24. me, my sister, and a broken home

412 60 1
                                    

Sudah ratusan kali Taerae mendapati ibunya memoleskan gincu dan bedak tebal pada wajahnya sejak ia dan adiknya, Kim Taeha masih remaja. Awalnya Taerae tidak mengerti pekerjaan apa yang dilakukan oleh sang ibunda. Namun, lambat laun, saat usianya beranjak dewasa, Taerae tahu pekerjaan yang dilakukan ibunya. Ibunya bekerja di sebuah rumah bordil di Kota Monice, kota kelahirannya.

Hidupnya dan Taeha tidak terawat. Taerae hidup seadanya mengandalkan uang pemberian sang ibunda yang pas-pasan. Dan pada akhirnya, Taerae terpaksa menitipkan Taeha pada paman dan bibinya sementara ia mencari pekerjaan. Bibinya --- adik perempuan ibunya --- sudah lebih dari hapal bagaimana kelakuan sang kakak. Jadi beliau dengan senang hati menerima Taeha di rumahnya.

Saat ada waktu senggang, Taerae akan mengunjungi rumah paman dan bibinya. Kondisi Taeha di sana benar-benar baik, terawat. Taerae tahu dari pipi sang adik yang terasa lembut dan berisi saat ia sentuh. Walaupun Taeha dipekerjakan untuk membantu bibinya di toko, tapi Taerae merasakan perbedaan yang begitu kentara daripada saat adiknya tinggal di rumah.

Di rumah, ibundanya akan selalu bersikap kasar. Jika Taeha tak melakukan pekerjaan rumah dengan benar, adiknya itu akan dipukuli menggunakan rotan. Jika adiknya meminta untuk pergi keluar, maka Taeha akan dikunci di kamarnya seharian tanpa diberi makanan. Dan ini bagian paling parahnya, yang Taerae sendiri bahkan sudah tidak bisa menahan kesabarannya lagi. Adiknya dipaksa untuk mengikuti ibunya ke rumah bordil. Kim Taeha, adiknya yang cantik dan manis itu dipaksa untuk menjadi seorang kupu-kupu malam? Tentu saja Taerae tidak terima.

Ini yang Taerae katakan pada ibunya, "Terserah jika ibu ingin pergi, tidak pulang atau bahkan tinggal di sana. Tapi jangan bawa Taeha. Dia masih kecil, Bu."

"Tapi kita tidak akan punya uang banyak jika tidak bekerja, Taerae!" elak ibunya kala itu. "Ini satu-satunya cara agar kita bisa memiliki uang dengan mudah!"

"Aku yang akan bekerja! Aku yang akan mencukupi Taeha. Jadi tidak perlu bersusah hati, Bu. Cukup ibu yang bekerja sebagai pelacur. Jangan adikku," balas Taerae seraya menyembunyikan Taeha di balik punggungnya.

Dan malam itu juga, Taerae mengemasi barang-barangnya ke dalam tas bersama Taeha. Mereka tak peduli akan raungan sang ibunda, yang bahkan sampai jatuh memegangi kaki Taerae. Namun, Taerae tak punya sama sekali rasa iba pada ibundanya.

Kedatangan keduanya di rumah sang bibi pun disambut beliau dengan raut wajah kebingungan. "Taerae, ada apa sampai malam-malam begini kalian datang kemari? Mana Ibumu?"

Taerae mengulas senyum tipis. "Kedatangan saya kemari karena ingin menitipkan Taeha pada Bibi. Saya akan pergi mencari pekerjaan ke kota lain. Bibi boleh, kok, mempekerjakan dia di toko. Untuk kebutuhan sehari-harinya saya yang akan menanggungnya."

"Kau ini bicara apa, Taerae? Kita ini keluarga. Tenang saja, tak perlu memikirkan kebutuhan Taeha. Fokuslah mencari kerja dan beri kabar pada kami, ya?" kata sang bibi.

"Tentu. Terima kasih sudah mau menjaga Taeha, Bi. Jika Ibu datang kemari, jangan katakan bahwa Taeha tinggal di sini."

Alis bibinya terangkat sebelah. "Lho? Memangnya kenapa?"

"Saya tidak ingin Taeha dijadikan kupu-kupu malam."





--✨---✨--


Taerae, yang baru pertama kali menginjakkan kaki di daerah perbatasan lima kota seketika itu juga merasa kebingungan. Diraihnya segulung perkamen dari bagian samping tasnya, untuk melihat kemana selanjutnya ia harus pergi. Sebenarnya, dari perbatasan Monice ini Taerae bisa memilih, misalnya, pergi ke Aria. Aria terkenal menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak dengan gaji tinggi. Atau ke Calaston, tempat banyak peternakan sapi serta perkebunan buah dan sayuran. Verglass kedengarannya juga tidak buruk, namun, mengingat bahwa ada bangunan rumah bordil di sana membuat Taerae urung. Dan mencoret Verglass dari pilihan tempat yang akan disambanginya.

BUNGA PERAK [ZB1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang