Berita tentang perseteruan antara para mahasiswa KKN dan Arumi sudah tersiar dengan cepat di kalangan warga. Hal itu membuat para warga sedikit bersikap anti dengan para mahasiswa KKN di kantor desa itu, mengingat kebanyakan dari mereka memang memiliki hutang pada Arumi.
Beberapa program yang para mahasiswa jalankan pun hampir tak sukses lantaran tak ada dukungan warga. Beruntung Darwis turun tangan untuk mengajak warga secara langsung.
Belum lagi tekanan dari Arumi dan anak buahnya pada Langit dan teman-temannya yang semakin gencar pasca pertemuan malam itu.
Sementara itu, Mentari sedang menunggu berita dari Langit yang tak kunjung memberi kabar membuatnya cemas.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Panggilan dari Arumi. Dia ingin mengangkat, tapi sedikit ragu dan takut, alhasil memilih tak menjawab panggilan itu.
Sebuah pesan menyusul tak lama setelah panggilan itu berakhir.
"Jangan pulang lagi ke rumah ini! Jangan pernah kembali lagi ke rumah ini! Mahasiswa itu udah pamit sama aku dan aku biarkan kamu pergi sama mahasiswa itu. Tapi kamu gak akan aku anggap lagi sebagai keluarga. Kalau mahasiswa itu nanti nelantarin kamu di kota, jangan pernah injak rumah aku lagi. Kalau kamu ke sini, aku bunuh kamu!"
Sekujur tubuh Mentari bergetar. Dia semakin ketakutan. Hendak menelepon kembali, tapi masih ragu. Alhasil pesan itu berlalu begitu saja. Menyisakan bayang-bayang yang membuat pikirannya kalut dan tak bisa terlelap malam itu.
Berhari-hari dia menunggu dan terus menunggu. Menanti hari ke sepuluh yang terasa sangat lama.
Saat hari ke sepuluh, Mentari berdiri di depan rumah Bu Laras dan menanti kedatangan Langit. Meskipun hatinya sendiri tak yakin.
Pagi tak ada kabar.
Siang pun tetap tak ada kejelasan.
Saat sore hari, dia sedikit berputus asa dan memutuskan, bahwa tak akan menunggu lagi. Dia menatap langit senja dengan perasaan sedih dan bimbang.
Begitu berbalik dan hendak masuk kembali ke rumah, sebuah suara terdengar di belakangnya.
"Assalamu'alaikum, Mentari."
Mentari menghentikan langkahnya sebelum berbalik perlahan. Manik hitamnya mendapati sosok pria berkemeja biru langit dengan sepatu kets cokelat berdiri di sana lengkap dengan tas punggungnya.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Mentari.
Keduanya terpaku sebelum Langit berdeham mencairkan suasana canggung itu.
"Maaf saya sedikit terlambat. Kami harus mengikuti acara perpisahan KKN."
Mentari mengangguk perlahan. "Baik, Mas." Dia mengedarkan pandangan dan mendapati hanya Siti dan Caca yang menyertai Langit. Tak ada lagi teman-teman Langit yang lain.
"Saya udah bicara dengan Bu Arumi kemarin. Gak ada yang perlu kamu khawatirkan lagi. Sekarang kamu bisa memilih, kamu mau ikut saya ke kota atau kamu mau kembali ke rumah Bu Arumi. Silahkan pilih Mentari. Saya gak memaksa kamu lagi."
Caca dan Siti menatap Mentari menanti jawaban. Langit sendiri tak berharap banyak, dia hanya tulus ingin membantu dan tak menceritakan pada Mentari, bahwa dia telah lelah dengan banyak drama yang harus dilalui selama sepuluh terakhir pasca menyelamatkan Mentari.
Mentari sendiri bingung sekaligus takut. Terlebih saat teringat pesan dari Arumi. Dia benar-benar tak ada waktu untuk memikirkan hal ini dengan lebih baik agar mengambil keputusan yang tepat. Dia ingin ikut Langit, tapi merasa tak yakin, apakah pria itu akan menjaganya dengan baik? Apa pria itu akan menepati janjinya? Apa keluarga pria itu akan menerimanya? Karena jika dia memutuskan pergi, maka dia tak dapat kembali lagi ke rumah Arumi.
Kepalanya sedikit menunduk. "Saya bingung, Mas."
"Apa yang kamu takutkan?"
"Kalau saya pergi, saya gak bisa kembali lagi ke sini. Tapi saya khawatir ... apa Mas benar-benar serius atau hanya ingin mempermainkan saya?"
Sejenak Langit terdiam sebelum menghela napas pelan.
"Saya gak mungkin sejauh ini hanya untuk mempermainkan kamu, Mentari. Saya serius dan siap menghadapi semua konsekuensi dari pilihan yang saya ambil. Ini memang gak mudah, tapi Insyaallah saya akan berusaha bertanggungjawab.
"Ucapan saya mungkin sulit untuk kamu pegang, tapi saya pria dan seorang muslim. Merupakan hal yang memalukan bagi pria dan bagi seorang muslim jika melanggar janjinya.
"Saya gak pernah meremehkan kamu sama sekali. Saya gak pernah menganggap rendah apa yang terjadi antara saya dan kamu. Tapi ... saya gak akan memaksa kalau kamu memilih kembali kepada kehidupan lamamu, bertahun-tahun disiksa dalam rumah itu oleh orang yang kamu anggap keluarga, dan menikah dengan orang yang gak kamu inginkan sama sekali. Semua terserah kamu. Kalau kamu memandang ada hal positif dengan bertahan pada kehidupan lamamu setelah ada orang yang menawarkan bantuan, itu semua hakmu, Mentari."
Mentari terdiam lama dan semakin menunduk membuat tiga orang di hadapannya semakin yakin, bahwa mereka gagal membujuk gadis itu untuk pergi.
Langit mengangguk dengan sedikit kecewa. "Gak apa-apa. Insyaallah kami siap antar kamu pulang kalau memang itu pilihanmu. Saya minta maaf untuk semuanya."
"Tunggu Mas ...."
Langit yang hendak berbalik itu menghentikan langkahnya. "Iya?"
"Saya ... saya mau ikut, Mas," ucapnya berusaha tegas. Langit sedikit terkejut. Caca dan Siti lebih terkejut.
Caca mendekat dengan wajah panik. "Langit? Kamu beneran harus banget nikah sama Mentari? Apa gak ada cara lain untuk nolong dia?"
Langit tak peduli. Dia justru merasa keyakinannya semakin kuat untuk menikahi gadis di hadapannya itu. "Insyaallah saya akan urus semuanya, Mentari," ucapnya dengan senyum tertahan.
Siti malah heran bahkan sangat heran. Pasalnya Langit itu salah satu pria yang menjadi idola di kalangan para gadis-gadis yang aktif pengajian. Tiba-tiba akan menikahi gadis desa, tak memakai hijab, tak diketahui kualitas ibadahnya, dan sangat jauh dari gambaran perempuan yang taat. "Langit ... apa kamu yakin?" gumamnya. Jujur, Siti sendiri tak yakin dan merasa Langit membuat keputusan yang tak tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekapan Langit (TAMAT)
Spiritual📚 Part Lengkap #Karya 15 Tak seperti kisah putri dalam dongeng yang dijemput oleh pangeran dari kerajaan yang kaya raya. Mentari yang kerap disiksa oleh Tante Arumi dan saudara sepupunya itu dijemput oleh Langit. Mahasiswa Teknik Sipil yang KKN di...