25. Uncontrollable

57 6 19
                                    

+62 813 4543 8890

Nia, ini aku. Aku tau kamu sedang ada di Jakarta. Temui aku di kafe yang ada di Jl. Jendral Sudirman, ya.

Saat Fania mendapat pesan dari nomor yang tak ia ketahui, Fania sepenuhnya membeku saat ia membaca nama yang si pengirim sebutkan dalam pesan nya. Hanya ada satu orang yang memanggilnya seperti itu.

Sebenarnya ia ragu, tapi ia juga yakin jika itu bukan orang yang salah kirim. Nia adalah nama panggilan nya dari sahabat nya dulu. Hanya sahabatnya itu yang selalu dan satu-satu nya yang memanggil Fania dengan nama Nia.

Maka dengan hati yang sudah ia tata lebih baik dari kemarin, sore ini Fania menginjakkan kaki nya di sini. Di kafe yang si pengirim itu sebutkan. Tepat di meja ketiga, meja yang dekat dengan jendela, ada satu wanita dan satu anak kecil perempuan. Dari jauh saja Fania bisa mengenali siapa wanita itu.

Dengan langkah yang sedikit tergesa, Fania berjalan ke meja tersebut.

"Bella?" panggil nya, nada suara nya sedikit tercekat ketika wanita yang ia panggil itu mendongakkan kepalanya.

Wanita itu —Bella— mengulas senyum manis nya. Senyuman itu masih tetap sama seperti dulu saat mereka masih menjadi sepasang sahabat. Senyuman yang selalu menjadi salah satu semangat Fania di masa-masa SMA nya yang sulit.

"Aku tau kamu bakal datang, Nia." Bella memberi kode lewat mata nya agar Fania duduk di kursi. "Duduk dulu. Kamu mau pesen apa? Aku traktir." Bella terkekeh di akhir kalimat.

"Kenapa?" ucap wanita itu kemudian saat ia sudah duduk di kursi.

Bella mengerutkan keningnya halus. "Kenapa ... apanya?"

"Kenapa kamu nyuruh aku datang nemuin kamu setelah apa yang kamu lakuin ke aku dan anak-anak aku 15 tahun yang lalu? Kenapa, Bel?"

Nyatanya, hati yang sudah baik-baik saja sebelumnya harus kembali runtuh saat Fania berhadapan dengan Bella. Emosi yang semula sudah mereda, kini kembali meradang ketika puing-puing ingatan kejadian masa lalu seolah berputar di kepalanya.

"Nia —" Bella tak sanggup melanjutkan perkataannya melihat sepasang mata Fania yang menyiratkan luka. "—aku minta maaf, Nia. Aku salah. Aku tau, aku gak pantas mendapat maaf dari kamu."

Fania mengalihkan tatapan nya keluar jendela. Dulu ia sangat mengharapkan permintaan maaf dari Bella. Tapi sekarang, kata maaf yang Bella ucapkan seolah tak berarti apa-apa atas semua yang terjadi.

"Aku udah pisah sama Mas Geo."

Detik itu, Fania langsung menatap Bella. Jujur saja, ia baru tahu tentang itu. Lalu ingatan nya berputar kembali saat di kejadian kafe, ketika Juha menyampaikan permintaan maaf Bella padanya. Pertanyaan-pertanyaan di benak nya seolah terjawab.

"Lima tahun yang lalu, Mas Geo tau kalau Juha bukan anaknya."

"Bel?" Fania menatap tak percaya pada Bella. "Maksud kamu apa, Bel? Jelas-jelas waktu itu kamu bilang Juha anak kamu dan Mas Geo, kan?"

Bella menggeleng. Wanita itu mengusap putri nya dari pernikahan keduanya. Anak yang masih berusia 3 tahun itu seolah tak terganggu dengan obrolan mereka.

"Juha bukan anak Mas Geo, Ni. Maaf, aku waktu itu memanfaatkan Mas Geo, dan aku menyesal. Karena hari itu, aku kehilangan sahabat aku satu-satunya. Setiap hari setelah perpisahan kamu dengan Mas Geo, aku selalu di hantui rasa bersalah aku pada kamu, Ni. Apalagi setiap aku melihat Deon dan Juan. Aku paling merasa bersalah pada Juan. Aku seorang ibu, aku bisa merasakan bagaimana sakitnya ketika kita jauh dari anak-anak kita. Dan aku sadar ketika Juan pertama kali menyebutkan kata mama. Aku sadar semua kelakuan aku salah. Semua yang aku perbuat pada kamu dan Mas Geo tidak bisa di maafkan."

Unifying Imperfection [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang