1. Uninvited Guests

260 19 37
                                    

Sudah seperti rutinitas bagi Khanza untuk pergi ke rumah Nenek yang hanya berbeda RT dengan nya. Dulu ia masih tinggal satu atap dengan Nenek. Tetapi sudah 3 tahun ini, ia dan Bunda memutuskan untuk membeli rumah di lahan kosong dekat rumah Nenek.

"Aza, jangan lupa nanti dimakan bekel nya, ya. Inget! Harus diabisin."

Khanza mengangguk mendengar perintah dari Bunda. Bukan tanpa alasan Bunda selalu berkata seperti itu setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Khanza memang sering tidak menghabiskan bekal makan nya. Jadinya makanan itu berakhir di tong sampah.

Kata Bunda, mubazir. Dan ujung-ujungnya, Khanza akan selalu terkena ceramah panjang dari Bunda dan Nenek nya.

"Iyaaa, Bundaaa. Tapi ini enggak pakai wortel, kan, sayurnya?" tanya Khanza sembari menyalimi tangan Bunda.

"Kamu ini, kebiasaan!" Bunda menjawil pelan hidung mancung Khanza. "Bunda sengaja pakai wortel biar minus kamu berkurang. Awas aja kalau sampai kamu buat wortelnya."

"Mau makan wortel atau enggak makan juga sama aja minus nya enggak bakal berkurang," gumam Khanza pelan, nyaris tak terdengar oleh Bunda.

"Ya udah sana berangkat. Sekarang hari Senin, nanti kamu bisa telat. Oh, sekalian kasihin buat Nenek makanan nya. Nenek kamu itu pasti belum makan jam segini. Kebiasaan nya itu enggak pernah ilang-ilang. Nanti kasih tau juga Bunda ke sana nya agak siangan. Sebelum pergi ke butik Bunda mampir dulu ke Nenek."

Khanza menghela napas panjang. Masih pagi Bunda nya sudah mengomel. Maka dari itu, gadis dengan kerudung putih yang disesuaikan dengan seragamnya hari ini, segera pamit pada Bunda. Sebelum nanti ia akan terkena omelan dari Bunda juga.

"Iya-iya. Aza berangkat, ya. Assalamualaikum, Bunda!"

"Wa'alaikumsalam, hati-hati ya, sayang!"

Khanza hanya membalas dengan anggukan singkat lalu membuka gerbang rumah nya. Hari ini sebenarnya Khanza malas sekali untuk sekolah, karena hari ini hari Senin. Hari yang paling dimusuhi oleh kebanyakan para murid, kan?

Khanza mengeryit bingung ketika pintu rumah Nenek nya terbuka. Padahal biasanya selalu ditutup. Apalagi ini masih sangat pagi. Karena sudah sangat khawatir, Khanza segera mempercepat langkah nya. Ia takut terjadi sesuatu yang tidak-tidak pada Nenek tersayang nya.

"Assalamualaikum, Nek? Nenek didalem, kan? Nenek nggak papa, kan? Enggak ada maling atau penjahat kayak Squidward yang masuk, kan, Nek? Enggak ada —"

"Berisik."

Khanza mematung tak percaya. Ya ampun, apa sekarang Khanza masih berada di alam mimpi?

"Kamu siapa? Ngapain dirumah Nenek aku?"

Pemuda itu merotasikan bola matanya. "Jangan sok-sokan amnesia. Gue doain pikun beneran tau rasa lo."

Mendengar jawaban pemuda itu membuat tawa keluar dari mulut Khanza. Gadis itu duduk di salah satu sofa yang menghadap langsung pada pemuda yang kini tengah memakai sepatu nya.

"Santai, Bang, santai. Marah-marah mulu entar cepet tua. Kasian. Mana belum laku-laku, kan?" ejek Khanza.

Pemuda yang kini sudah selesai memakai sepatu nya itu menatap Khanza dengan tatapan jengah.

Untungnya tak lama setelah itu, Nenek datang dari dalam kamar nya. "Lho? Aza udah datang?" Nenek melihat ke arah jam dinding. "Padahal baru jam 6 kurang, tumben."

Sedangkan Khanza berdecak. "Nanti kalo Aza kesini nya jam 6 lebih, yang ada Aza telat."

"Kayak jarang telat aja lo."

Unifying Imperfection [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang