan kedua anaknya, ia pikir ia tak bisa memberitahu siapa ayah kandung Khanza yang sebenarnya. Semua yang terjadi tidak pernah ia rencanakan sebelumnya. Justru ia tidak pernah berpikir semua akan berakhir dengan senyum bahagia di wajah semua orang yang terlibat dalam masa lalu nya.
"Fania," panggil Geo.
"Mm?" Fanie menoleh menatap Geo.
"Maaf untuk segala hal yang sudah terjadi selama ini, ya. Maaf juga karena aku sudah membuat kamu berjuang sendiri membesarkan putri kita."
"Semua itu udah berlalu, Mas. Lagipula kita udah saling memaafkan, kan? Aku lebih ingin menikmati hidup aku dengan membesarkan ketiga anak-anakku tanpa terbayang-bayang lagi dengan kejadian dimasa lalu."
Geo mengangguk. Suara Fania yang lembut ketika berbicara masih menjadi candu baginya. Geo paling suka ketika mendengar Fania mengeluarkan suara nya. Lagi-lagi ia menyalahkan dirinya sendiri karena sudah menyia-nyiakan wanita seperti Fania. Yang paling Geo rindukan adalah tutur kata Fania yang lembut dan intonasi suara nya yang mendayu ketika menjelaskan sesuatu. Sudah hampir 15 tahun Geo tak mendengar lagi suara Fania yang seperti ini ketika berbicara dengan nya.
"Mas?" Fania melambaikan tangannya didepan wajah Geo.
Terlalu lama menatap Fania membuat Geo sedikit kehilangan fokus nya. Lelaki itu terkekeh, menutupi rasa malu nya karena tertangkap sudah menatap Fania sedari tadi.
"Maaf-maaf, aku tadi malah melamun," kekeh Geo.
Fania yang melihat itu pun langsung menatap ke arah lain, menghindari untuk berkontak mata langsung dengan Geo. Diam-diam wanita itu menyembunyikan senyumnya. Beberapa detik kemudian Fania kembali menatap Geo setelah ia berhasil mengendalikan dirinya.
"Oh, iya, Mas. Waktu itu Deon pernah cerita sama aku. Katanya kamu jarang punya waktu buat anak-anak. Di hari libur pun kamu tetep kerja daripada diem dirumah sama anak-anak."
Geo menarik napas panjang lalu menghembuskan nya, sebelum kemudian menjawab. "Iya, Deon memang benar. Dulu aku sulit sekali membagi waktu antara anak-anak dan pekerjaan. Ditambah lagi pada saat itu, posisi ku sudah berpisah dengan Bella dan anak-anak semua nya berada bersama ku. Tahun pertama perpisahan ku dengan Bella juga bukan tahun yang mudah untukku yang harus menjadi ayah sekaligus ibu untuk mereka. Apalagi saat itu, Juan dan Juha masih berusia 10 tahun. Mereka masih butuh sosok ibu disisi mereka. Tapi aku salut dengan Deon. Anak sulung kita itu sangat mengerti posisi ku yang saat itu ya ... tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Aku bangga karena Deon bisa menjaga Juan dan Juha ketika aku tidak bisa pulang ke rumah karena pekerjaan ku. Deon itu sama persis seperti kamu, Fan. Dia bertanggungjawab dengan apa yang ia lakukan. Pemikiran nya pun tidak seperti anak usia 13 tahun. Mungkin karena Deon anak sulung, jadi pemikiran dia bisa lebih dewasa ketika sedang bersama adik-adik nya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unifying Imperfection [✓]
RandomKhanza tidak pernah tahu apa yang sebenarnya semesta rencanakan pada tiap lika-liku kehidupan nya. Selama ini, kehidupan Khanza baik-baik saja. Ia bahagia walaupun hanya bersama Bunda dan Nenek nya. Sampai kemudian, kerinduan nya yang selalu ia ras...