33. loss of water sources

357 56 1
                                    

Udara panas nan kering menyapa wilayah Graceston. Dedaunan yang semula menghijau berubah kuning kemerahan dan rontok. Namun, kejadian tak mengenakkan yang terjadi saat pesta perjamuan makan di istana masih saja menjadi perbincangan hangat. Memang, belum sebulan berlalu. Tapi tetap saja kejadian ini mencoreng nama baik istana di mata para bangsawan serta rakyat Graceston.

"Sumpah, tuanku melihatnya dengan mata kepala sendiri. Istana sudah seperti tempat pembantaian saja sampai tidak bisa menyembunyikan mayat prajurit dengan benar."

"Katanya airnya sampai berwarna merah? Ngeri sekali."

"Hei, tentu saja merah. Lehernya yang terputus dari kepala terus-menerus mengeluarkan darah."

"Aku tidak menyangka Yang Mulia Raja sekejam itu pada prajuritnya sendiri."

Cih. Kim Jiwoong berdecih dalam hati. Begitu saja kejam? Andai mereka tahu bahwa Kim Jihan jauh lebih kejam dari yang mereka dengar. Mereka pasti akan mengutuknya sampai jadi abu. Diletakkannya beberapa keping Caia ke atas meja kasir, sebelum akhirnya berlalu dari sana. Membawa belanjaan berupa perkamen, sekotak lilin baru,  beberapa botol tinta, serta pena bulu.

Di luar toko, Jiwoong mendapati Yujin tengah menunggunya. Yujin memang kebetulan ikut dengannya berbelanja untuk jaga-jaga, sekalian membeli barang untuk keperluan markas. Jiwoong menepuk bahu Yujin, "Sudah selesai semuanya, Yujin?"

Yujin terkesiap, nyaris memelintir tangan Jiwoong kalau saja tidak hapal dengan suara anggota tertua Bunga Perak itu. "Oh, astaga... Hampir saja ku patahkan tanganmu, Kak." Lantas mengembuskan napas lega. "Sudah selesai. Ayo segera pulang, ada diskusi bersama empat senjata."

Setelah kejadian itu, empat senjata memang belum sempat datang ke markas Calaston. Dikarenakan banyaknya misi yang harus mereka kerjakan atas perintah markas perbatasan. Datang ke markas Calaston saja mereka harus menyempatkan diri, meluangkan waktu di sela-sela kesibukan.

Dua puluh menit kemudian, keduanya tiba di halaman markas. Angin kencang berhembus, menggoyangkan dedaunan pohon oak yang mulai menguning. Daun-daunnya jatuh berguguran ke atas tanah, seakan menyambut kedatangan mereka. Jiwoong dan Yujin segera melepas sepatunya kemudian masuk ke dalam markas. Dan benar saja, begitu sampai di dalam, keduanya langsung ditarik menuju ruang pertemuan oleh Gyuvin.

Di ruang pertemuan, Hanbin menambahkan empat kursi ekstra untuk empat senjata. Sementara anggota lain tetap menempati kursinya masing-masing. Hanbin mengangkat pandangan dari kertas di hadapannya ke arah pintu. "Sudah datang?" tanyanya retoris. "Baiklah, segera duduk dan kita mulai."

Para anggota tahu Hanbin tak mau berlama-lama. Apalagi empat senjata masih banyak urusan. Jadi, begitu seluruh anggota tiba, sang ketua bergegas membuka rapat.

"Hari itu, bagaimana kalian bisa tahu Kak Jiwoong berada dalam keadaan terdesak?" tanya Gunwook.

Juno menjentikkan jari. "Mudah saja, kami menerima sinyal dari Ricky. Dan untungnya kami sudah selesai melakukan penyisiran di sekitar istana," jawabnya.

Giliran Gyuvin bertanya, "Lalu mayat yang diletakkan di air mancur itu mayat siapa?"

"Kami hanya asal membawanya dari gudang di belakang istana," ujar Wynn. "Ternyata mereka menyimpan banyak mayat di sana."

Dahi Jiwoong berkerut dalam-dalam mendengar itu. Lantaran ia belum pernah tahu soal gudang ini sebelumnya. Pikirannya berkelana mencari berbagai kemungkinan. Mayat ini... Apakah orang-orang yang Jihan culik sebelumnya? Dan darahnya digunakan sebagai keperluan ritual pemujaan? Atau bukan?

"Lalu apa kalian sempat menyelidiki untuk apa mayat-mayat itu dikumpulkan di sana?" tanya Hanbin.

Empat senjata kompak menggeleng. Mattheo kemudian menjelaskan, "Kami tidak bisa menyelidiki lebih jauh karena buru-buru keluar saat mendapat sinyal dari Ricky. Tapi, aku dan Wynn sempat melihat beberapa cawan untuk tempat darah juga alat untuk eksekusi seperti pedang besar, tombak, dan gergaji."

BUNGA PERAK [ZB1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang