28. dam construction begin

391 62 8
                                    

Sebulan berlalu semenjak misi terakhir gagal dilaksanakan. Para anggota sudah beraktivitas seperti biasa. Kala itu, yang paling menguras banyak tenaga adalah menyadarkan Ricky dan Yujin. Saat Ricky sadar, Zhang Hao langsung mendapatkan panggilan dari markas Monice, lantaran Yujin tak kunjung sadar. Beruntungnya, saat Zhang Hao tiba di sana, Matthew sudah sadar. Sementara Taerae baik-baik saja.

"Dia bisa menyadari keberadaan kami, tapi tidak dengan empat senjata? Bagaimana mungkin?"

Bahkan setelah hampir sebulan lamanya, kejadian yang mereka alami masih saja menjadi bahasan menarik. Apalagi bagi Matthew yang merupakan anggota baru, misi bulan lalu menjadi tambahan pengalaman selama ia menjadi seorang anggota.

Sembari mengunyah potongan buah stroberi hasil panen dari kebun mini milik Zhang Hao, Gyuvin menjawab, "Empat senjata memang seperti itu. Mereka pintar menyelinap dan mengendap-endap tanpa ketahuan."

Yujin di sebelahnya ikut mencomot potongan buah stroberi dari mangkuk di hadapan Gyuvin. Lantas memasukkannya ke dalam mulut untuk mencecap rasa manis asam segar. Baru setelahnya ikut bersuara, "Tapi rasanya aku yang paling lemah karena pingsan nyaris tujuh jam lamanya. Anggota lain saja tidak seperti itu."

"Tidak seperti itu bagaimana? Aku saja tak sadarkan diri selama lima jam." Ricky yang duduk di seberang meja menyahut.

"Yang tak terpengaruh sepertinya cuma Taerae," celetuk Matthew.

Sementara yang disebut namanya nampak tenggelam dalam pikirannya sendiri. Matthew paham.  Taerae pasti sedang banyak pikiran setelah ibunya nyaris diculik bulan lalu. Bahkan usai misi yang gagal itu, Taerae meminta jatah libur pada Hanbin selama dua minggu untuk pulang ke kampung halamannya di Monice.

Melihat pemuda berlesung pipi itu tak kunjung bersuara, Matthew tertawa kikuk. Lantas mengalihkan pembicaraan dengan bertanya pada anggota lain apakah mereka pernah membeli roti di toko sebelah markas.

"Aku paling suka Pai apelnya," ujar Gunwook. Akan tetapi, alih-alih memasang ekspresi ingin, dia malah cemberut. "Tapi Kak Hanbin selalu melarang kami untuk membelinya karena hanya buang-buang uang."

Matthew membulatkan matanya. "Kenapa? Memangnya mahal sekali, ya?"

Para anggota mengangguk.

"Satu potong Pai apel di sana harganya lima belas Caia," kata Ricky.

Lagi-lagi Matthew membulatkan mata. "Lima belas Caia? Mahal sekali! Di pasar saja kita sudah bisa memborong banyak makanan. Lima belas Caia untuk sepotong pai apel? Gila!" pekiknya.

"Belum lagi kukis dan aneka tart. Croissant dan Cinnamon Roll -nya apalagi, harganya selangit!" cibir Yujin. Tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyindir toko roti The Golden Cherries yang berdiri kokoh di sebelah markas mereka.

Setelah cukup lama diam, Gunwook ikut mengambil potongan stroberi yang tersisa di mangkuk. "Yang paling murah hanya baguette. Lima belas Caia bisa dapat tiga buah. Makanya Kak Hanbin sering membeli itu untuk bahan sarapan kita," timpalnya. Kemudian mencondongkan badannya ke depan seraya berbisik, "Sekalipun bosan, Kak Hanbin akan tetap membelinya karena hanya itu yang paling murah. Dasar pelit!"

"Aku mendengar namaku disebut. Apa yang kalian ceritakan soal 'Kak Hanbin'?" Tak disangka, Hanbin muncul dari pintu yang menghubungkan lorong dengan ruang makan.

Anggota di sana menegang. Walaupun di dalam hati bersyukur Hanbin tak mendengar perkataan mereka sebelumnya. Tawa canggung para anggota mengudara.

"Aha-ha-ha, bukan apa-apa. Kami hanya membicarakan soal Kak Hanbin yang akan segera pulang membawa makanan dan informasi baru. Benar, kan?" Gunwook bertanya seraya memasang senyum yang dibuat-buat.

BUNGA PERAK [ZB1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang