Part 19

307 31 0
                                    

Jangan lupa vote & komen. Thanks!

***

"Kai-si," panggil seorang gadis yang merupakan teman kelas Kai.

"Ada apa, Sana-si?" tanya Kai.

"Aku ditembak dengan panah merah oleh Jiyeong, seorang calon Dewa yang memujamu. Tempo hari, aku mengambil rambutmu, sehingga dia bisa memeriksa DNA milikmu. Jiyeong ingin menjadi pelayanmu. Datanglah ke ruang tari sendirian setelah kelas. Itu saja," ucapnya, kemudian berjalan kembali ke tempat duduknya.

Kai langsung berdiri dan menembakkan panah merah ke punggung Sana dan ternyata benar, panah merahnya memantul kembali.

Jadi itu benar, dia sudah ditembak oleh panah merah. Kalau begitu ... Kai mengeluarkan panah putihnya, lalu menembak Sana, membuat gadis itu langsung terjatuh begitu saja. Semua murid menjadi panik melihat Sana yang dikira tiba-tiba pingsan, ternyata ia sudah tak bernyawa.

"Bawa dia ke ruang kesehatan!"

"Eh? Apa yang terjadi?"

"Hah? Dia sudah meninggal?"

"Apa? Ini gawat!"

"Seonsaengnim!"

Keributan pun terjadi, membuat keadaan kelas menjadi kacau, sedangkan Kai dengan santai berjalan keluar kelas tanpa memedulikan apa pun, seolah tidak ada yang terjadi. Chanyeol yang melihat kejadian itu dibuat tercengang dan juga gugup. Ia takut akan bernasib sama dengan Sana. Ia yakin, Sana pasti meninggal karena perbuatan Kai.

Seorang pria yang sudah ditembak panah merah, berdandan mirip Kai dan langsung pergi menuju ruang tari. Ia mengedarkan pandangannya, tetapi tidak ada siapa pun di sana.

"Ki-Kim Jongin-si? T-Tidak, kau bukan dia," ucap Jiyeong yang masih belum kelihatan.

"Benar. Aku tidak akan pernah sembarangan masuk ke sini untuk menemui orang yang tidak jelas sepertimu. Aku menyuruhnya untuk mengulangi persis seperti apa yang kukatakan padanya lewat earphone. Aku menggunakan kamera yang dipasang di ruang tari untuk mengamati semua ini. Kau sudah tahu seperti apa penampilanku?"

"Ti-Tidak. Aku baru saja mendengar kalau kau adalah anak yang sempurna dan tampan."

"Hei, kau tidak benar-benar berdiri di belakang cermin ini, 'kan?" ucap Kai, sambil memperhatikan dari monitor. Dalam ruang tari memang terdapat cermin sebesar dinding yang biasa digunakan ketika kelas tari berlangsung, agar lebih gampang memperhatikan sang pelatih.

"Me-Mengesankan," ucap Jiyeong. Ternyata ia hanya menaruh laptop yang sudah dia hubungkan dengan kameranya juga di belakang cermin satu arah, sehingga ia hanya perlu memantau dari apartemennya.

"Sudah jelas jika kau berpikir untuk bersembunyi di sana. Untuk menembakku dengan panah, kau hanya perlu memasang cermin satu arah di depan cermin yang sudah ada dan membidik. Bahkan seseorang dengan sayap tidak bisa terbang selamanya di ruang sempit seperti itu."

Dia juga tidak ingin mengambil risiko berada di sana, batin Kai.

"Jadi, kau bilang soal menjadi pelayanku. Apa maksudmu tentang itu?"

"Per-Persis seperti yang kau dengar. Aku ingin kau menjadikanku pelayanmu. Ha-Hanya itu yang kuinginkan."

"Jika kau ingin membunuh seseorang dengan sayap, kau harus menjebak mereka. Cara yang terbaik adalah menggunakan tempat dengan cermin satu arah. Siapa pun bisa punya ide itu. Kau tidak mempromosikan dirimu dengan baik. Ah, tapi kau bisa melacakku, jadi aku akui kau tidak bodoh," ucap Kai.

"Tidak, a-aku hanya beruntung. Atau mungkin, ma-malaikatku punya intuisi yang bagus."

"Intuisi? Top, Malaikat Intuisi. Sepertinya dia punya malaikat peringkat satu," ujar Jessi.

Selected Candidate (JENLISA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang