18. One Step Closer

48 5 0
                                    

Juan membaringkan tubuhnya di kasur. Helaan napas panjang keluar dari bibir nya. Pemuda 15 tahun itu menyimpan tangan kanan nya diatas dahi, menutupi sebagian penglihatan matanya.

Entah mengapa hari ini ia merasa sangat lelah. Ada banyak hal yang ia pikirkan. Termasuk pertemuan nya dengan gadis bernama Khanza yang sangat mirip dengan nya.

Sebelumnya, Juan tak pernah memikirkan hal yang menurutnya tak penting. Tetapi untuk yang satu ini, Juan merasa harus memikirkan nya. Entah karena kebetulan atau apa, Juan merasa ia dan Khanza seperti memilki banyak kesamaan yang sama.

Juan akhirnya bangun dari tidurnya, pemuda itu ingin menyegarkan pikirannya. Maka dari itu ia berjalan ke lantai satu untuk mengambil minuman dingin.

Lampu ruang tengah sudah mati, karena hari sudah malam. Geo harus lembur lagi malam ini, dan Deon sudah pasti tidak pulang ke rumah. Mengingat jadwal kuliah nya yang mulai padat.

Tungkai kaki Juan melangkah ke arah dapur, mengambil minuman bersoda yang disimpan di dalam kulkas. Kantuk nya belum kunjung datang, biasanya di jam-jam seperti ini, Juan sudah terlelap.

"Bang Ju belum tidur?"

Juan menolah saat mendengar suara Juha.

"Kamu belum tidur?" Bukannya menjawab, Juan justru balik bertanya.

Juha terkekeh lucu. Kemudian duduk disebelah Juan. "Tadi aku habis telponan sama Klara. Dia kasian tau, Bang."

"Kasian kenapa?" tanya Juan, ia membuka segel minuman nya, lalu meneguknya beberapa kali.

"Katanya Klara pingin liburan, tapi sekarang dia lagi ada di Lumajang. Jadi nggak bisa kemana-mana."

"Ngapain dia disana?"

"Di rumah nenek nya. Nenek nya lagi sakit, jadi Klara nemenin mama nya buat ngurus nenek nya."

"Oh ... " Juan menganggukkan kepalanya.

"Abang kenapa belum tidur?"

"Mm?" Juan menatap Juha, mengedipkan mata nya beberapa kali, lalu membuang muka nya. "Gapapa, sih. Lagi susah tidur aja."

"Kepikiran cewek yang mirip Bang Ju tadi, ya?"

"Ha?" Juan refleks menatap Juha.

"Tapi emang mirip, kok, Bang." Juha menjeda ucapannya. Gadis itu memperhatikan bagaimana wajah Juan, yang memang mirip dengan gadis bernama Khanza itu.

"Nggak usah dipikirin!" ucap Juha lagi, lalu tertawa. Tangan nya memukul pelan lengan Juan.

Juan terkekeh. "Enggak."

Kemudian Juan bangkit berjalan ke arah kulkas untuk menyimpan minuman soda yang baru ia minum setengah. Tepat saat pintu kulkas itu ia tutup, ucapan dari Juha membuatnya terdiam sebentar; memperhatikan kulkas yang memantulkan pantulan dirinya.

"Tapi aku nggak terlalu suka sama cewek itu."

"Kenapa?" Juan berbalik menatap Juha dari tempatnya berdiri.

"Enggak ada alasan khusus, sih. Tapi gara-gara dia, Abang jadi di mirip-mirip-in sama temen-temen Abang, kan? Mana temen nya dia juga ikutan lagi. Pasti tadi Bang Ju risih banget. Aku juga risih tau. Kayak —emang kenapa, sih, kalo mirip? Sampe heboh banget gitu. Norak."

"Tapi kayaknya dia juga tadi nggak nyaman, deh."

"Dia sok polos aja itu. Pasti aslinya dia seneng banget punya sepupu kayak Abang. Mana pake segala dibilang mirip lagi."

"Kamu kenapa bisa mikir kayak gitu?"

"Kok Abang kayak nggak setuju gitu, sih, sama aku?"

Juan mengerjap, kemudian menggaruk dahi nya yang tak gatal. "Y—ya, bukan gitu."

Unifying Imperfection [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang