▪︎ Crazy Over You ▪︎
Part by: girlRin
Selamat membaca, jangan lupa tinggalkan vote dan komen💜•••
Nayra mengaduk makanannya dengan raut wajah lesu. Fandi yang sedang makan di depannya pun mengerutkan keningnya heran akan kelakuan anak gadisnya ini.
“Kenapa lagi kamu? Pamali mainin makanan begitu. Kamu tau? Di luar sana banyak orang-orang kelaparan sedangkan kamu di sini malah mainin makanan begitu.” Fandi menegur.
Nayra pun mengembuskan napas panjang dan membalas, “Pah ... jatuh cinta tuh ternyata butuh banyak perjuangan, ya?”
Fandi mengerutkan keningnya semakin heran. Entah kerasukan apa anaknya ini malah tiba-tiba curhat masalah hati. Fandi memang tak keberatan, ia malah senang kalau akhirnya anak gadisnya ini mulai terbuka apalagi semenjak kematian istrinya Fandi—ibunya Nayra, gadis itu berubah menjadi penyendiri dan semuanya selalu ia pendam sendiri. Fandi selalu ingin agar anaknya ini tahu kalau ia masih ada dan akan selalu menyayangi Nayra sehingga Nayra tak merasa sendiri.
“Kenapa? Naksir anaknya Mba Dewi, ya?” tebak Fandi. Nayra mengangguk lemah.
“Trus kenapa? Kejar dong. Kalo cinta tuh ya usaha. Jangan tunggu doang, kamu diem gini dia mana tau kalo kamu suka sama dia,” ucap Fandi menyemangati.
“Nayra udah ngejar dia kayak orang gila, Pah. Udah beberapa kali ngomong suka, tapi kayaknya Kak Arka enggak suka deh. Dia keliatan kesel,” balas Nayra sedih.
Fandi menggeleng kecil, “belum tentu dia enggak suka.” Nayra menatap Ayahnya bingung.
“Maksudnya?” tanya Nayra.
Fandi meletakkan sendoknya dan kemudian tersenyum ke arah anaknya. “Kamu tau? Dulu waktu masih muda Mamah kamu lho yang ngejar Papah,” ucapnya. Nayra mendelik tak percaya, “gosah ngada-ngada deh. Mana mungkin Mamah yang cantik begitu ngejar Papah yang buluk.” Nayra menistakan Ayahnya.
Fandi hendak mengomel, tapi ia urungkan. Ia pun melanjutkan, “waktu itu Papah juga kayak Arka kok. Risih, apalagi Mamah kamu itu selalu aja nempelin Papah kemana aja sampe rasanya setiap sudut di sekolah tuh Mamah kamu kayak punya sensor Papah bakal ada dimana aja.”
Nayra merasa tertarik, “trus?” tanya gadis itu.
“Mamah kamu terus ngedeketin Papah bahkan saat Papah ngomong ke Mamah kamu kalo Papah tuh enggak suka sama dia. Kamu tau apa jawaban Mamah kamu?” tanya Fandi. Nayra menggeleng.
“Mungkin belum, tapi nanti aku bakal bikin kamu suka sama aku. Sedalam aku suka sama kamu.”
Entah kenapa Nayra seperti mendengar suara Ibunya mengikuti apa yang Ayahnya katakan. Nayra bahkan bisa membayangkan bagaimana cantiknya Ibunya ketika mengatakan itu.
“Awalnya Papah enggak ngerasa apapun, tapi saat Mamah kamu ngomong begitu dengan penuh keyakinan, entah kenapa Papah ngerasa kalo Mamah kamu serius. Setiap kata yang dia ucapkan, kayak benar-benar dia ucapin dengan percaya diri. Sejak saat itu, entah kenapa setiap pergerakan yang Mamah kamu lakuin buat deketin Papah mulai membuahkan hasil. Sedikit demi sedikit, Papah mulai merasakan yang namanya getaran cinta,” Fandi menyentuh dada kirinya, “sampe saat ini pun setiap kali Papah ngunjungin makam Mamah kamu dan curhat segala keluh-kesah Papah, rasanya getaran itu masih ada. Kayak Mamah kamu masih hidup dan ngedengerin curhatan Papah.”
Nayra tersenyum mendengarnya. Ia tak pernah terlalu tahu bagaimana kisah kedua orangtuanya bertemu atau bahkan jatuh cinta. Ia tak pernah bertanya karena menurutnya biarlah itu menjadi kisah mereka, tapi begitu mendengar ucapan Ayahnya, Nayra merasakan apa itu yang namanya kekuatan cinta. Bahkan ketika pasangannya telah tiada, rasa cinta itu masih kekal abadi. Benar-benar indah.
Fandi menatap anaknya dan tersenyum, “kalo kamu benar-benar suka sama Arka, kejar dia dengan sungguh-sungguh. Mungkin dia belum suka sama kamu, tapi siapa yang tau nanti? Kalopun dia pada akhirnya tetap enggak suka sama kamu, mungkin aja Tuhan mengirimkan sosok yang bakal mencintai kamu kayak kamu menyukai Arka. Terkadang, menjadi pihak yang mencintai itu memang capek, iya. Namun, entah itu sebagai pihak mencintai atau dicintai, itu sama aja. Hubungan itu dijalin oleh dua jiwa dengan harapan buat bersatu. Apapun itu, kalian harus saling mencintai supaya saling melengkapi.”
Nayra mengangguk kecil dan berkata, “makasih, Pah.”
Fandi mengangguk, “udah. Sekarang kamu makan yang bener. Enggak baik main-mainin makanan begitu,” ucapnya.
Nayra mengangguk.
•••
Seperti biasanya, Arka akan berangkat bersama dengan Nayra karena permintaan atau lebih tepatnya paksaan Dewi. Arka sebagai anak mau tau mau harus menuruti perintah Ibunya atau Ayahnya akan memotong uang jajannya dan Ibunya mungkin akan menjual motor kesayangannya ini. Arka tak bisa membayangkan bagaimana hidupnya tanpa motor kesayangannya itu. Sungguh menyedihkan.
“Dah, sono lo. Gue enggak bakal nganter lo ke kelas kalo itu yang lo tungguin,” ucap Arka dengan nada biasanya, ketus.
Nayra mengangguk kecil dan kemudian melangkah mendekati Arka yang masih duduk di atas motor. Arka menatap gadis itu dengan tatapan tajam apalagi saat gadis itu malah tersenyum dengan posisi wajah yang begitu dekat dengan wajah Arka. Nayra mengangkat tangannya dan merapikan rambut Arka.
Arka terdiam—ah, lebih tepatnya tak bisa berkata-kata atau merespon apapun. Ia terlampau kaget dengan gerakan Nayra yang sungguh di luar perkiraannya. Usai puas merapikan rambut Arka, Nayra pun menurunkan tangannya dan tersenyum manis kepada Arka.
“Lain kali kalo lo enggak sempet ngerapiin rambut, lo bisa ngomong ke gue. Bakal dengan senang hati gue rapiin buat lo,” ucap Nayra.
Arka mengerjabkan kedua matanya dan kemudian berdecak kecil. “Dih, najis! Udah sono lo!” ucapnya mengusir Nayra.
Nayra merengut kecil, tapi hanya sebentar. Ia kemudian berkata dengan senyuman manis, “gue tunggu nanti di depan gerbang kayak biasanya, Kak. Dah! Gue ke kelas dulu! Jangan kangen!” ucap gadis itu kemudian berlari pergi meninggalkan Arka.
Arka menggeleng kecil dan kemudian menyentuh rambutnya. Tanpa sadar pemuda itu tersenyum kecil dan segera menggeleng cepat.
“Astaga, gue kenapa? Enggak! Enggak! Gue enggak mungkin baper! Enggak!” ucap Arka pada dirinya sendiri.
“Arka!”
Arka menoleh dan langsung mendatarkan tatapannya. Dinda berlari menghampirinya dan kemudian tersenyum lebar sambil menyerahkan satu bungkus cokelat yang Arka yakin itu sangat mahal.
“Bokap gue baru aja balik dari Swiss. Nih, buat lo.” Dinda berkata dengan nada yang diimut-imutkan dengan harapan Arka akan terkesan atau malah terpesona, tapi nyatanya Arka malah mendelik jijik.
“Gue enggak suka makanan manis, sekarang lo minggir!” ucap Arka ketus. Ia turun dari motornya dan berniat pergi, tapi Dinda menahan lengan pemuda itu.
“Kalo gitu lo suka apa? Gue beliin!” ucap Dinda keukeh.
Arka menatapnya tajam, “gue sukanya lo jauh-jauh dari hadapan gue. Ngeliat muka lo tuh bikin gue jijik!” ucapnya dengan menghempaskan tangannya hingga pegangan Dinda terlepas. Arka langsung meninggalkan Dinda yang berteriak memanggilnya.
Dinda mengembuskan napas panjang dan kemudian bergumam, “semakin lo ngejauh, semakin gigih gue pengen ngedapetin lo, Ar. Liat aja, pada akhirnya lo bakal jadi milik gue. Cuma gue.”
•••
TBC 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Over You ✔
Teen Fiction▪︎update tiap hari▪︎ Nayra pikir kepindahannya kali ini akan memberinya banyak masalah. Ia merindukan teman-teman sekolahnya yang lama. Ia takut kalau di sekolah barunya nanti ia takkan mampu menyesuaikan diri dan mendapatkan teman baru. Nyatanya se...