14. Quality Time

52 9 15
                                    

Menu makan siang dengan ayam kecap buatan Fania menjadi yang pertama tersaji dimeja makan. Tadi, sebelumnya Fania menyuruh Khanza, Sultan dan Deon untuk makan terlebih dahulu sebelum berjalan-jalan di kota Bandung, menemani Deon yang katanya ingin merasakan jadi orang Sunda.

Maka kini saat panggilan kedua dari Fania yang menyuruh mereka untuk makan, mereka langsung dengan cepat kesana. Kursi yang semula hanya dua buah itu kini bertambah menjadi empat buah. Memang dulunya meja makan kecil yang dibeli Fania di desain dengan satu meja dan empat kursi. Berhubung dirumah itu hanya ada Fania dan Khanza sedangkan Nenek jarang sekali kesana, jadilah dua kursi lainnya Fania simpan dibelakang rumah dengan ditutupi plastik agar tidak rusak.

"Nanti kalau udah makan, baru kalian boleh main," ucap Fania sembari memberikan piring yang sudah terisi nasi pada mereka.

"Bunda, nasi Aza kebanyakan."

"Sayang, itu Bunda udah kasih sedikit, lho."

"Tapi masih kebanyakan," rengek Khanza, gadis itu mendorong piring nya ke depan, menjauhkan nya dari gadis itu.

"Tuh, kan. Belum juga ke Jakarta udah ngerengek kayak gini. Gimana kalau disana kamu malah bikin repot Tante Sofi sama Om Andre?"

Beberapa hari ini mood Khanza tidak terlalu baik, mungkin akibat mau datang bulan. Karena itu juga, Khanza justru malah tak berselera makan sekarang setelah mendengar ucapan dari Fania.

"Ya, udah. Aza nggak jadi makan."

"Aza, kamu jangan —"

"Ma —ah, maksudnya, Tante, Aza nya jangan dimarahin, kasian," ucap Deon, memotong ucapan Fania.

"Aza, kan, udah makan bubur tadi pagi, jadi Aza masih kenyang," cicit Khanza kemudian.

Fania hanya bisa menghela napas berat, kemudian mengambil kembali piring Khanza. Deon yang melihat wajah Khanza tertekuk lantas terkekeh geli. Pemuda itu jadi teringat dengan Juan, mereka sama persis. Jika makanan yang Juan pesan tidak sesuai yang diinginkan pemuda itu, maka wajahnya akan seperti Khanza.

"Dasar, bocil," ejek Sultan, setelah sedari tadi hanya diam memperhatikan.

Wajah Khanza yang semula tertekuk kini langsung menatap nyalang pada Sultan.

"Apa, sih?! Aza udah SMA, bukan bocil!"

"Masa?" Sultan pura-pura terkejut. "Kok ada, ya, anak SMA yang makan aja harus banyak mau nya kayak gini?" Kemudian tawa nya keluar ketika melihat Khanza yang kembali merengek pada Fania.

"Bundaaaaa, liat Sultan nya."

"Ini nasi nya udah Bunda kurangin. Abisin. Jangan disisa-in."

Kemudian setelahnya mereka kembali fokus pada makanan mereka. Diam-diam, Deon ingin menangis ketika merasakan masakan dari ibu kandungnya. Rasanya sangat berbeda. Entah karena Deon yang terlalu suka dengan masakan Fania, atau memang Fania yang memasaknya dengan penuh kasih sayang.

"Kak Deon," panggil Khanza.

Di rumah Fania, tidak ada aturan jika sedang makan tidak boleh berbicara. Justru disini, jika mereka makan bersama sambil berbincang-bincang, akan membuat suasana semakin hangat.

Deon yang semula tengah makan dengan khidmat langsung mendongak menatap Khanza.

"Iya?" jawabnya dengan senyum nya yang ia tampilkan.

"Kakak ganteng banget," ucap Khanza tanpa sadar ketika melihat senyum Deon. Sedangkan Deon yang dipuji seperti itu hanya bisa terkekeh lalu menunduk.

Unifying Imperfection [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang