15. Hello, Jakarta

56 9 6
                                    

Entah sudah ke berapa kali nya, Juan mencoba untuk menutup kedua mata nya. Tapi lagi-lagi ia gagal. Pikiran nya kini tak fokus. Perkataan Hanni beberapa saat lalu di sambungan telpon memberikan efek yang sangat besar padanya.

"Gue beneran, Ju! Tadi siang gue ketemu cewek yang mirip banget sama lo."

Sebenarnya Juan itu bukan tipe anak yang selalu memikirkan apa kata orang. Tetapi untuk kali ini, entah mengapa, ia merasakan hal yang berbeda. Rasa ingin tahu tentang sesuatu yang Hanni lihat seolah membuat Juan memikirkan hal lain yang seharusnya tak ia pikirkan.

Tok. Tok. Tok.

"Bang Ju, ini aku, Juha."

Mendengar suara adiknya yang berada di luar kamar, Juan langsung bangun dan membukakan pintu. Sosok Juha yang memakai baju tidur berwarna pink dengan boneka panda di pelukan nya itu menjadi yang pertama Juan lihat ketika pintu terbuka.

"Kenapa, hm?"

Juha mengerucutkan bibirnya. "Aku enggak bisa tidur. Mau tidur sama Abang, boleh?"

Juan langsung menyingkir dan membiarkan Juha untuk memasuki kamar nya. Setelah itu ia menutup pintu terlebih dahulu, lalu berjalan ke arah kasur nya yang sudah ada Juha disana.

"Abang bobo disini." Juha menepuk-nepuk ruang kosong disebelah nya.

"Kamu aja yang tidur disana, Abang dibawah aja."

"Kok gitu, sih?"

"Kamu, kan, udah besar. Masa tidur sama kakak nya, sih?" Juan mengusap rambut Juha dengan sayang.

"Tapi, kan, aku mau tidur sama Abang ... "

Juan menghela napas panjang, kemudian ikut berbaring disebelah Juha. Mau bagaimana pun, Juha ini adalah adik kesayangannya. Ia tak bisa menolak permintaan Juha.

"Abang," panggil Juha.

"Mm?"

"Abang janji, kan, nggak bakal ninggalin aku?"

Ucapan Juha membuat Juan mengeryitkan dahi nya. Pemuda itu kemudian menatap adiknya. Ia mengusap kepala Juha untuk menenangkan nya.

"Kenapa kamu mikir gitu, hm?"

Juha menggeleng, ia memiringkan tubuhnya menghadap Juan.

"Aku takut. Semenjak Mami pergi, aku ngerasa cuman Bang Ju aja yang sayang sama aku. Bang Deon sekarang jadi lebih sering tinggal sendiri, Papa juga, sekarang Papa lebih sibuk kerja, padahal dulu waktu Mami masih ada disini, Papa jarang lembur, jarang keluar kota, dan selalu usahain untuk ada dirumah setiap weekend. Tapi sekarang, semuanya udah berubah. Aku takut Abang juga bakalan berubah." Sejenak, Juha menjeda ucapannya.

"Apa gara-gara aku bukan kembaran Bang Ju, semuanya jadi berubah, ya?" lanjutnya kemudian.

Untuk pertama kalinya, Juan mendengar keluhan dari Juha. Biasanya anak itu tak pernah mengeluh tentang apapun. Bahkan saat dulu, Bella —Mami mereka— pergi meninggalkan mereka, Juha tidak meraung-raung untuk ikut dengannya. Justru Juha memilih untuk tetap bersama ia dan yang lainnya disini.

Lalu sekarang, saat Juan mendengar langsung tentang apa yang adiknya pikirkan, hati nya benar-benar sakit. Ia merasa belum bisa menjadi kakak yang baik. Ia tidak sepenuhnya mengerti tentang adiknya.

Juan menghela napas panjang, ia mengusap surai kecokelatan Juha. "Meskipun kamu bukan kembaran Abang, tapi kamu tetep adik Abang, adik Bang Deon juga. Mereka itu sayang sama kamu. Tempat kuliah Bang Deon, kan, jauh dari sini, makanya Bang Deon tinggal di apartemen, Papa juga kerja buat kita. Hari ini, kan, Papa nggak kerja cuman buat nemenin kamu jalan-jalan, kan?"

Unifying Imperfection [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang