Khanza merasa bersalah ketika ia terbangun tadi. Kejadian beberapa saat lalu membuat Khanza merasa tak enak pada teman-teman nya juga pada sepupunya, Riki. Andai saja Khanza bisa mengendalikan emosi nya tadi sore, pasti ia takkan mengacaukan kegiatan mereka.
Khanza melipat mukena dan memasukkan nya ke dalam lemari. Ia memakai kerudung nya, lalu duduk di tepi kasur sembari memainkan handphone nya. Ia masih terlalu malas untuk makan. Apalagi setelah kejadian tadi sore.
Tok. Tok.
Mendengar ketukan pintu dari luar, Khanza menatap ke arah pintu. Detik selanjutnya, sosok Juan datang dari balik pintu. Dengan susu kotak di tangan kiri dan sisir juga ikat rambut di tangan kanan.
"Hai," sapa Juan.
Khanza mengulas senyum, kemudian menyimpan handphone nya.
"Udah agak baikan?" Juan ikut duduk di sebelah Khanza.
Khanza mengangguk. "Maaf, ya. Gara-gara Aza, acara makan tadi sore jadi —"
"Marsha nginep di rumah Hanni, Jojo nginep di rumah Haris." Juan memotong ucapan Khanza.
"Lho? Kenapa?"
"Gak tau," jawab Juan. "Coba, Aza balik ke belakang, Juan mau kepang rambut Aza."
"Eh?" Khanza menatap bingung pada Juan.
"Kenapa?" tanya Juan.
"Aza salah denger gak, sih? Kok Juan ngomong nya jadi beda sama Aza?"
Juan tertawa, menuntun Khanza untuk membelakangi nya. "Maaf, ya."
Khanza membalikkan badannya lalu menatap Juan. "Minta maaf kenapa?"
Juan tersenyum. "Ya, minta maaf aja. Udah, ah, sekarang Aza balik ke depan lagi, Juan mau kepang rambut Aza."
Khanza menggeleng, mengambil sisir dan ikat rambut dari tangan Juan. "Gak usah, Aza mau di kepang sama Bunda."
Tak mau di bantah, Juan kembali merebut sisir dan ikatan rambut itu. "Sama Juan aja. Juan juga bisa, kok."
"Gak mau. Aza mau sama Bunda."
"Emang kenapa, sih? Kepangan Juan sakit, ya?"
"Enggak, tapi Aza lagi mau di kepang sama Bunda."
Juan berdecak, menyilangkan tangannya di dada; setelah sebelumnya menyimpan sisir dan ikat rambut.
"Keras kepala banget, sih."
Sungguh, rasa kesal Khanza masih belum hilang sepenuhnya. Ketika mendengar Juan yang berbicara seperti itu tentu saja membuat Khanza ingin kembali meluapkan kekesalannya.
"Ya, emang kenapa?!"
Alih-alih marah mendengar nada suara Khanza yang meninggi, Juan justru malah terkekeh. Ia mendekati Khanza, lalu menatapnya sambil tersenyum.
"Ternyata Aza beneran kembaran Juan," ucapnya kemudian.
"Emang sebelumya Juan gak percaya, ya?" jawab Khanza, nada suara nya terdengar agak kecewa.
"Mm —" Juan menahan kalimat nya, ia menatap rinci seluruh wajah Khanza. "—Aza percaya gak kalo waktu pertama kali Juan ketemu Aza, Juan ngerasa kita emang ada hubungan darah?"
Khanza tertawa. Wajahnya seperti meledek Juan yang baru saja memberitahu nya tentang kesan pertama mereka bertemu.
"Masa?" katanya.
"Serius."
"Tapi Aza gak ngerasa gitu tau. Malah, ya, Aza mikir pasti nanti Aza bakalan ketemu sama 6 kembaran Aza yang lain. Soalnya, kan, kita punya 7 kembaran di dunia ini. Dan Aza udah ketemu satu dari ketujuh kembaran Aza di dunia. Eh, bener gak, sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unifying Imperfection [✓]
RandomKhanza tidak pernah tahu apa yang sebenarnya semesta rencanakan pada tiap lika-liku kehidupan nya. Selama ini, kehidupan Khanza baik-baik saja. Ia bahagia walaupun hanya bersama Bunda dan Nenek nya. Sampai kemudian, kerinduan nya yang selalu ia ras...