31. oddity

408 59 6
                                    

Ayspea* adalah bulan penghujung musim penghujan yang basah. Sebentar lagi, hawa panas dan berdebu akan datang, menyapu tanah Graceston yang damai. Walaupun sebenarnya tidak teramat kering --- Graceston terkenal akan kelembaban udara tinggi --- namun, tetap saja disebut musim kemarau.

Hujan sudah mulai jarang terlihat. Terkadang hanya gerimis kecil-kecil yang tersisa. Hujan lebat dan badai sudah enggan untuk datang kembali. Organisasi cukup bersyukur dengan itu. Sebab, kegiatan surat-menyurat antar markas bisa berjalan dengan lancar tanpa terhalang oleh cuaca. Lantaran sebelumnya, organisasi nyaris tak mampu mengirim surat karena burung merpati mereka lemah terkulai, sayapnya tertimpa butiran air hujan besar.

Penyelidikan kantor pajak masih berlangsung. Mereka malah berhasil mengumpulkan banyak informasi dari berbagai pihak, kemudian memutuskan untuk melakukan rapat kecil-kecilan di markas perbatasan dengan beberapa anggota dari berbagai distrik wilayah.

"Sebentar. Kita hitung anggota yang ikut dulu. Terrence, Ricky, Kak Hugo... Gerard? Mana Gerard?" Hanbin mengedarkan pandangan. Baru sadar sejak perjalanan pulang tadi mereka tak mendengar canda tawa Gunwook di sekitar mereka. Padahal biasanya untuk mengusir kebosanan, dia akan menciptakan lelucon yang membuat para anggota tertawa.

Zhang Hao menepuk dahinya. "Astaga, jangan bilang dia ketinggalan di markas perbatasan?!" pekiknya.

"Tidak mungkin," sela Ricky. Dahinya berkerut dalam. "Seingatku, dia tadi ikut dengan kita, kok."

Taerae berdecak sebal. "Ck! Kalian lupa ya? Gerard tadi minta untuk diturunkan di makam. Dia mau berziarah," paparnya.

Ketiganya spontan mengembuskan napas lega. Setidaknya kini mereka sudah tahu dimana posisi Gunwook berada. Dan yang terpenting, tidak ada antek-antek Kim Jihan yang mengikutinya. Mereka akhirnya masuk ke dalam markas.

Katanya berziarah ke makam, namun, hingga jam makan siang tiba, batang hidung Gunwook tak kunjung tampak. Seluruh anggota sudah merasa was-was. Takut bila terjadi sesuatu pada Gunwook di jalan. Tapi, kemudian, mereka mengurungkan niat untuk mencari Gunwook. Mungkin saja dia akan pulang saat hampir petang.

Dan benar saja, kala petang hampir menjelang, Gunwook pulang. Membuka pintu dalam keadaan basah kuyup. Hanbin segera berlari, menyelimuti Gunwook menggunakan handuk. Sementara Zhang Hao memeriksa suhu badannya.

"Kau darimana saja, Gunwook? Kenapa baru pulang?" tanya Hanbin khawatir.

Gunwook mengulas senyum. "Pulang berziarah tadi, aku mampir sebentar ke rumah karena merindukan Ibu," katanya. Lantas mengangkat buntalan kain di tangannya. "Ibu menitipkan banyak makanan untuk kita."

Para anggota bisa bernapas lega mendengar itu. Walau sebenarnya cukup penasaran dengan siapa yang dikunjungi oleh Gunwook di makam. Tapi mereka memilih diam. Karena bagaimanapun, urusan pribadi Gunwook bukan urusan mereka.

"Ya sudah, ayo masuk. Biar Hanbin yang meletakkan makanannya di meja. Kau segeralah mandi, setelah itu kembali ke sini dan aku akan menyembuhkanmu," perintah Zhang Hao.

Lima belas menit kemudian, Gunwook kembali. Sudah berganti pakaian dan kini sibuk mengeringkan rambut dengan handuk. Dia mengambil tempat duduk di samping Yujin. Sementara itu, Hanbin dibantu beberapa anggota menata makan malam.

"Apa di jalan tadi hujan deras? Sampai kau kembali ke markas dalam keadaan basah kuyup begitu," tanya Gyuvin.

Gunwook menyampirkan handuknya pada kursi. Setelah itu mengacak-acak rambutnya dengan tangan. "Di distrik tiga hujan deras turun, padahal aku hampir sampai di distrik dua. Aku berteduh sebentar, tapi karena tidak tahan lagi, ya sudah, ku teruskan saja perjalanannya."

BUNGA PERAK [ZB1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang