28. Painful Splinter & Deeptalk

71 7 9
                                    

Maaf, ya, part ini aku perbaiki lagi. Aku udah rombak ulang bagian akhir nya. Kalian kalau mau baca ulang juga boleh, kalau enggak juga gapapa. Yang aku rubah cuman bagian akhirnya aja.

Maaf, ya, itu kesalahan aku. Tapi aku udah perbaiki semuanya, kok. Dan aku juga udah perbaiki outline akhir cerita ini! ^^

.
.
.
.
.
.
.

Dulu, Khanza sempat bertanya-tanya mengapa ia sangat ingin mengunjungi kota Jakarta. Tidak ada kenangan apapun di Jakarta yang ia lakukan sampai-sampai membuat nya ingin kembali ke kota itu. Akan tetapi, setelah semua yang terjadi beberapa hari terakhir ini, Khanza jadi tahu bahwa Jakarta memang menyimpan sebuah fakta yang sebelumnya tak pernah Khanza ketahui.

Tahun lalu, Aki —kakek Khanza— pernah berkata, katanya, "Neng, jadi manusia yang suka memaafkan itu tidak merugikan. Neng keudah bisa, keudah tiasa memaafkan sareng ka sesama manusia. Tidak ada manusia yang tidak punya salah. Aki, Bunda, Nenek, Eneng, pasti pernah punya salah, pernah berbuat salah. Tugas arurang sebagai manusia keudah tiasa memaafkeun. Allah Maha Pemaaf, urang sebagai hamba-Nya keudah tiasa memaafkeun oge nya."

Khanza masih ingat dengan jelas bagaimana perkataan Aki sore itu. Di bawah mendung nya langit kota Bandung, Khanza di beri wejangan yang sangat berguna untuk nya saat ini. Maka dari itu, ketika Geo dan Bella meminta maaf padanya, Khanza tidak punya alasan untuk tidak memaafkan mereka. Seperti yang Aki bilang padanya, jadi manusia yang pemaaf itu tidak merugikan.

"Kamu beneran mau pulang sekarang aja, Bel? Ini udah malem, lho. Mending tidur dulu aja di sini."

"Enggak usah, Ni. Aku mau ke rumah Ibu. Kasian Ibu kangen sama aku."

"Ya, sudah. Aku titip salam buat Ibu, ya."

"Pasti aku sampein."

Jam sudah menunjukkan pukul 10 lewat 20 menit ketika Khanza lihat. Sudah terlalu malam untuk mereka pulang sekarang. Tapi Khanza tak bisa menahan mereka. Alasan nya hanya satu; malu. Khanza tidak seberani itu untuk menahan mereka tinggal dulu disini. Mau bagaimana pun, mereka baru pertama kali bertemu dan sebelum nya pun ia dan Juha tidak mempunyai pertemuan yang baik-baik saja.

"Juha, ayo pamitan dulu sama mereka. Kita pulang sekarang," ucap Bella yang langsung di angguki oleh Juha.

Satu persatu Juha menghampiri mereka, gadis itu menyalimi Fania, Sofi, lalu terakhir pada Deon. Khanza bisa melihat bagaimana Deon yang langsung membawa Juha ke dalam pelukan nya. Pun dengan Juan yang mengelus-elus punggung Juha.

"Maaf, Abang belum jadi kakak yang baik buat kamu."

Juha menggeleng, melepas pelukannya kemudian berujar. "Enggak. Bang Deon udah jadi kakak yang baik buat aku."

Juha kemudian beralih pada Juan. Juha langsung memeluk Juan saat Juan merentangkan tangannya.

"Kamu harus nurut sama Mami, ya. Sekarang kamu udah jadi kakak. Nanti kamu harus jadi kakak yang baik buat Haura, ya."

Juha mengangguk di dalam pelukan Juan. Gadis itu menangis. Dan Juan tahu itu. Maka dari itu, Juan mengeratkan pelukannya untuk menenangkan Juha.

"Jangan lupain aku," bisik Juha di sela isakan nya.

Juan mengangguk. "Gak bakal. Sampai kapan pun, kamu tetep adik Bang Ju."

Khanza yang berada di sisi Juan tentu mendengar bisikan Juha dan jawaban Juan. Khanza menunduk, memainkan jari-jarinya. Sebelum akhirnya ia mendongak ketika Juha berdiri di depan nya.

Unifying Imperfection [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang