Sepanjang perjalanan pulang, mobil hening. Tak ada yang saling berbicara satu sama lain. Para mahasiswa itu selain Langit masih kesal, karena Mentari tak ingin membawa kasusnya ke polisi dan tiba-tiba saja Langit menawarkan diri untuk menikahi gadis itu.
Mentari pun merasa ada yang salah dengan keadaan yang canggung itu. Belum lagi lirikan Bella sesekali ke arahnya yang terlihat tak bersahabat. Mereka terus diam sampai di rumah yang dimaksud.
Mentari turun memandangi rumah sederhana yang terlihat asri dengan beberapa pohon di sekitarnya itu.
Tiba-tiba pemiliknya yang merupakan seorang wanita paruh baya itu keluar menyambut mereka dengan senyum hangat.
"Selamat datang di rumah saya yang sederhana," ucap wanita itu dengan ramah membuat mereka semua ikut tersenyum.
Karina menyerahkan dua paper bag berisi pakaian yang telah dibeli olehnya ke arah Mentari. "Pakai ini dulu, ya, Mentari. Beri kami waktu sampai keadaan aman sebelum kamu kembali untuk ambil barang-barangmu di rumah itu."
Mentari menerimanya dengan kikuk. "Terima kasih, Mbak. Maaf merepotkan."
"Gak apa-apa. Kamu baik-baik di sini, ya. Sebaiknya jangan ke mana-mana dulu."
Setelahnya mereka pamit pada Mentari dan pemilik rumah tanpa memperpanjang kata.
Langit sudah akan masuk ke dalam mobil, tapi kembali berjalan ke arah Mentari. "Insyaallah saya akan bereskan semuanya dan kembali untuk jemput kamu. Gak usah khawatir."
Mentari menunduk malu. "Mas ... sebaiknya pikir-pikir lagi, Mas. Saya khawatir akan menyusahkan, Mas."
Langit menggeleng. "Saya pergi. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."
Langit pergi begitu saja. Meninggalkan Mentari di halaman rumah yang masih terpaku di tempatnya.
Begitu mobil itu kembali ke kantor desa, mereka kaget mendapati Arumi bersama kedua anak buahnya sudah berada di depan kantor desa sambil berdebat dengan Darwis, mahasiswa KKN yang tak ikut ke rumah sakit, dan beberapa pegawai di kantor desa.
"POKOKNYA SAYA GAK MAU TAHU! KEMBALIKAN MENTARI DAN USIR MAHASISWA ANDA YANG IKUT CAMPUR URUSAN DI RUMAH ORANG LAIN!"
"Tenang dulu, Bu Arumi," ucap Darwis dengan nada pelan. "Kita bisa bicarakan dengan kepala dingin."
"KEPALA DINGIN GIMANA?! JELAS-JELAS MAHASISWA KKN ITU UDAH BAWA MENTARI PERGI! PAK KADES YANG TEGAS DONG! SAYA INI WARGA. MAHASISWA KKN ITU PENDATANG! KENAPA SAYA JUSTRU YANG GAK DIHARGAI?!"
Perdebatan sengit yang membuat wajah Arumi merah padam itu semakin panas saat Langit dan teman-temannya mendekat.
Begitu melihat kehadiran Langit, mata Arumi melotot seperti kedua anak buahnya.
Tak berselang lama, tangan salah satu anak buah Arumi terayun.
BUGH
Langit merasa sesuatu yang keras menghantam pipi kirinya sampai membuat keseimbangannya terganggu. Meninggalkan perih dan darah di sudut bibirnya.
"HAH ...." Semua yang melihat terkejut.
"LANGIT!" teriak Bella dan Karina ikut panik.
Bayu pun tersulut emosi langsung maju menghalangi tubuh Langit dengan tak gentar. "WOI APA-APAAN INI?!"
"Sudah, Bu Arumi. Hentikan semua ini!" Darwis berusaha menenangkan keadaan tapi Arumi tak mau tahu.
"DI MANA MENTARI?! DI MANA?!"
Keadaan semakin kacau saat aksi itu berujung pada perkelahian antara Bayu, Keano, dan Langit melawan dua anak buah Arumi yang menyerang mereka.
Bugh
Bugh
BughKetiganya mendapatkan pukulan di wajah dan beberapa bagian tubuh tertentu sebelum dilerai oleh warga sekitar yang datang ke kantor desa setelah mendengar keributan itu.
"Aku nyesel nolongin Mentari kalau tahu semuanya bakal kayak gini." Bella kesal sendiri.
Langit yang tengah duduk di sofa itu tetap diam, hanya sesekali memegang memar di pipinya yang memerah sambil menahan perih.
"Udah dia gak mau lapor polisi, sekarang kita kena masalah sampai kalian dipukul kayak gini. Bener-bener nyebelin," sambung Caca.
"Udah temen-temen, semua udah terjadi. Sekarang gimana? Apa kita bakal sembunyiin Mentari terus? Kalau Bu Arumi sampai lapor polisi, bisa bahaya." Lista khawatir.
Dina menggeleng. "Aku gak yakin sih Bu Arumi bakal lapor polisi, karena dia juga udah menganiaya Mentari dan temen-temen kita. Tapi aku yakin, dia bakal cari cara untuk memuin Mentari. Bakal bahaya buat keluarga Pak Darwis yang nampung Mentari di rumahnya."
"Apa kita bawa aja Mentari kembali ke rumahnya?" Siti sedikit ragu.
Langit menggeleng cepat. "Gak bisa. Gimana kalau dia disiksa lagi dengan yang lebih parah? Aku udah mutusin, Insyaallah aku bakal bawa dia ke kota."
"Serius?" Caca tak percaya, tapi Bella dan Karina hanya sanggup menghela napas.
"Ya ... gak ada pilihan lain. Aku bakal minta izin sama Bu Arumi untuk bawa Mentari. Apa pun syaratnya."
"Kamu tuh udah dihajar, Langit. Aku gak yakin kamu bakal diizinin pergi bawa Mentari," kata Dwi. "Lagian kamu mau bawa dia tinggal di mana?"
"Aku mau nikahin Mentari."
"HAH?!" Semua rekannya selain yang ikut ke rumah sakit terkejut.
Langit tak peduli. Dia sudah bertekad dan tak bisa diganggu gugat. Bahkan malam itu juga setelah shalat istikharah, dia pergi menuju rumah Arumi. Atas alasan keselamatan, semua teman-temannya terpaksa mengekor ke rumah wanita paruh itu.
"Saya mau membawa Mentari ke kota. Saya mau menikahi dia kalau dia setuju. Apa saja syaratnya, Insyaallah saya akan berusaha penuhi selama dalam jangkauan saya."
Tatapan sinis dari Rissa dan Arumi langsung tertuju pada satu arah.
"Gak akan saya biarin mahasiswa kayak kamu bawa Mentari pergi! Memangnya kamu bisa bayar berapa ke saya?! Mentari itu udah dilamar sama Pak Sapto yang janjiin banyak hal. Gak kayak kamu!"
"Saya udah bicara sama Mentari, Tante. Mentari gak pernah mau menikah dengan Pak Sapto. Itu yang menjadi alasan Tante memukul dia."
"Pokoknya saya gak akan biarin kamu bawa dia!" tegas Arumi tak ingin dibantah.
"Perempuan harus dimintai persetujuannya sebelum dinikahkan, Tante."
"Kalau dia nolak Pak Sapto, apa kamu pikir dia bakal nerima kamu?!" Rissa meremehkan. "Memangnya kamu siapa?!"
"Kalau Tante dan anak Tante terus membantah, apa kalian mau saya membawa Mentari tanpa persetujuan kalian?"
Prak
Arumi menggebrak meja sebelum berdiri dan menunjuk wajah Langit dengan telunjuknya. Sangat tak sopan. "Saya akan laporin kamu ke polisi!"
Langit tak gentar. "Silahkan, Tante. Kami juga akan melakukan hal yang sama. Jadi Tante cobalah lebih dulu. Saya gak akan tinggal diam lagi mulai sekarang. Apa yang dilakukan oleh anak buah Tante ke saya dan teman-teman saya membuat saya lebih berani." Nadanya terdengar tenang.
Arumi mengepalkan tangan menahan kesal sebelum menarik tangan anaknya agar masuk ke kamarnya. Meninggalkan para mahasiswa yang terpaku itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekapan Langit (TAMAT)
Spirituální📚 Part Lengkap #Karya 15 Tak seperti kisah putri dalam dongeng yang dijemput oleh pangeran dari kerajaan yang kaya raya. Mentari yang kerap disiksa oleh Tante Arumi dan saudara sepupunya itu dijemput oleh Langit. Mahasiswa Teknik Sipil yang KKN di...